39. Thank U, For Make Me Feel Like A Super Hero. [Joshua]

88 12 0
                                    

Ugh, finally it's done.

Kuregangkan pinggangku. Lumayan bikin pegal juga mengepel lantai dengan tangan begini.

Bora sedang membakar sampah di pekarangan,. Ia sudah mencatat beberapa kerusakan yang ditemukan di rumah lamanya ini, seperti pipa air berkarat, sudut atap yang bocor karena terpaan salju di musim dingin, hingga pemanas ruangan yang harus diperbaiki.

Apa keluarganya akan menjual rumah ini? Atau digunakan lagi? Entahlah. Ya sudah, Bora pasti akan cerita padaku jika dia mau.

Tentu saja kubantu ia membersihkan apapun yang bisa dibersihkan, sampai energi kami rasanya dikuras hingga batasnya.

Setelah semua dirasa beres, selepas mencuci tangan, kami duduk di atas sebuah bangku kotak kayu di sudut pekarangan, ditemani pemandangan jilatan api dari dalam drum sampah yang masih membara disana. Lalu, tercium aroma daun kering dibawa angin siang menjelang sore.

Benar-benar vibes desa. It's calming somehow.

Melepas lelah, kami menyelonjorkan kaki sambil menyantap dakgangjeong bersama sisa Americano yang sudah tidak dingin lagi.

"Jihyun belum dateng juga," desis Bora selagi mengambil sepotong ayam, melirik pintu gerbang rumahnya yang tertutup rapat. Lalu menatapku, sambil gigit bibir bawahnya. Rambutnya sedang disanggul tinggi dengan jepitan. Imut sekali.

"Joshua.. jujur, tadi aku nggak serius nyuruh Joshua ngepel lantai rumah. Cuma bercanda aja. Maaf. Sekarang, malah dibikin kelaperan pula."

And that kinds of guilty expression make her a hundred times even cuter.

"It's fine. Ini kan lagi makan ayam, enak pula," balasku, sebelum melahap satu potong ayam sekaligus. Not gonna lie, this is the best seasoned chicken I've ever eat in this country. Mungkin efek lapar juga.

Mata kecilnya membulat. Mendadak antusias. "Joshua suka? Ayo kita beli lagi nanti buat dibawa pulang."

"Sure."

Kusantap ayamku selagi menyaksikan Bora melahap ayamnya. Kalau makan, mulutnya selalu penuh. Pipinya jadi menggelembung, mirip tupai. Meski mengunyah cepat, tata cara makannya rapi sekali. Dia langsung sadar saat mulutnya belepotan saus dan tidak memberiku kesempatan untuk mengusap secuil saus itu dengan jemariku seperti adegan klise drama romantis.

Jeez, what did I expect? pikiranku mulai konyol.

"Pasar Junggang memang fishery market, tapi dakgangjeong-nya ini populer banget," cetus Bora selagi menyumpit sepotong ayam lagi. "Selama di Seoul, aku nggak pernah nemu dakgangjeong yang rasanya mirip ini."

Kepalaku manggut-manggut saja menyimak gadisku yang kemudian antusias menceritakan kenangannya dengan dakgangjeong dari Pasar Junggang. Ayahnya selalu beli makanan ini setiap akhir pekan. Karena akrab dengan penjualnya, beliau sering dapat ekstra. Dia dan Sangkyun yang masih lebih pendek darinya, akan menunggu sang Ayah pulang kerja di depan gerbang, dan berjingkrak kegirangan karena Ayahnya selalu menepati jadwal dakgangjeong-nya setiap pekan.

Binar matanya terang-redup selama menuturkan cerita. Aku bisa merasakan bahwa kenangan yang terdengar biasa itu tampak begitu spesial bagi Song Bora. She must have miss her father right now.

Tiba-tiba ia berhenti cerita. Melahap sepotong ayam dan membiarkan decap mulutnya mengisi kebuntuan percakapan diantara kami.

"OK, maaf. Aku.. jauh-jauh ngajak Joshua kesini bukan cuma mau cerita tentang ayam. Ah, aku kebawa suasana," lirihnya, menaruh sumpit di dalam kotak dan segera menyelesaikan kunyahannya. Pandangannya beralih menatap kobaran api yang mulai mereda.

I DESERVE UWhere stories live. Discover now