“Nanti kalau kamu udah lulus, kamu bisa langsung kerja di perusahaan Papa sama Sheila.”

Mendengar nama Sheila disebut entah kenapa tidak membuat hati Sena bungah seperti dulu.

“Itu Kak Sheila.”

Langkah kaki Sheila terhenti ketika melihat Sena dan adiknya ada di rumah.

“Sheila, sini.” ucap Anita.

Sheila akhirnya ikut bergabung di ruang tamu.

“Sayang, gimana kamu udah isi belum?” tanya Anita pada putri keduanya.

“Gak tau, Ma, aku udah lama gak ngecek.” Jawab Sarah.

“Kalau bisa jangan nunda ya, Mama pengen cepet-cepet gendong cucu.”

“Iya Ma, kita gak nunda kok. Kita juga udah berusaha tapi mungkin belum rejekinya.” Sahut Sena.

Mendengar Sena berkata seperti itu membuat hati Sheila sakit. Tega sekali Sena berkata seperti itu di depannya.

“Tuan, Nyonya, makanannya udah siap.” Kata sang ART.

“Ya udah yuk kita makan dulu.”

***

Di hari minggunya, mereka sekeluarga memutuskan untuk jalan-jalan di Food Junction. Di sana adalah tempat untuk berburu kuliner, tak hanya itu tempat tersebut juga menyuguhkan pemandangan indah danau buatan serta beberapa wahana permainan.

Mereka memesan berbagai macam makanan, mulai dari makanan khas Indonesia maupun mancanegara. Sonya dan Satria juga sudah pergi menikmati wahana yang ada di sini.

Sedari tadi mata Sheila tak lepas dari Sarah dan Sena yang saling bergandengan tangan.

“Sena, kita ke sana yuk.”

“Ayo.”

Lihatlah, bahkan Sena sudah tidak memikirkan perasaannya. Laki-laki itu sudah berubah dan Sheila sangat takut.

Sarah dan Sena duduk di bangku yang ada di pinggir danau sambil melihat bianglala yang berputar.

“Sen, kamu lihat deh keluarga itu.” Sena mengikuti arah yang dipandang Sarah. Di sana ada satu keluarga dengan dua orang anak. “Mereka kayaknya bahagia banget ya. Aku pengen banget kayak mereka, punya dua anak, hidup bahagia bersama keluarga kecil yang saling menyayangi dan tinggal di rumah kita sendiri.”

“Kapan ya Sen, kita punya anak? Aku pengen cepet-cepet ngelengkapin keluarga kecil kita dengan hadirnya seorang anak.”

Mendengar itu Sena hanya bisa terdiam.

“Kalau kamu pengen punya berapa anak, Sen?”

“Berapa pun yang kamu.” Jawab Sena seadanya.

“Semoga kita cepat diberi momongan ya, Sen.”

Melihat raut wajah bahagia Sarah membuat Sena merasa bersalah. Dalam dirinya dia bertanya-tanya apakah dia bisa mewujudkan impian Sarah itu.

Sore harinya mereka kembali ke rumah. Sarah dan Sena segera masuk ke dalam kamar untuk beristirahat, begitu juga dengan yang lainnya.

Sarah merebahkan tubuhnya di ranjang karena sangat lelah, melihat itu Sena menyusul istrinya naik ke atas ranjang.

“Sar.” Sarah menoleh. “Ayo.”

“Ke mana?” tanya Sarah bingung.

“Katanya kamu mau cepet punya anak, kalau mau cepet punya anak kita harus lebih rutin berhubungannnya.”

Sarah tertawa mendengar perkataan suaminya yang sangat frontal. “Kamu ini.”

Tangan Sena menggelitiki perut Sarah.

Runtuh : Luka dan Cinta (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang