9. Awal Kepercayaan

6 1 0
                                    

.
.
.

💙💙💙

Assalamu'alaikum...

Alhamdulillah SK bisa update lagi!

Semangat buat yang berpuasa ataupun yang menjalani kesehariannya...

Jangan patah semangat! Karena Allah nggak pernah nuntut apa-apa selain taat.

Sayang banyak-banyak sama readers... 🤍

Selamat Membaca!!!

💙💙💙

💙💙💙

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Masakan nggak pernah bohong soal rasa, tapi manusia nggak hanya bisa ketebak dengan prasangka. "



     Duduk bersila dengan tenang, memperhatikan sepasang burung yang bertengger di dahan, berkicau riang lalu beterbangan di atas taman. Ah! Betapa menyenangkan hidup hewan! Mereka berkeliling tanpa arah. Tanpa beban. Tanpa tanggungan. Hanya bertasbih memuji sang pencipta alam.

     Anin terdiam merenung, tersenyum sekilas lalu memandang langit malam dalam kesunyian. Sekembalinya dari ndalem, pikirannya kacau tanpa mengerti apa yang seharusnya dirisaukan.

     Ia hanyalah anak yatim piatu, sebatas asuhan panti yang kebetulan pemiliknya berteman akrab dengan seorang Ning pesantren.

     Sungguh! Ia tak lagi mengharapkan apa-apa setelah kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak ada lagi impian. Tidak ada lagi semangat hidup. Bahkan, untuk mengharapkan kebaikan orang lain saja ia malah takut dan merasa cemas.

     Sampai datangnya Aisy yang seperti lembaran baru dalam kehidupannya. Membuat dirinya mengalami perubahan dari waktu ke waktu secara perlahan.

     Aisyah Balqis, santri alim yang sangat penurut, termasuk abdi ndalem, berwajah cantik dan pembawaannya yang anggun. Menjadi khaddam yang sangat disayangi Ning Kamilah, hingga nyaris tidak memiliki teman saking sibuknya, sampai Ning menyuruhnya unntuk menemani santri baru, yang tak lain adalah Anin.

     Suara langkah kaki yang mengendap terdengar samar di telinga, Anin membiarkannya saja, lalu berpura-pura terkejut saat orang yang ia tebak berada di hadapannya.

     “Kamu itu yah sukanya malah ngelamun di sini, mana redup lagi lampunya! Nggak takut kalau nanti diajak wewe gombel?”

Senja KelamWhere stories live. Discover now