14. Trik Musuh dan Dua Orang Konyol

Start from the beginning
                                    

Kami sudah melewati toilet laki-laki, tapi tidak ada jejak Seungbin di sana. Kami sudah melewati kantin sekolah, tapi tidak muncul batang hidung pemuda dingin itu. Lalu kami sudah melewati perpustakaan, kakak laki-laki Yeonji itu tak pula terlihat.

Hingga Namhyuck langsung mengganti pencarian ke lantai bawah. Begitu kami menuruni anak tangga, sebuah suara menginterupsi pergerakan. Kaki-kaki seketika dibuat membeku dan dalam hati memohon-mohon bukan guru yang menangkap basah.

Saat menoleh ke sumber suara ternyata ada sesuatu di balik tangga. Begitu mencuat kepala sedikit ke pegangan tangga, terdapat dua presensi remaja laki-laki sedang berhadap-hadapan di lantai bawah.

Dari atas sini, kedua netra lantas melotot saat memperhatikan betul sesosok itu tengah mencengkeram kerah kemeja orang yang ada di hadapannya.

"Jihye, bukankah itu Han Seungbin! Apa dia bersama—" Namhyuck terjerit pelan di sebelahku setelah menyadari hal itu. Sontak, aku langsung menempelkan telunjuk ke mulutnya.

     "Stttt. Diam. Nanti kedengaran," desisku. Asumsiku ini bisa jadi petunjuk perubahan sikapnya, jadi aku memilih untuk diam menguntit dari balik tangga.

     Beberapa saat kemudian, laki-laki yang dicengkeram kerah kemejanya lantas terkekeh. "Oh, Seungbin yang malang."

     Seungbin mengeratkan cengkeramannya, mendorong pemuda itu hingga membentur dinding di belakangnya. Dia mengerang tak karuan sampai membuat korbannya semakin terkekeh renyah.

     "Katakan padaku, Choi Ilkwon. Kenapa kau memberitahu hal itu pada ayahku?" tekannya dengan nada mengancam. Sementara pemuda itu tidak bereaksi sama sekali, justru dia terlihat santai dan tersenyum penuh kemenangan, mungkin karena berhasil membuat Seungbin terpojokkan.

     "Hmm, tak ada alasan khusus sebenarnya. Kami tak sengaja bertemu di sebuah mini market kemarin," jawab pemuda itu enteng.

    Mendengar itu, Seungbin justru mengerang lalu menghentakkan tubuh pemuda itu cukup keras ke dinding.

     "Dan kau tahu? Aku bilang pada Paman Han bahwa anaknya yang telah mendedikasikan diri hidup jadi berandal jalanan kini berakhir ditonjok oleh boss-nya hanya gara-gara kalah taruhan," cerca pemuda itu sambil mendecak-decakkan lidahnya miris.

"Apa yang kau bilang pada ayahku?!" geram Seungbin sembari mendekatkan wajahnya ke arah pemuda tersebut. Seolah-olah dia hendak menuntut jawaban. Dia masih tetap mencengkeram Ilkwon dan terlihat tangan satunya sudah terkepal.

Entah kenapa perasaanku mulai tidak enak menyaksikan ini. Di sebelahku Namhyuck tampak begitu merinding. Sepertinya dia merasakan hal yang sama.

     "Kau pekak ya? Aku bilang, kau adalah bajing sakit. O ... Oh sepertinya setelah Paman Han tahu dari mana bekas luka itu mungkin beliau memarahimu bahkan tidak akan menganggapmu anaknya lagi." Pemuda itu mengatakannya sembari memasang wajah mengiba palsu, lalu tersenyum.

     "Sialan kau Ilkwon!" hardik Seungbin.

     Tiba-tiba, salah satu kepalan tangannya melayang hendak meluncur menuju wajah sang korban. Namun, aksi itu tidak diteruskan hingga kepalan tangan itu masih mengambang tepat di samping kepalanya.

     "Hei. Kenapa berhenti? Lakukan saja."

Seungbin lantas bergeming di tempat sementara Ilkwon menyeringai dengan puas.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

- Seungbin

"Seungbin, Appa minta kau berhenti berbuat macam-macam. Apalagi mempertaruhkan dirimu demi sesuatu yang tak seharusnya kau lakukan!"

Perkataaan Ayah melintas begitu saja di benakku. Kepalan tangan yang ingin ku layangkan tepat di wajah si berengsek ini justru terhenti. Aku tak ingin berada dalam masalah lagi. Ini sudah cukup. Jadi aku memilih menjatuhkan perlahan kepalan tanganku kemudian menghela napas pelan.

"Hei. Kenapa berhenti? Lakukan saja," ujarnya sambil menyeringai padaku.

Setelah berpikir jernih, aku mulai mengerti kalau inilah yang diinginkan Choi Ilkwon. Dia mau memanipulasiku dengan licik dan memojokkanku ke dalam masalah baru.

Sial, kesabaranku tadi hampir habis setelah mengetahui bahwa dia sudah membeberkan rahasia itu pada Ayah. Karena aku terlalu gegabah menghadang jalannya, aku tak sempat memikirkan bagaimana efeknya kepadaku.

Cengkeraman pada kerah kemejanya perlahan kulepas dengan enggan. Lalu mundur beberapa langkah agak jauh darinya, hal itu justru membuat raut wajah Ilkwon berubah syok hingga mulutnya ternganga.

"Tak ada gunanya aku melakukan ini padamu. Kalau aku melakukannya kau akan semakin memperdayaku."

Dia bergeming dengan keheranan. Akhirnya aku bisa membaca semua rencananya. Kali ini aku tidak akan bisa tertipu lagi oleh trik-triknya yang murahan.

"Dan terima kasih sudah memberi tahu rahasiaku pada ayahku, kurasa bebanku jadi berkurang berkat jasamu yang begitu mulia," ledekku dengan begitu terkesan. Dia lagi-lagi hanya bisa terdiam.

Mampus! Apa yang bisa kau lakukan sekarang, berengsek?!

"Apa-apaan ini!" seru Ilkwon agak terkejut.

Dari awal aku tidak tahu darimana dia mendapat informasi tentangku. Namun, aku pernah mendengar dari beberapa anggota geng motor bahwa ada seorang penguntit yang berasal dari sekolahku, berusaha mengintip dan menguping pembicaraan geng motor kami. Dan asumsiku ternyata benar bahwa Ilkwon lah yang dimaksud mereka.

"Permainanmu sudah selesai, Ilkwon. Lagipula aku sudah dikeluarkan dari geng motor. Jadi selamat tinggal."

Aku mengungkapkannya dengan getir lalu beranjak pergi menuju ke arah tangga. Hingga kudengar dari belakang dia berteriak.

"Apa itu artinya kau mendengarkan keinginanku? Kita masih berteman kan?!"

Langkahku tidak goyah untuk berhenti apalagi terasa enggan untuk berbalik badan. Sambil berjalan meninggalkannya aku berkata kelampau santai, "Tidak. Lebih baik kau cari teman yang lain saja."

Setelahnya aku bisa mendengar dia meringis histeris hingga tanpa sadar membuatku tertawa pelan. Begitu aku mencapai anak tangga dan mulai menaikinya, tatapanku jatuh pada empat mata yang berada dari atas sana.

Gadis di sebelah pemuda tambun itu menyengir aneh lalu menyapaku begitu lirih, "Annyeong, Seungbin."

Sedangkan pemuda tambun itu menambahkan dengan cengengesan, "Kami dari tadi sedang mencarimu!"

"Aish, jinjja! (ah sungguh!)" lirihku kesal.

Di saat bersamaan bel sekolah pun berbunyi. Jangan bilang mereka berdua hanya menunggu sambil menguping pembicaraan dari tadi. Paling tidak mereka bisa kan menungguku di kelas tanpa repot-repot mencariku? Aku benar-benar tak percaya dua orang konyol ini betulan jadi sepupu dan teman dekatku.

 Paling tidak mereka bisa kan menungguku di kelas tanpa repot-repot mencariku? Aku benar-benar tak percaya dua orang konyol ini betulan jadi sepupu dan teman dekatku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lupa untuk menekan tombol [⭐️] bintang sebelum bergulir bab ya?

Copyright ©2023 - Mey Nadd

We Come And GoWhere stories live. Discover now