"Cinta membuatmu tidak merasakan sakit."

"Iya, terlihat kau sebenarnya telah sakit jiwa tapi kau tidak sadar."

"Cinta membuatmu hilang akal." Ujar Teana lagi.

"Ya kau benar, terlihat pada dirimu seperti tidak memiliki otak." Balas Tian.

Teana mendengus kasar "lihat saja, kau akan seperti ini jika menemukan yang cocok."

"Jika begitu aku harus merebut ayah dari bunda terlebih dahulu? Ayah cinta pertamaku."

"Berbicara denganmu sungguh membuat emosiku terkuras habis, jika aku tidak mengingat dirimu adalah temanku, sejak tadi aku sudah melakukan kekerasan padamu."

Teana pergi dengan perasaan kesal meninggalkan Tian yang dengan tersenyum "sesungguhnya aku ingin merasakan perasaan seperti dirimu dan kekasihmu Teana, hanya saja aku belum menemukannya, semuanya mendekatiku hanya karena aku anak dari pemilik sekolah." Tian duduk pada kursi dan mengeluarkan beberapa buku, "tapi tidak sebodoh Teana juga dalam mencintai." Lirihnya, baginya itu bukan cinta, tapi terlihat hilang akal.

Tian mengikuti kelas tanpa Teana, ternyata anak itu tak kembali, dua jam Tian habiskan menyimak, walaupun tidak ada yang masuk ke dalam otaknya, dia hanya cukup mendengarkan.

Bel pulang berbunyi, Tian pergi membawa tas miliknya dan juga Teana ke luar kelas "mari kita pulang." Cerianya.

Sebelum pergi ke tempat parkir dia terlebih dahulu pergi ke loker, meletakkan tas milik Teana dan berlanjut pulang. Dia pergi ke sekolah menggunakan sepeda listrik, sedikit mencengangkan seorang Tian mau berpanas-panasan.

Mendorong sepedanya ke arah gerbang sekolah, ketika semuanya memilih langsung menggunakan sepeda di halaman sekolah, namun tidak dengan Tian, dia harus sopan.

Sampai di gerbang sekolah, dia melirik ke arah samping "tidak di jemput?"

"Berbicara pada siapa?"

"Apa ada orang lain selain dirimu yang berdiri di gerbang sekolah mirip patung? Aku rasa mataku masih sehat." Balas Tian sedikit kesal.

"Oh, aku berada disini itu artinya aku tidak di jemput."

"Dengan baik hati, seorang Tian menawarkan untuk mengantar seorang Kalandra hingga sampai tujuan." Ceria Tian, langkah kedua darinya dan ini sangatlah menggelikan.

"Berlebihan, dan bagaimana kau tau namaku?" Tanya Kala.

"Kau mengikuti pertukaran siswa, tentu datamu di pajang di mading sekolah."

"Kau memang sangat penasaran padaku? Hahaha, kau menyukai diriku?" Alis Kalandra bergerak naik dan turun.

"Jika aku mengatakan iya aku menyukaimu bagaimana?"

"Kita berpacaran saat ini juga."

Tuan tersenyum tipis "baik, aku menyukaimu, jadilah pihak bawahku."

"Jika begitu aku menolak, aku akan mau menjadi kekasihmu jika kau yang menjadi pihak bawahku, mudah bukan?"

Tian mendengus keras "sialan, sampai kapanpun aku akan menjadi pihak atas." Tian meninggalkan Kalandra dengan sepeda listriknya itu.

Sampai pada rumahnya, dengan tergesa-gesa masuk ke dalam, melempar tas miliknya dan pergi melangkah ke arah dapur, membuka kulkas mencari susu kotak, kebiasaannya memang, setiap pulang dari mana saja, dia akan pergi ke kulkas untuk meminum satu buah kotak susu.

"Anak yang baik saat pulang sekolah terlebih dahulu menghampiri orang tuanya, lalu putraku ini lebih memilih mencari susu kotaknya." Celetuk seseorang.

Tian berbalik dengan sedotan yang sudah diapit di antara bibirnya itu, membuka mulutnya untuk berbicara "bunda, Tian lelah, jadi Tian mencari susu terlebih dalu."

"Haha." Sang bunda tertawa dengan anggun, menutup mulutnya dengan telapak tangan, "silahkan lanjutkan saja, nanti Tian bantu bunda untuk mengantarkan beberapa makanan—"

"Dimana?" Potong Tian.

Sang bunda berdecak "jangan memotong ucapan jika tidak tau, kau mengerti Tian?"

Tian mengangguk "iya."

"Antarkan makanan yang berada di meja makan pada rumah sebelah."

Dahi Tian mengerut bingung "rumahnya sudah ada yang menyewa?"

Bunda menggeleng "tidak, antarkan saja nanti kau akan tau."

Menurut saja tanpa bertanya lagi, sebelum mengantarkan makanannya, dia terlebih dahulu membersihkan tubuhnya, mengganti seragam sekolahnya, bundanya akan marah jika melihat seragamnya kotor.

Bersambung...

KalandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang