Bab 22 - Bukan Sulap Bukan Sihir

1.3K 171 9
                                    

Pernyataan Kaveh sangat jelas. Pria itu tidak menginginkan keabadian dan itu sangat bertolak belakang pada apa yang telah dialami Alhaitham.

Karena itu adalah perkara besar, Alhaitham tidak bisa memaksa Kaveh. Ia pun tidak tahu nantinya akan ia respon bagaimana keputusan sang pasangan.

Keduanya sama-sama tak tahu harus membawa ke mana pembicaraan hari itu dan kompak memutuskan untuk mengabaikannya terlebih dahulu. Mereka pun fokus pada rencana jangka pendek mereka dan kembali ke perkemahan.

Dalam satu lambaian tangan, gelembung sihir yang Alhaitham ciptakan menghilang dan perlahan ada gerakan dari dalam setiap tenda.

Alhaitham dan Kaveh duduk di samping api unggun seolah tidak ada yang terjadi semalam. Mereka merenungkan persoalan mereka dan jadi terdiam seribu bahasa.

Tak lama kemudian, Kaeya keluar dari tenda. Ia meregangkan ototnya dan terdisorientasi dengan lingkungannya. "Selamat malam, Kaveh, Alhaitham. Hari yang panjang. Aku merasa seolah baru saja tidur seharian."

Alhaitham dan Kaveh tidak menjawab sapaan Kaeya sehingga pemuda Mondstadt itu menyimpulkan kalau pasangan itu jatuh dalam pertengkaran lainnya.

"Ah, aku sangat lapar. Apa kare daging kita masih ada?" Kaeya beranjak ke api unggun untuk mengecek panci kare dan mendapati itu semua sudah busuk. "Wah, kita harus memasak lagi sepertinya."

Karena Kaeya kini begitu dekat dengan tempat Kaveh duduk, arsitek itu tersontak. "Hah? Apa?"

Kaeya tersenyum. "Aku hanya berkata karenya busuk."

"Wah, kalau begitu kita harus masak lagi," ujar Kaveh panik.

"Itulah yang kukatakan."

Untuk mendistraksi pikirannya, Kaveh pun beranjak dari api unggun dan mulai menyiapkan makan malam. Ia mengambil daging kalengan di bagasi mobil dan memotong beberapa kentang untuk menambah karbohidrat di perut.

Selagi Kaveh mengupas kulit kentang, Kaeya yang menyiapkan piring pun berkata, "Khaj-Nisut sangat indah, ya. Aku penasaran bagaimana istana itu melayang di atas jurang tanpa pondasi."

Kaveh seketika menjatuhkan kentangnya karena terkejut. "Ka-kau bilang apa?"

"Khaj-Nisut. Istana Raja Deshret di belakanh kita. Semalam kita bersama-sama mendiskusikan mekanisme apa yang menyebabkan istana itu melayang, tapi kita tidak menemukan jawabannya."

Kaveh membeku. Ia perlahan memutar tubuhnya untuk melihat Khaj-Nisut yang sepertinya lupa Alhaitham sembunyikan lagi setelah pesta mereka semalam.

Kaveh dengan gugup bertanya, "Se-sejak kapan kau bisa melihat Khaj-Nisut?"

"Apa?" Kaeya tertawa. "Kau ini bicara apa? Khaj-Nisut sudah berdiri selama ribuan tahun di Eye of The Sands. Kau menunjukkan pada semua orang di rapat awal kita di Akademiya dan membuatku melihatnya di sana."

"...."

Kaveh tidak mengerti. Ia buru-buru meninggalkan kentangnya dan pergi menghampiri Alhaitham yang sedang mendidihkan air untuk menyeduh teh susu.

Kaveh seketika menarik Alhaitham dan berbisik panik. "Apa yang kau lakukan? Mengapa kau tidak menyembunyikan Khaj-Nisut?"

"Aku sengaja. Dengan begitu kau akan lebih mudah memugar tempat ini," ujar Alhaitham dengan santai.

"Apa?! Lalu bagaimana menjelaskannya pada yang lain?"

Alhaitham menoleh ke arah Kaeya sejenak dan bertanya, "Apa Kaeya mempertanyakan istana yang tiba-tiba ada dalam semalam?"

"Tidak."

"Apa Kaeya mempertanyakan jurang yang tiba-tiba menjadi sungai?"

"Tidak juga."

Your Professor is Mine [Haikaveh]Where stories live. Discover now