BAB 4 PART 2: Hujan yang Menghapus Bintang

57 21 2
                                    

Tanpa sadar, Galuh tak mengontrol suaranya, ia berbicara dengan volume keras. Semua anggota ekskul yang ada di aula mendengar perkataannya. Mereka bertanya-tanya, siapa Azqeela dan apa hubungannya dengan si cupu Arrassya.

Mendengar Galuh menyebut nama Azqeela membuat Rassya panik. Pikiran negatif menyelimutinya. Ia tak akan memaafkan dirinya sendiri jika sesuatu terjadi pada Azqeela.

"Azqeela kenapa?" tanya Rassya dengan suara tak kalah kerasnya.

"Dia... Dia gak mau keluar dari lapangan. Padahal hujan deras," terang Galuh.

Azqeela dan hujan adalah dua unsur yang tidak bisa menyatu. Rassya tahu persis reaksi Azqeela jika langit menurunkan hujan deras.

Rassya berlari menuju lapangan. Ia terus bergumam di dalam hati, "Qeel tunggu gue! Gue gak akan ngebiarin lo ketakutan sendirian!"

Beberapa panitia terlihat masih berupaya membujuk Azqeela. Namun Qeela semakin kehilangan kontrol. Ia histeris saat orang-orang mulai mendekatinya.

Semua mata beralih menyoroti Rassya dan Galuh yang berlari tak karuan. Koridor dipenuhi oleh para peserta, membuat Rassya dan Galuh kesulitan melewatinya. Melihat kondisi sesaknya koridor, membuat Rassya semakin khawatir pada Qeela. Azqeela menjadi tontonan semua orang. Semua orang akan tahu jika Azqeela takut pada hujan.

"Kak, ini Rassya yang kenal sama Azqeela!" teriak Galuh memberi kode.

Panitia membuka jalan. Meminta peserta MOS untuk memberi jalan, "Dek, mundur dulu ya!"

Dengan bantuan panitia yang mengamankan jalan, Rassya langsung melesat berlari. Kini ia tepat berada di hadapan Ketua OSIS. Rassya tidak terima Azqeela menjadi tontonan. Seolah-olah Ketua OSIS sedang memberikan atraksi gratis kepada para peserta. Mengapa ketua OSIS, ketua pelaksana, atau salah satu panitia tidak terbesit untuk mengarahkan para peserta ke kelas masing-masing. Sehingga Azqeela tidak menjadi tontonan. Azqeela sudah ketakutan di tengah lapangan, dan bertambah dengan rasa malu.

Meski ketua OSIS itu adalah kakak kelasnya, dengan lantang ia berkata, "Woy ketua OSIS! Kenapa lo ngebiarin peserta ke hujanan? Lo mau tanggung jawab kalau dia kenapa-napa? Lo pikir Azqeela itu gajah sirkus yang pantes buat dijadiin tontonan semua orang? Lo bakal abis ya sama gue kalau Azqeela kenapa-napa! Sekarang lo suruh semua peserta masuk kelas! Terus siapin handuk, selimut, jaket, baju ganti, atau apalah yang bisa ngangetin badannya Azqeela!"

Tanpa bersuara, ketua OSIS hanya menatap Rassya keheranan. Antara malu, kesal, dan marah bercampur aduk menyatu menguasai perasaannya. Untuk pertama kalinya, sepanjang sejarah ketua OSIS SMA Siliwangi, ada bocah yang baru saja naik kelas sebelas berani memaki ketua OSIS di hadapan peserta MOS. Kejadian itu sudah membuat ia kehilangan harga dirinya.

"Kenapa diem aja? Sekarang juga ikutin mau gue, SEKARANG! CEPAT!!!!" amarah Rassya sudah tak bisa terbendung lagi, sama derasnya dengan hujan yang tak henti mengguyur Azqeela.

Ketua OSIS berlari meninggalkan Rassya, diikuti oleh beberapa panitia. Sepertinya mereka menuju ruang UKS. Ketua pelaksana mengarahkan kakak-kakak pembimbing untuk mengkondisikan para peserta. Suasana semakin gaduh. Panitia meminta peserta masuk ke kelas, tetapi peserta enggan karena penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka memang menjadikan ketakutan Azqeela pada hujan menjadi sebuah tontonan.

Rassya berlari ke lapangan, mendekati Azqeela yang masih saja menekuk lututnya. Ia terus menyembunyikan wajahnya. Tak mau menatap langit yang seolah sedang meneriaki dirinya.

Perlahan, Rassya menepuk pundak Azqeela. Tak ada bedanya dengan pembujuk sebelumnya, Azqeela langsung berteriak, "Pergi! Pergi!"

Rassya menarik napas panjang. Terhenti sejenak. Mencari celah agar Qeela mau mendengarkannya.

"Qeel? Ini gue Rassya," kata Rassya perlahan.

Qeela tak merespons. Setidaknya ia tak membalas dengan teriakan lagi.

"Qeela? Jangan takut ya! Ini gue ada sama lo! Tenang ya?" bujuk Rassya lagi.

Tak perlu menunggu lama, Azqeela menjawab dengan suara yang parau, "Sya? Gue takut. Gue benci hujan. Hujan yang menghapus Bintang. Hujan merenggut Bintang."

Rassya mendekat. Duduk di samping Azqeela. Matanya tak sedikit pun berpaling memperhatikan Azqeela.

"Qeel, jangan takut. Gue ada di sini, buat lo!"

Perlahan, Rassya mendekap Azqeela. Meraba kening Azqeela. Dingin sudah menjalar pada sekujur tubuhnya. Tak ada waktu lagi, Rassya harus segera berhasil membawa Qeela meninggalkan lapangan.

"Qeel?" tanya Rassya.

Qeela tak kunjung menjawab.

Ada yang aneh dengan Qeela. Tubuhnya melemah. Rassya merasakan itu. Perlahan, Qeela kehilangan keseimbangannya. Matanya terpejam.

Menyadari itu, Rassya langsung meraih tubuh Azqeela. Mendekapnya, menggendongnya. Ia terus berdoa untuk keselamatan Azqeela. Kecemasan menguasai pikirannya.

Di samping lapangan, Galuh dan beberapa panitia sudah bersiap dengan tandu dan peralatan medis seadanya. Mereka akan langsung membawa Azqeela ke klinik terdekat.

***

Bintang untuk Qeela (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now