[0.4] Agreement

29 6 0
                                    

Jarum jam berdetak perlahan, benda mati itu seolah telah menjadi pusat perhatian. Para murid memerhatikan jam terus menerus ditemani oleh seorang guru yang masih asik menerangkan meski sudah waktunya pulang. Entah mengapa hati mereka berbisik "please siapa aja bilang ke ibunya kalau jam pelajarannya udah habis!", angka-angka yang terpapar di papan tulis nyatanya hanya membuat otak mereka berasap.

Meski guru tersebut terciduk korupsi waktu, namun Juna masih terperangkap dalam lamunan yang terus membayangkan kejadian setelah olahraga tadi. Matanya fokus keluar jendela dengan tangan yang menompang dagu, hal ini menarik perhatian guru matematika yang sedang menjelaskan. Dengan sedikit ancang-ancang sebuah spidol telah melayang tepat ke dahi Juna, ia tersungkur ke belakang dan terbangun dari lamunannya.

Juna memegang dahinya dan terlihat ada noda hitam ternyata spidol itu dalam keadaan terbuka, teman-temannya memerhatikan Juna hingga muncul cekikikan ketawa dari semua manusia di kelas itu. Guru matematika mengepal tangannya melihat keributan yang terjadi, beliau telah mencapai puncak emosi dan suatu hentakan mengheningkan kelas. Semua mata melihat ke guru tersebut, dengan emosi guru itu telah memukul papan tulis untuk menarik perhatian para murid.

"Lucu? LUCUUU?!?! JAWAAABBB!!!"

Semua murid membisu dan terpatung tanpa suara sedikit'pun, suasana hening di kelas itu rasanya semakin mencekam dengan tatapan tajam dari sang guru. Tanpa pikir panjang Juna mengangkat tangannya, semua murid yang lain tercengang dengan apa yang telah dilakukan Juna.

"Ibu mohon maaf jika saya lancang, tapi sekarang sudah waktunya pulang, coba ibu lihat bahkan waktu pulang sudah berlalu sejak 30 menit yang lalu." Ucap Juna tanpa rasa takut sedikit'pun.

"Jadi maksud kamu, saya yang salah gitu? saya sudah rela-relain datang ke kelas ini demi kalian! dan sekarang sikap seperti ini yang kalian berikan pada saya? benar-benar gak ada sopan santun!"

"Maaf ibu bukan seperti itu yang kami maksud, tapi kami memiliki hak dan ibu memiliki kewajiban, ibu mengajari kami karena itu adalah kewajiban ibu dan memberikan kami waktu pulang itu adalah hak kami, meski ibu berada di atas kami bukan berarti ibu bisa merenggut hak para murid, sekali lagi kami mohon maaf ibu..."

Guru matematika itu merasa malu sekaligus menaruh emosi, tanpa berbincang lagi beliau mengangkatkan kaki dari kelas itu. Teman-temannya menatap Juna tak bergeming, hingga ada salah satu siswa yang berkata "Gue sebut lu pria tampan dan pemberani!" tidak berlangsung lama seluruh manusia bersorak sorai karena guru matematika telah pergi, yaaa setidaknya mereka bisa pulang ke rumah untuk beristirahat.

Dalam waktu 10 menit kelas tersebut telah kosong dari para manusia, Juna masih terduduk di bangkunya dan memikirkan apakah ia mesti menemui orang yang bernama Arya itu atau tidak. Memang dia harus menepati janji, tapi di sisi lain ia takut Arya adalah bawahan ketua geng motor yang sebelumnya. 

Dari sudut matanya muncul seseorang yang sedang mengintip dari balik pintu, Juna spontan berbalik dan bertanya siapa yang ada di sana. Raden dengan wajah polosnya keluar lalu berjalan menghampiri bangku Juna, dengan tangan yang terlipat di dada ditambah wajah yang berusaha untuk tampak serius meski pada akhirnya terlihat sangat lucu.

"Lu ngapain liatin gue? Gue bukan artis yang jadi bahan tontonan!" Ucap Juna yang sedang memasukkan semua buku ke dalam tasnya.

"Dih artis dari selokan lu mah, gue nungguin lu! Cepetan lu lama bet dah kayak kukang!"

"Ya lu sendiri ngapain nungguin gue? gue aja kagak punya janji sama lu!"

"Si Arya yang nyuruh, tapi luka lu kagak apa-apa?"

Putaran mata menandakan kejulidan seorang Juna, ia membawa tasnya denga satu tangan di bahu. Tanpa sepatah katapun ia pergi meninggalkan Raden, dan di sisi lain Raden berpikir bahwa Juna setuju untuk ikut dengannya hingga tanpa rasa malu ia langsung merangkul Juna dari belakang. Juna memejamkan matanya dan menarik kerah baju Raden, ia mendekatkan wajahnya sembari berkata "Denger ya! gue gak ada urusan sama lu!". Hal itu membuat Raden sedikit tersentak, bahkan Juna mendorongnya hingga tersungkur ke lantai.

"Lu kagak percaya sama kita?" Tanya Raden menghentikan langkah Juna.

"Atas alasan apa gue harus percaya sama lu?!"

"Atas semua yang udah lu alami, lu kagak takut dibunuh sama ketua geng itu?"

"Cih jangan sok tau lu!"

Disebabkan tidak ada cara lain, Raden menggenggam tangan Juna dan menariknya pergi menemui Arya. Juna melihat semua ini sebagai tindakan pemaksaan, ia berusaha melepaskan genggaman Raden meski tubuhnya masih terus tergusur. Setelah hampir sampai di gerbang sekolah Juna menggigit tangan Raden, sikapnya sama persis dengan zombie ataukah mungkin mereka kembaran?

"AAAAAHHHH sabar napa woi, sakit bener lu main ngigit! itu Arya ada di depan!"

"Please jangan bawa gue ke masalah lu!"

"Masalah apaan? gue sama Arya kagak punya masalah, paling perihal bubur diaduk atau nggak itu doang!"

Juna menatap pria yang tertidur sambil berdiri tersebut, rasanya seperti manusia jahat penuh dosa. Ia menatap Raden dengan bibir sedikit terangkat, seolah berkata "Apa lu yakin dia orangnya?".  Mereka saling bertatap mata satu sama lain, entah mengapa seperti ada sinyal yang membuat kedua manusia itu saling mengerti tanpa harus berbicara.

Mulut terkunci menahan gelak tawa melihat Arya, penampilannya yang sedikit mencolok memang menarik banyak perhatian, anting menjumbai, tato naga di sekujur lengan, bahkan rambut berwarna merah. Namun, bukan anting ataupun tato yang menarik perhatian melainkan wajah tampan yang sangat menawan. Posisi berdiri dengan tangan terlipat dan sedikit air liur yang mengalir membuat Juna dan Raden merasa jijik sekaligus ngakak.

Juna menunjukan jari telunjuk di depan mulutnya kepada Raden, ia berjalan perlahan sembari membawa setangkai tanaman ekor kucing mendekati pria tersebut. Dengan perlahan ia menggosok tanaman ekor kucing pada telinga Arya, namun nihilnya sama sekali tidak ada reaksi dari Arya.

Juna menunjukan wajah cemburut karena tidak bisa mengagetkan pria itu, Raden mendekati Juna dan berbisik.

"Cara lu salah, mau bangunin nih orang cukup panggil 'bang' aja!" Bisik Raden dengan sedikit isyarat agar Juna mengikuti perintahnya.

"Lu yakin?"

"Yakin seribu persen, gak percaya coba aja!"

Tanpa pikir panjang Juna kembali menghampiri Arya dan mulai mengikuti apa yang diperintahkan oleh Raden, ia sedikit memberikan senyuman sinis sebelum melakukan misinya tersebut. Raden yang mengetahui akibatnya hanya bisa memutar balikan badan agar tidak terkena masalah, bahkan dia memanggil kucing yang tidak jauh dari dirinya untuk bermain bersama.

"Bang?" Ucap Juna sambil menepuk pundak Arya.

"EH MONYET!!!" Teriak Arya dengan memasang ekspresi yang begitu terkejut hingga mengucapkan kalimat yang sangat tidak ramah untuk di dengar.





Note :

Kalo kalian mau liat teaser CLOSER bisa dilihat di ig kita ya...
Name ig : roofless_h0use

CLOSER | TXTWhere stories live. Discover now