🍁30🍁

169 22 6
                                    

Selamat Membaca
🤍🤍🤍


"Loh, kok ada ular disini." Ucap Neera  tersenyum mengejek.

Alexa menatap Neera dengan tatapan nyalangnya, ingin rasanya menampar mulut kotor wanita di depannya ini.

"Ngapain sih kesini? Hidup kok cari gara-gara terus. Nggak capek drama?" Neera semakin mendekat kearah Alexa.

"Harusnya lo sebagai temen bilang sama wanita munafik ini!" Ucapnya menunjuk Nafisa. "Harusnya dia nggak nyebar foto gue sama Reyhan di media!" Lanjutnya emosi.

'Plak' satu tamparan keras Neera mendarat di pipi mulus Alexa, wanita itu meringis perih.

"Di jaga kalau ngomong. Sahabat gue nggak serendah pikiran lo, harusnya dengan adanya hal kaya gini lo tobat bukan malah kumat kek gini! Satu lagi, yang munafik itu lo bukan Nafisa." Ucap Neera semakin emosi. "Ini tuh karma buat Lo!

"Sudah Neer. Percuma ngomong sama dia, nggak akan ada habisnya. Biarin aja dia nuduh aku sesukanya, tuduhannya tidak akan membuktikan apapun." Ucap Nafisa tenang.

"Silakan keluar, pintu keluar ada disana!" Ucap Nafisa menunjuk pintu.

Alexa tak menghiraukan ucapan Nafisa, wanita tersebut semakin mendekat pada Nafisa yang duduk di sofa. Tangan Alexa melayang seolah akan menampar Nafisa, namun dengan cepat tangannya disanggah oleh Nafisa.

"Apa sih. Mau menampar saya? Saya nggak akan tinggal diam." Ucap Nafisa menghempaskan tangan Alexa dengan kuat.

'plak' Nafisa menampar pipi Alexa. "Apa yang saya lakukan ini tidak sebanding dengan sakit hati saya. Sekarang keluar dari kantor saya!" Nafisa membentak Alexa, hingga wanita itu keluar dari ruangan Alexa.

"Kamu nggak papa kan?" Tanya Neera khawatir. Neera menatap beberapa detik kearah Nafisa, baru kali ini Nafisa seperti ini.

"Nggak. Aku nggak papa." Ucap Nafisa tersenyum.

"Kira-kira siapa ya Neer, yang udah nyebarin foto itu. Apa mungkin musuh Alexa atau musuh Reyhan?"

"Bisa jadi Nafisa. Tapi aku juga nggak tau pasti." Ucap Neera.

Neera dan Nafisa tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Masalah sereceh ini membuat mereka lelah.

***
Alexa mendatangi kantor Reyhan, disana Ia datang menangis menemui pujaan hatinya itu.

"Lihatlah Rey, pipiku sakit. Ini ulah mantan istri kamu yang brengsek itu!" Ucapnya dengan tangisan yang di buat-buat.

Reyhan tak menghiraukan ucapan Alexa, pria itu justru fokus pada pekerjaannya dan meminta asisten pribadinya untuk menyelesaikan yang tengah ramai di media sosial.

"Sayang, lihat aku." Ucap Alexa memelas.

"Aku sibuk!" Balas Reyhan datar.

Alexa tak tinggal diam, wanita itu mendekat pada Rey lalu duduk dipangkuan pria itu. Dengan sangat posesif Alexa memeluk Reyhan.

"Lepas Lex!" Ucap Reyhan membentak, namun bentakan Reyhan tak berarti apa-apa bagi Alexa.

"Sayang, aku kangen sama kamu. Aku mau peluk kamu kaya gini. Please 5 menit aja, aku butuh kenyamanan kamu." Ucap Alexa lembut.

Reyhan terdiam. Ia bingung harus dengan apa membuat wanita di depannya ini pergi. Jujur Ia sangat risih berdekatan dengan Alexa.

"Aku tadi ditampar sama Nafisa. Aku kira dia benar-benar wanita yang solehah dan baik. Tapi nyatanya dia bisa nyakitin aku kaya gini. Apalagi temannya ikut nampar aku juga." Ucap Alexa panjang.

Reyhan terdiam, Reyhan memaklumi Nafisa. Ia tahu jika Nafisa tidak akan melakukan sesuatu tanpa alasan.

"Nafisa wanita baik Lex. Dia sangat baik. Mungkin tamparan yang dia berikan ke kamu tidak sebanding sakit hatinya." Jawab Reyhan dengan enteng.

"Sekarang bangun dari sini. Aku capek Lex!" Ucap Reyhan.

Alexa beranjak dari pangkuan Reyhan dan menatap pria itu dengan tatapan kecewanya.

"Masih bisa ya kamu belain mantan istri kamu yang jelas-jelas udah nyakitin aku." Ucap Alexa.

"Alexa. Tolong kamu jangan ganggu aku lagi. Aku hanya ingin sendiri dulu."

"Nggak bisa. Semuanya udah aku berikan ke kamu Rey. Aku mau kita menikah!" Ucap Alexa.  "Setelah apa yang aku berikan ke kamu, kamu bisa jahat kaya gini aku? Tega tau nggak!" Ucap Alexa lirih.

Reyhan hanya diam. Masalahnya seolah bertambah lagi. Dirinya sangat bingung harus bagaimana menyelesaikannya. Kak Reyna, kantor dan pekerjaannya dan sekarang Alexa. Rumit sekali!

***
Andika kini tengah menikmati makan malam bersama mama dan papanya. Haris dan Inka ingin segera melihat putra semata wayangnya menikah dan memiliki anak. Karena bagi Haris dan Inka, usia Andika sudah matang untuk menikah, apalagi dia anak satu-satunya.

"Nak, kamu kapan mengenalkan calon istri kamu ke mama dan papa?" Tanya Inka dengan lembut.

"Benar kata mama Dik." Ucap Haris menimpali sang istri.

"Ma, pa. Jangan bahas itu dulu ya." Jawab Andika tenang.

"Ma, Pa, apa papa dan mama akan menentang jika aku dekat dengan Nafisa?" Tanya Andika kemudian. Haris dan Inka saling bertatap.

Inka menatap lekat putranya, wanita paruh baya itu tahu jika sedari dulu putranya sangat mencintai Nafisa. Tapi apa putranya akan menerima status Nafisa saat ini.

"Tidak. Mama tidak menentang kamu. Nafisa wanita yang baik." Balas Inka kemudian.

"Papa juga. Apa yang menjadi kebahagiaan kamu, papa akan mendukung." Jawab Haris.

"Doakan aku ya pa, ma. Semoga hati Nafisa bisa terbuka buat aku."

"Aamiin, pasti mama akan mendokan yang terbaik buat kamu." Balas Inka.

"Apa mama dan papa tidak keberatan dengan status Nafisa?" Tanya Andika.

"Keberatan? Jelas tidak sayang. Mama dan papa tahu jika semua orang tidak ingin hal tersehut terjadi, tapi tidak ada yang tahu jalannya takdir. Menurut mama, status apapun tidak penting nak. Asalkan dia adalah wanita yang baik agamanya dan baik perilakunya. Dan mama melihat semuanya ada pada diri Nafisa. Meskipun Mama lama tidak bertemu dengan Nafisa, mama bisa merasakan jika Nafisa adalah wanita yang baik dan lembut. Masih sama seperti dulu dia kecil." Inka berbicara panjang kepada sang putra. Karena baginya, Nafisa sudah seperti anaknya sendiri. Ia tidak akan melupakan kebaikan Fatan.

"Serius Ma?" Tanya Andika berbinar.

"Iya sayang." Balas Inka.

"Andika, jika nanti kamu berjodoh dengan Nafisa kamu harus mengingat pesan papa. Jangan sekali-kali kamu menyakiti dia dengan ucapan kamu, bersikap lembut dengan istrimu kelak, selalu bahagiakan dia diatas kebahagiaan kamu sendiri." Ucap Haris tenang.

"Benar sayang. Lihat papamu, dia selalu memuliakan mama. Selalu membahagiakan mama." Ucap Inka menatap suaminya.

"Baik Pa. Andika akan terus mengingat nasehat papa."

"Kalau kamu memang serius pada Nafisa, segera ungkapkan perasaan kamu. Jangan menundanya, mama dan papa tidak sabar." Wanita dengan hijab warna army itu tersenyum penuh ketenangan pada sang putra.

"Terima kasih Ma, Pa. Sudah selalu mendukung aku. Andika janji, Andika akan selalu mengingat semua wejangan kalian berdua." Mata Andika berkaca menatap kedua orang tuanya.



TBC
Jangan lupa vote dan komentarnya yaaaaaaa

Kediri,
13 April 2023

Dendam Pernikahan (Part 14-End)Onde histórias criam vida. Descubra agora