Surat

8 5 2
                                    

Salam semuanya. Nama ku Khal Zirba. Putra dari Duke Korney dan Duchess Nyuri. tapi itu bukan sebuah masalah karena aku akan menceritakan kisah ku kepada kalian semua.

Dua tahun lalu, saat aku masih seorang remaja berusia 15 tahun. Aku dan keluargaku sarapan di pagi yang indah. Aku memiliki perasaan spesial di pagi itu. Aku tahu jika aku harus mengambil kesempatan hidup dan bertekad untuk mewujudkan semua impianku. Seperti yang Eleanor Roosevelt katakan bahwa: "Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada keindahan impian mereka."


Kami makan dan mendiskusikan tentang planet, tugas, dan masa depan keluarga kami. Percakapan terus berlanjut, aku tidak bisa menahan kekhawatiran terhadap ayahku. Aku pun tahu jika keputusanku akan memiliki konsekuensi yang berpengaruh besar, dan ayahku pasti tidak akan diam saja, karena itu aku tidak boleh membuat kesalahan sedikitpun.


"Khal, anakku, apakah kau sudah mendapatkan surat dari ratu?" Ayahku bertanya sambil melirikku, menungguku menjawab pertanyaannya.

"Belum, ayah," ujarku dengan tenang.

"Bagaimana bisa? Putra Goles sudah menerima surat dari ratu." bentak ibuku. Dia berhenti mengunyah dan menatap ayahku bingung dan perasaan kesal.

"Wah, bagus sekali. Lalu apa hasilnya?" Mata Rex melotot sambil tersenyum. "Biar ku tebak, pasti nilainya rendah." ejeknya. Ibuku menghela napasnya yang panjang sambil melihatku dan Rex.

"Aku benci mengatakan ini, tetapi dia masuk sepuluh besar dalam skor tertinggi. Semoga dia tidak terpilih." keluh Ibu.

"Tenang, duchess. Kita tahu bahwa Khal kita ini adalah pejuang muda yang hebat digalaksi ini. Tidak ada yang akan mengalahkannya semudah itu." puji Rex, untuk menghibur ibu. Aku menatapnya dengan puas dan tersenyum. Ekspresi ku diperhatikan oleh ayah, yang menatap ku dengan wajah tegasnya.

"Jangan merasa percaya diri dahulu, Khal. Kau tidak tahu semua potensi lawan mu, jadi kau harus selalu waspada, cermat, dan berpikir dengan bijak." Ayahku melanjutkan. Aku hanya menganggukkan kepalaku dengan bibirku yang melengkung ke bawah.

Keheningan datang sejenak, setelah menghabiskan sarapan, kami kembali ke tugas masing-masing, dan aku memutuskan pergi ke kamarku untuk beristirahat sebentar. Mengapa ayah selalu bicara seperti itu? Apa aku tidak cukup baik untuknya? Seolah dia tidak percaya kepadaku saja? 

Aku memikirkan perkataan ayahku tadi; tubuhku langsung jatuh ke tempat tidur. Mengambil bantal dan menutupi wajahku sambil menggeram. Aku merasakan angin laut yang segar menerpa rambutku, membuatnya menari tak tentu arah. Mataku terpejam perlahan dengan sendirinya, sampai aku mendengar suara ketukan di pintu.

"Tuanku, saya minta maaf karena mengganggu Anda, tetapi saya punya sesuatu untuk diberikan." Aku melangkah ke pintu dan membukanya. Berhadapan dengan salah satu pengawal kami yang menyeringai, dia menyerahkan sebuah amplop kecil berornamen kepadaku. Aku memperhatikan amplop itu dengan rasa penasaran.

"Tidak, Kau tidak mengganggu. Surat dari siapa ini?" tanyaku sambil mengambil surat itu.

"Surat dari ratu, Tuan. Aku berdoa agar Anda mendapatkan nilai yang bagus."

"Terima kasih, kau boleh pergi." Aku mengangguk, dia membungkukkan tubuhnya dan berjalan pergi.

Aku membuka surat itu dan membaca setiap kalimat dengan serius. Di tengah surat itu ada tulisan yang ku harapkan. Dengan gembira, aku bergegas berlari ke kamar pribadi orang tua ku. Hampir terjatuh karena kecepatanku berlari. Tanpa kusadari, aku menabrak seseorang. Aku mendongkakkan kepalaku untuk meminta maaf, terlihat seringaian gila Rex. Aku membalas ekspresinya dan segera bangkit dari lantai.

"Rex!" Aku menjerit.

"Kau terlihat sangat gembira; Apa yang terjadi? Biar kutebak..." katanya. "Kau sudah mendapatkan surat dari ratu dan ternominasi, dan kemudian kau masuk dalam tiga besar. Apakah aku benar atau tepat?" Rex menggoda. Aku hanya tertawa dan menganggukkan kepalaku dengan cepat.

"Ya, benar sekali. tetapi bagaimana kau bisa tahu?" Aku menanyainya dengan ekspresi curiga tergambar diwajahku.

"Yah... mungkin saja aku tidak sengaja membuka dan membacanya tadi." ledek Rex, menatapku sambil menyeringai. Dia benar-benar gila, pikirku. "Sana, beri tahu orang tuamu; Aku yakin mereka akan senang. Terutama ibumu." Dia bersorak, menepuk pundakku dan berjalan menjauh dariku. Aku mengangguk, dan mulutku membentuk senyuman.

"Jangan lupa jika kita akan latihan lagi nanti!" Aku berteriak padanya dan berlari.

Aku berhenti berlari dan berdiri di depan pintu. Detak jantungku berdebar kencang sekali karena aku takut dengan reaksi ayahku. Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Tuhan kasihanilah aku; Aku berharap setidaknya dia tersenyum kepadaku. Aku berdoa dalam hati. Akhirnya, aku mengetuk pintu dan masuk; ketika aku melihat ke depan, mereka sudah melihatku dan mengangkat alis mereka.

"Khal, apakah kau ingin memberi tahu kami sesuatu, atau apa kau akan berdiri di sana sepanjang hari, Nak?" Ibuku meledek, beberapa kerutan muncul di sudut matanya. Pasti dia bisa merasakan kegembiraan dan kegugupanku.

Keningku mulai berkeringat, aku menghela napas sesekali. "Ya benar, a-aku ingin memberitahukan sesuatu..."

"Aku sudah mendapat surat dari ratu. Aku berada di peringkat tiga teratas dari skor tertinggi untuk saat ini." kataku perlahan, sambil menatap mereka secara bergantian berharap kegugupanku tidak terlihat jelas. "Dan ratu ingin aku pergi ke Planet Luporr untuk tugas selanjutnya. Aku memohon persetujuan dari kalian."

Ayahku berdiri dari kursinya, kaki ku sedikit gemetaran lalu aku melihat ke lantai sambil berdoa. Tiba-tiba, tangan ayah berada di pundakku. Aku tersentak lalu melihat senyuman kecil tergambar di wajahnya.

"Aku menyetujuimu, anakku. Semoga berhasil." Dia menepuk pundakku beberapa kali dengan lembut. Aku tersenyum dan menatap ibuku, yang ikut tersenyum karena melihat ekspresiku.

"Ayo, Ibu akan membantumu untuk mempersiapkan barang-barangmu." Ibu bergumam, aku mengangguk dan memeluk ibuku.

"Terima kasih, terima kasih banyak."

The FalldownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang