08

169 33 4
                                    

Didalam bangunan besar berwarna putih yang selalu terlihat sepi meskipun pada kenyataannya terdapat banyak penghuni didalamnya. Kini, seorang gadis yang sedari tadi terlihat tengah memikirkan sesuatu sambil berjalan kesana kemari dengan begitu gelisah, akhirnya berhenti dan menjatuhkan diri pada sebuah sofa yang berada diruang tidurnya.

Ia menyadarkan kepalanya dengan mata terpejam kemudian membuang nafasnya kasar. Sepertinya ada kecemasan dalam diri Seungwan yang lagi lagi tidak ia ungkapkan. Gadis itu hanya akan mengulang kebiasaannya dengan menggigit keras keras bibir nya sampai berdarah hanya untuk menyalurkan kegelisahannya.

Saat ini pikirannya berbelit, apa yang akan terjadi nantinya dan bagaimana tentang hubungan mereka yang hanya memiliki satu sama lain tetapi kini malah semakin menjauh.

Ia mengkhawatirkan mereka semua. Terutama Irene yang sudah beberapa hari ini tidak terlihat karena gadis itu kembali mengurung diri di ruangannya. Sama seperti yang lainnya, dia juga sedang tidak baik baik saja semenjak kejadian beberapa hari lalu.

Apalagi hubungan nya dengan Seulgi yang awalnya baik baik saja, bahkan dapat dikatakan keduanya memiliki hubungan yang paling dekat dibandingkan dengan yang lain karena usia mereka yang tidak jauh berbeda. Namun kini semuanya telah berubah.

Dan jika terus seperti ini mereka hanya akan semakin menjauh, hingga pada akhirnya mereka mungkin menjadi asing dan memutuskan hubungan keluarganya.

-

Yerim menatap wajah nya dalam pantulan cermin berukuran besar dikamarnya. Sama sekali tidak ada yang menarik darinya, wajah pucat tanpa semangat ditambah mata sayu yang sedikit sembab akibat tangisan nya beberapa saat lalu.

Benar, dia kembali menangis karena kesal. Gadis itu marah pada kenyataan yang membuat dirinya seperti ini sekarang. Sudah hampir satu minggu dirinya mengurung diri dikamar dan sama sekali tidak ada perubahan sedikitpun.

Rasanya sudah tidak ada lagi yang peduli padanya, bahkan Irene yang selalu memaksanya untuk pergi ke sekolah, kini membiarkan dirinya untuk membolos. Apakah gadis itu benar benar sudah tidak peduli lagi padanya?

Seketika ingatan akan kejadian pada malam dimana Yeri mengatakan bahwa ia membenci nya datang kembali. Sejujurnya ia sendiri tidak yakin dengan apa yang dikatakannya waktu itu. Yeri kembali menatap dirinya sendiri, tubuh nya menjadi lebih kurus hanya dalam beberapa hari. Irene pasti sedih jika melihat keadaan adik nya yang seperti tak terurus ini.

Ia menghela nafasnya dengan sedikit tercekat, lalu air matanya kembali jatuh begitu saja dan mulai membasahi pipinya ketika ia menyadari bahwa dirinya terus memikirkan Irene.

Kenapa dia sepertinya ini? Kenapa dia tidak bisa terlepas dari Irene? Bukan kah dia membencinya?

Sekarang dia tidak tahu harus bagaimana, di satu sisi ia tetap ingin mendapatkan keadilan untuk dirinya sendiri. Namun disisi lain ia juga tidak ingin jika harus seperti ini untuk seterusnya.

Yeri mengusap air matanya dengan sedikit kasar, ia memutuskan menyiapkan dirinya untuk pergi ke sekolah hari ini. Entah apa yang akan terjadi nanti, setidaknya dia bisa keluar dari ruangan yang sudah cukup memuakkan ini.

-

Angin berhembus menerpa wajah cantik nan kini terlihat sedikit lebih pucat. Irene berdiri didepan jendela yang terbuka lebar, gadis itu menatap kosong ke arah depan tanpa objek yang jelas. Dan sudah kesekian kalinya ia menghela nafas namun rasa menyesakkan masih saja menganggu hatinya yang belum juga mendapat ketenangan sejak beberapa hari kebelakang.

Pikiran nya kosong dan penuh disaat yang bersamaan. Entahlah, tapi saat ini ia memilih untuk tidak memikirkan apapun sejenak demi kewarasannya.

Gadis itu memejamkan matanya, membiarkan angin pagi yang cukup menusuk kembali menerpa nya secara perlahan, sebelum ia membuka matanya kembali dan mendapati seorang gadis remaja berpakaian seragam sekolah tengah berjalan menuju mobil yang sudah siap mengantarnya.

Sepertinya semesta tidak memperkenankan dirinya untuk menikmati ketenangan yang sebenarnya juga tidak sepenuhnya ia rasakan. Karena ketika ia melihat gadis itu, saat itu juga ia kembali mengingat apa yang telah diucapkan nya beberapa waktu lalu.

"Aku membencimu kak, selalu."

"Kalau begitu lakukan itu untuk seterusnya."

Satu pertanyaan yang terbesit dikepalainya saat ini adalah, apakah gadis itu benar benar melakukannya?

Irene menatap sendu kepergian mobil yang membawa adik bungsunya pergi. Ia menerka nerka apa yang ada dipikiran nya saat ini? Apakah hatinya masih dipenuhi oleh kebencian terhadap dirinya?

Tok' tok' tok'

"Nona Irene."

Suara itu berhasil memecahkan lamunan nya. Irene mengerutkan dahinya setelah mendengar suara familiar itu. Ia segera mendekati pintu untuk menemui siapa yang ada disana.

Kriet...

Pintu terbuka dan menampakan sesosok pria dengan tubuh tegap dihadapannya nan saat ini menatapnya dengan penuh khawatir. Irene terkejut akan kedatangan nya, namun gadis itu segera menabrakkan tubuhnya dan meluruhkan segala hal yang ia tahan.

"Pak nam..."

Pria itu terkejut karena gadis itu tiba tiba menangis seperti ini. "Apa yang sebenarnya terjadi? Suho memintaku untuk datang karena kau sulit dihubungi, begitu juga dengan adik adikmu."

Gadis itu tidak peduli dengan pertanyaan yang diberikan pria itu. Kini air matanya terus mengalir hingga suara tangisan nya terdengar dengan cukup jelas. Dan pria bermarga 'Nam' itu akhirnya mengerti, bahwa pasti banyak sekali hal yang menyulitkan gadis itu sehingga membuatnya seperti ini. Ia bisa merasakan tangan kecil milik Irene yang memeluknya dengan erat seakan memberi tahu bahwa ia sangat ketakutan.

Pada akhirnya tangan nya pria itu terulur untuk mengusap kepala gadis yang sudah lama ia kenal bahkan seumur hidupnya. Gadis yang selalu ia anggap seperti anak kecil yang keras kepala.

"Gwencana."

Satu kalimat yang semakin membuat Irene menangis karena selama ini tidak ada satu orang pun yang mengatakan hal itu padanya.

Pak Nam sudah bekerja dengan keluarga mereka bahkan sebelum Irene lahir. Sedari dulu dia selalu mengajarkan banyak hal padanya dan menggantikan sosok sang ayah ketika dia disibukkan oleh pekerjaan nya. Pak Nam juga menyaksikan segala hal yang terjadi pada keluarganya sampai titik dimana ketika semuanya hancur. Dan ketika mereka kehilangan sosok orang tua, pak Nam juga yang selalu ada dan menjaga mereka.

Semua itu membuat mereka memiliki ikatan yang sangat kuat, sebagaimana keluarga dimana pak Nam mengantikan sosok ayah untuk mereka.

Sebenarnya Irene sudah meminta pak Nam untuk berhenti beberapa saat lalu karena ia tidak ingin merepotkan nya lagi. Namun ternyata Suho memintanya untuk kembali karena keadaan mereka yang memang menjadi rumit setelah kepergiannya.

Selama ia pergi, tidak ada orang yang memisahkan mereka ketika mereka bertengkar hebat dan tidak ada orang yang menguatkan seperti ayah mereka sendiri.

"Kalian pasti mengalami hal yang sulit." ujar pak nam.

Irene mengangguk dalam pelukannya, "Aku mengacaukan nya. Aku yang mengacaukan semuanya." lirih Irene.

"Aku yakin tidak seperti itu."

"Tapi aku tidak tahu harus bagaimana sekarang, aku... sangat ketakutan."

Pak Nam menghela nafasnya. Ia berusaha menenangkannya gadis itu.

"Aku sudah disini. Akan ku pastikan kalian baik baik saja."



- F -

Serenity | Red Velvet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang