EPILOG

15 4 0
                                    

Kedua kakiku melangkah dengan baik di atas hijaunya rerumputan. Sepanjang mata memandang, tampak gundukan tanah dengan epitaf beragam. Riuhnya kicauan burung-burung arboreal yang hinggap pada sebatang pohon kamboja besar dengan berlatarkan langit sore, menciptakan perasaan lain dalam diriku.

Aku meremas kedua tangan, menelan ludah dengan kasar. Pemakaman Medika, menjadi tempat kedua yang kudatangi setelah tadi sempat menyinggahi Panti Jompo Polack bersama Abhi. Awalnya aku ingin bertemu Ibunya Prabu, Sri Asih namanya. Akan tetapi, dari pengurus panti aku mendapat kabar bahwa Ibu Sri telah meninggal dunia sekitar enam bulan lalu. Dan di sinilah aku sekarang, perlahan-lahan mendekati gundukan yang sempat ditunjukkan oleh pengurus makam.

Prabu Kana.

Nama itu tertulis dengan jelas dalam huruf kapital. Dari sederet tanggal pada baris kedua, aku mengetahui Prabu telah lama sekali meninggal dunia.

Ternyata benar. Selama ini aku berinteraksi dengan sosok tanpa bayang. Laki-laki yang telah tiada, mematikan dirinya sendiri dengan cara menjatuhkan diri dari rooftop sekolah.

Aku menahan napas, cukup menyesakkan karena kenyataan yang sebenarnya.

"Prabu Kana? Orang ini siapanya kamu, Rin? Perasaan di panti tadi, nama ini gak berhenti kamu sebut."

"Dia laki-laki baik, Bhi," jelasku tanpa menoleh, sementara jemariku mengelus epitaf Prabu dengan perlahan, "saking baiknya, aku merasa hancur saat tau dia udah lama tiada."

"Aku turut berduka, Rin. Walaupun gak kenal sama orang ini, tapi aku yakin dia pasti berarti banget buat kamu."

Aku mengangguk, Prabu memang sangat berarti untukku. Kali ini, aku berusaha menguatkan diri. Berkali-kali membujuk kedua mata untuk tidak mengeluarkan air barang setetes pun. Aku mencoba terlihat tenang dan damai. Setidaknya untuk kali pertama mendatangi tempat ini, Prabu tidak boleh menemukan air mata di pipiku.

"Pulang, yuk, Bhi." Aku berdiri dan disusul Abhi dengan raut bingung.

"Kok cepet banget?"

"Urusan aku udah selesai." Begitu pun dengan cerita ini. Tidak ada lagi kelanjutan antara aku dan Prabu. Tidak ada lagi laki-laki yang selalu kutemui di hari Rabu. Tidak ada lagi atraksi sulap yang mengagumkan, kalimat-kalimat menyebalkan, atau bahkan wajah pucat yang awalnya terlihat mengerikan.

Sungguh, tidak ada lagi yang namanya Prabu dalam cerita hidupku. Karena setelah hari ini, aku berjanji akan mengingatnya sebagai pelajaran paling penting yang sulit dilupakan.

Prabu, hadirmu memang sekejap. Tapi kenangan yang kamu berikan akan kekal selama aku masih bernyawa. Setelah ini apa lagi, Prabu? Aku terlanjur menyayangimu.

* * *

Senyuman terlukis di wajahku

Di saat ku mengingat kamu
Tawamu, manjamu, membuatku rindu
Tak sabar ingin bertemu

Suara lembut menyapa aku
Lembutnya, selembut hatimu
Tulusnya, setulus cinta padaku
Kusadar beruntungnya aku

Hidupku tanpamu
Takkan pernah terisi sepenuhnya
Karena kau separuhku

Berbagi suka duka
Saling mengisi dan menyempurnakan
Karena kau separuhku

Suara lembut menyapa aku
Lembutnya, selembut hatimu
Tulusnya, setulus cinta padaku
Kusadar beruntungnya aku

LostOù les histoires vivent. Découvrez maintenant