PUPUH 10

20 3 0
                                    

Di angkasa nan jauh dari Candi Prambanan dan juga kebisingan teriakan Regina, sosok nan cantik namun masih menaruh dendam dan kekesalan setiap melihat Candi Prambanan ini, menatap dengan sinis seakan ia sudah merencanakan sesuatu namun, apa ? selendangnya berkibar tertiup angin senja yang menyejukkan serta rambut hitam pekatnya ikut tergerai kesana kemari mengikuti alunan lembut angin sore yang menenangkan.

Ia menatap jauh kebawah melihat segala keindahan sore di pulau Jawa yang begitu memanjakan mata serta memberikan banyak kenikmatan tiada tara saat sinat terakhir dari sang Surya bersinar menembus gunung-gunung dan juga Candi Prambanan serta Keraton nya yang sangat indah bagai kilauan berlian ditengah angkasa yang memantulkan cahaya mentari menjadikan siapapun yang menatapnya terhipnotis oleh kilauan nya nan indah. Walaupun Keraton itu begitu indah nan mempesona, tapi sesuatu yang tersembunyi dibalik Keraton serta Candi Prambanan itu jauh lebih besar dan jauh lebih menarik perhatian bagi seluruh orang yang ada disana.

Ia menatap kearah salah satu dayang terpecaya nya, yang bernama Laksmini dan ia sudah tahu bahwa Tuan Putrinya akan segera memberikan titah baru untuk nya, sehingga ia memutuskan untuk menghampirinya seraya tersenyum. Namun, saat Laksmini hendak menghampirinya, hadirlah sosok pria tampan, gagah perkasa tanpa mengenakan baju hanya mengenakan kain batik coklat bermotif mewah dengan topi adat Jawa berhiaskan ukiran emas nan indah. Ia berjalan dengan gagah dan tegas hingga membuat getar setiap langkah yang ia ambil menuju sosok cantik dihadapan nya. Ia membawa gulungan kertas yang terlihat sangat resmi dan khusus dari Keraton nya.

Putri jelita yang ada dihadapan nya sangat tak menyukai kehadiran sosok pria itu, ia kemudian memutuskan untuk menghindarinya, namun sosok pria itu dengan tegas dan keras menarik tangan Putri jelita itu, menahannya untuk tidak pergi dari hadapannya.

"Apa sing bakal kowe amggitake maneh roro? ora sadar ta kepiye kahananku wis sabar banget ngenteni ayahanmu, ngenani lamaranku, ning apa? kowe ora ngayahi blas babar pisan!" Ucapnya sambil menatap tajam Putri Roro dihadapan nya.

Putri Roro dengan kencang melepaskan pegangan tangan sosok laki-laki itu dan menghempasnya, seraya balik menatap tajam seakan menantang kembali laki-laki itu.

"Koen pikir koen sapa? wanine kowe teka mrene sawise kabeh sing moklakoni marang aku!" Bentak Putri Roro dengan suara tegas menahan seluruh amarahnya.

Putri Roro dengan sekuat tenaga berusaha menahan amarahnya karena saat ini, ia sudah sangat ingin berteriak tepat dihadapan laki-laki yang begitu memaksanya, namun sebagaimana seorang Putri dari seorang Prabu, maka baiknya ia menahan seluruh amarah agar tidak serta merta meledak atau bahkan tenggelam oleh emosinya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya perlahan seraya terus menatap tajam sosok laki-laki dihadapan nya itu.

"Koen ora duwe karepan ta malahan kekuwaran gawe ngatur, meksa, utawa mojokake aku, apa koen ora sadae, koen lagi ngomong karo sapa?, aku dewi roro jonggrang, putri tunggal prabu bojo, ora bakal ngayahi pitakonan koen" Ucapnya lagi sambil mendorong sosok itu dan ia berbalik tubuh hendak pergi darinya, namun tangan nya kembali ditangkap oleh laki-laki itu.

"Arep ngendi kowe?! aja nuli mblenjani aku, gage utawa suwe, kowe bakal dadi garwaku, roro jonggrang!" Ucap sosok laki-laki itu seraya menangkap dan menahan tangan Putri Roro agar tak pergi dari hadapan nya.

Putri Roro begitu kesal dan benar-benar ingin menampar nya saat itu juga, namun kali ini ia tak berbalik badan untuk menatap wajah laki-laki yang kini memaksa nya begitu keras untuk menikahinya. Ia tetap membelakangi wajah laki-laki itu dan ia juga melihat beberapa dayangnya tengah berjalan pergi meninggalkan nya menuju ruangan nya seakan tak ingin ikut campur dengan urusan Putri Roro dan laki-laki itu.

"Garwamu? garwa jare koen? raden, ora sadar ta koen, karo apa sing mokomongke pungkasan? yagene aku isa dadi garwamu, yen aku wae moh ngladeni lamaranmu, apa kowe saiki wis isa mimpi ing rina kaya ngene ?!" Jawab Putri Roro dengan suara meledek nya namun tak menatapnya wajah Raden Bandung sedikitpun.

Raden Bandung tampak tak suka dengan apa yang dilakukan oleh Putri Roro saat ini, termasuk dengan cara ia menjawab atau bahkan memperlakukan nya sebagai sosok seorang Raden atau Pangeran yang seharusnya di hormati. Ia menarik nafas panjang dan menghela seluruh rasa kesalnya, namun ia tetap menahan tangan lembut Putri Roro yang berada di pegangan nya. Ia mengelus nya perlahan berusaha untuk tetap meluluhkan perasaan Putri Roro namun hal itu bukan membuat Putri Roro terkesan menyukai atau bahkan luluh, melainkan membuatnya semakin kesal dan jengkel kepada Raden Bandung. Ia ingin sekali pergi menjauh, sejauh yang ia bisa dari Raden Bandung namun, pertanyaan nya adalah.. kemana ? kepada siapa ?

"Ora peduli kepiye iku, lali ta kowe yen aku nyimpen sawijining sing aku nyata temeni, dadi pasemon/pralambang pakurmatan gawe sawijining putri, kayak kowe?" Ucap Raden Bandung yang dimana kata-kata ini membuat Putri Roro memegangi kepalanya seaka...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ora peduli kepiye iku, lali ta kowe yen aku nyimpen sawijining sing aku nyata temeni, dadi pasemon/pralambang pakurmatan gawe sawijining putri, kayak kowe?" Ucap Raden Bandung yang dimana kata-kata ini membuat Putri Roro memegangi kepalanya seakan mencari sesuatu yang memang sudah hilang dari sana. Sebuah perias kepala, yang menjadi lambang nya sebagai sosok seorang Putri Keraton Boko.

Dengan kata-kata itu membuat Putri Roro Jonggrang menarik tangan nya secara paksa dari Raden Bandung dan kini ia berhadapan lagi dengan wajah Raden Bandung, terlihat dari sorot matanya bahwa Putri Roro sudah sangat kesal dan tak tahan dengan segala emosi yang ia rasakan sejak awal hingga saat ini. Ia melihat keringat turun dari wajah Raden Bandung seakan turut menahan emosi seperti yang ia rasakan, namun ia tak dapat membohongi, bahwa saat Raden Bandung berkeringat, ia terlihat jauh lebih tampan dan mempesona. Namun, mau setampan apapun Raden Bandung, rasa benci sudah menguasai hati Putri Roro. Ia dengan tangan terkepal segera menampar wajah Raden Bandung dengan keras, hingga membuat topi nya terlempar dari kepalanya dan membuat rambut panjangnya tergerai ke bahu nya.

"Goroh, kowe goroh, aku lan keratonanku ora bakal karep gawe urip utawa netep ing ngisor kekuwasaan koen, wong goroh!!" Ucap Putri Roro setelah menampar Raden Bandung seraya berjalan meninggalkan nya.

Kali ini, Putri Roro berjalan cepat menghindari Raden Bandung menuju kamarnya, Raden Bandung semakin tak terima dengan perlakuan dari Putri Roro dan dengan cepat ia berjalan mengikuti Putri Roro menuju ruang takhta Keraton Boko, dan mendapati Putri Roro berjalan di pelataran ruang singgasana dengan panik.

"Apa jaremu? wanine, rene, saiki, deleng kekuwatanku Roro!!" Teriak Raden Bandung di ruang takhta yang kini membuat seluruh ruangan itu bergetar.

Kebaya yang dikenakan oleh Putri Roro cukuplah panjang hingga membuat nya harus berjalan lebih cepat untuk menghindari Raden Bandung, namun selendangnya lah yang membuatnya tertangkap oleh Raden Bandung. Saat ia hampir berhasil menghindari Raden Bandung, selendangnya di injak oleh Raden Bandung dan membuat langkahnya tertahan.

Raden Bandung dengan cepat membungkuk dan memegang serta menarik selendang biru yang kenakan oleh Putri Roro dengan cepat. Hal ini membuat Putri Roro terjerembab kebelakang dan membuat ia tertarik kebelakang oleh kekuatan Raden Bandung. Kali ini, Raden Bandung dengan keras menggenggam selendang serta tangan Putri Roro, sangking kerasnya pegangan nya, tangan Putri Roro menjadi merah dan terlihat ia menahan sakit dari cengkraman tangan Raden Bandung yang semakin kencang dan semakin erat setiap ia berusaha melepaskan nya.

Raden Bandung menarik paksa Putri Roro keluar dari ruang singgasana menuju balkon Keraton yang langsung menghadap kearah Candi Prambanan dibawahnya. Tatapan Raden Bandung dengan cepat berubah menjadi penuh kemurkan dan angin senja berubah menjadi berhembus kencang meniupkan rambutnya serta rambut Putri Roro dengan keras kesana kemari.

"Apa jaremu? wanine, rene, saiki, deleng kekuwatanku Roro!" Katanya lagi sambil mencengkram tangan Putri Roro dengan erat dan keras dan sorot matanya penuh rasa kesal dan amarah.

👑PRAMBANAN👑Where stories live. Discover now