Chapter 3

54 16 82
                                    

Sudah berjalan dua minggu aku menyandang calon istri dari Plan Manager sekaligus anak dari mantan pilot yang sekarang menjadi direktur di sebuah perusahaan ternama di Ibu kota dan juga anak dari kepala sekolah di TK sekaligus pemilik TK yang terelit di Jakarta.

Hampir semua orang tahu kalau Kak Rayyan sudah memiliki calon istri, tapi tidak ada yang tahu jika calonnya adalah aku, kecuali keluarga inti. Itu mengapa semua orang penasaran sampai-sampai beberapa artikel yang baru saja aku baca di internet mengatakan 'Jika calon suaminya saja setampan Pak Rayyan, bagaimana dengan calon istrinya?' atau 'Apa mungkin wajah calon istri Pak Rayyan sangat mengagumkan?'

Aku tidak tahu mereka dapat informasi dari siapa? Mungkin aku juga tidak akan tahu berita ini jika bukan karena Aurel yang memberitahuku tadi pagi. Sebenarnya aku tidak ingin semua orang tahu, karena hal semacam lamaran seharusnya hanya anggota keluarga saja yang mengetahuinya. Sudah cukup kejadian lalu yang membuat aku dan keluargaku malu.

Namun, mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur. Beritanya sudah tersebar luas dan sudah pasti sangat susah untuk menghentikannya.

****

"Aku jadi sangat penasaran. Sebenarnya siapa perempuan beruntung yang bisa menyandang status sebagai calon istri dari Pak Rayyan?" Tidak di internet, di sosmed, di TK pun pembahasan tentang calon istri dari Kak Rayyan selalu saja muncul.

"Memangnya kamu juga tidak penasaran?" Setelah melihat aku hanya menanggapi ucapannya barusan dengan senyuman. Lidia akhirnya menanyakan hal itu.

"Tidak." Aku hanya menggeleng membalas pertanyaan Lidia. Jelas aku tidak penasaran karena aku adalah calon istrinya, hanya saja aku tidak ingin mengatakan yang sebenarnya pada Lidia. Biar saja dia tahu dari undangan yang kami sebar nantinya.

"Lupa, kamu kan orangnya nggak terlalu mau campurin urusan orang lain, ya?"

Ucapan Lidia barusan lebih terdengar seperti penyataan alih-alih pertanyaan. Namun, aku tidak menanggapinya.

"Oh iya, gimana sama Anin? Andrew sudah minta maaf?" Aku berusaha mengalihkan topik ke murid yang habis berantam hari ini agar Lidia berhenti membahas tentang Kak Rayyan.

"Sudah. Dan kamu nggak usah ngalihin topik, deh." Lidia menatapku dengan sinis. "Memangnya kamu beneran nggak tahu calonnya Pak Rayyan itu siapa? Secara, kamu kan deket sama Bu Zahra."

"Dekat bukan berarti aku bebas mengetahui privasi keluarga Bu Zahra, kan?"

"Ya juga, sih."

"Kalau kepenasaran kamu sudah tidak bisa ditahan lagi, sebaiknya kamu tanyakan langsung sama Pak Rayyan atau tidak ke Bu Zahrah." Aku yakin Lidia tidak seberani itu menanyakan kepenasarannya akan calon istri Kak Rayyan ke orangnya langsung, sama tante Zahra pun Lidia juga pasti tidak berani.

"Saranmu oke banget, Ka. Makasih. Tapi, maaf aku lebih baik nunggu undangan dari Bu Zahra daripada ngikutin saran kamu itu."

"Yang pastinya calon istri Pak Rayyan itu cantik karena dia perempuan."

Sahutan yang tiba-tiba itu membuat aku dan Lidia menoleh, ternyata Bu Yuni sedang berdiri di belakang kami dan sepertinya beliau mendengarkan obrolan kami, itu mengapa dia bisa mengatakan hal itu.

"Daripada kalian pusing mikirin calon istrinya Pak Rayyan. Ada baiknya kalau sekarang kalian langsung ke kelas masing-masing, karena bel akan segera berbunyi."

Life Partner (ON GOING)Where stories live. Discover now