Chapter 9

30 4 10
                                    

Bersamaan dengan aku yang baru tiba di hadapan Kak Rayyan, perempuan yang sedang bersamanya tadi sudah masuk lebih dulu ke dalam mobil, bahkan sebelum aku melihat wajahnya.

"Perempuan tadi siapa?" Wajar kan, jika aku menanyakan hal itu pada lelaki yang statusnya adalah calon suamiku?

"Salah satu karyawan di kantor. Kamu kenapa bisa ada di sini?"

Entah perasaanku atau memang benar Kak Rayyan tampak mengalihkan topik dengan langsung menanyakan keberadaanku di sini, tanpa memberiku jeda untuk kembali bertanya lebih tentang perempuan yang ada di dalam mobilnya.

"Habis beli Dimsum pesanan bunda. Kak Rayyan sendiri kenapa bisa ada di sini?"

"Sama. Saya juga habis beli Dimsum."

Padahal lokasi toko dimsum ini bisa dibilang jauh dari kantor Kak Rayyan. Namun, kenapa dia bisa menyempatkan datang ke sini jauh-jauh kalau dia sedang sibuk-sibuknya?

Padahal salah satu pesanku mengatakan jika aku ingin bertemu dengannya di kafe yang berada di seberang kantor. Dan jawabannya waktu itu masih sangat aku ingat. Kak Rayyan mengatakan jika keluar pun dia tidak bisa karena saking sibuknya dengan pekerjaannya.

"Malika. Hei ...."

"Ya?" Sepertinya tanpa sadar aku melamun.

"Jangan biasain melamun. Saya sudah sering lihat kamu seperti ini. Kamu yang suka melamun begini bisa membahayakan diri kamu sendiri."

"Bisa minta waktu Kak Rayyan sebentar? Tidak lama, kok. Ada sesuatu yang ingin saya bahas." Aku tidak berharap banyak, melihat jika waktu lunch hampir habis, yang menandakan jika sebentar lagi Kak Rayyan sudah harus kembali bekerja.

"Maaf Malika, saat ini ...."

Aku mengangguk beberapa kali dan langsung memotong ucapan Kak Rayyan. "Tidak apa-apa. Kalau begitu saya duluan. Assalamualaikum."

Setelah itu aku langsung berbalik meninggalkan Kak Rayyan dengan kekecewaan yang kembali bertambah. Bukannya cengeng, tapi hatiku yang terasa sesak membuat aku rasanya ingin menangis.

"Malika."

Aku sontak menghentikan langkah saat mendengar Kak Rayyan memanggilku. Saat berbalik aku hanya diam menatapnya, menunggu dia kembali berbicara.

"Besok jam makan siang, kita ketemu di kafe depan kantor bagaimana? Besok saya akan suruh Pak Dito untuk jemput kamu di sekolah."

Aku hanya mengangguk tanpa mengatakan apa pun.

"Be care full. Kalau sudah sampai di rumah kabari saya."

Sekali lagi aku mengangguk, lalu benar-benar pergi dari sana. Jangan kalian pikir setelah mendengar ajakan Kak Rayyan tadi, aku seketika lupa dengan rasa kecewa yang sudah dia beri. Tidak semudah itu. Namun di sisi lain aku juga merasa bersyukur karena akhirnya Kak Rayyan ada waktu untuk berbicara denganku. Setidaknya masih ada dua hari lagi untuk aku menenangkan hati yang terlanjur kecewa ini sebelum nantinya aku kembali bertemu dengannya.

Ternyata saat tiba di taxi, ternyata Pak Setya sudah menungguku. Katanya dia sempat mencariku dan berpikir jika aku sudah pergi, tapi untung saja dia melihat dimsum bunda di dalam taxi sehingga dia masih setia menungguku.

Setelah drama agak panjang di parkiran toko dimsum, akhirnya aku benar-benar bisa pulang ke rumah. Aku yakin, bunda juga pasti sudah menungguku, terbukti dengan puluhan pesan yang beliau kirim saat aku membuka ponsel.

Alhamdulillah-nya jalanan tidak semacet biasanya, jadi tidak membutuhkan waktu lama aku sudah tiba di rumah. Seperti amanah yang Kak Rayyan berikan tadi, aku segera mengiriminya pesan jika aku sudah sampai di rumah.

Life Partner (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang