Bagian 6

6 1 0
                                    

...

"Hati-hati ayah," kutuntun ayah perlahan menyusuri tangga rumah kami, ayah menggunakan kaki palsu dan sebuah tongkat kruk kecil untuk membantunya menyeimbangkan langkah kakinya.

Setelah sampai mushola kecil di samping rumah kami yang sengaja dibangun ayah untuk kami sholat berjamaah bersama, disana sudah terlihat pakde Dul, Mbok Atik dan mas Arif menunggu didalam mushola.

"Mas Irfan, nduk Abel," pakde Dul mendatangi kami dan membantu ayah duduk dikursi kecil yang memang sudah disiapkan untuk ayahku sholat, beliau menggunakan kursi karna tidak kuat berdiri lama-lama untuk sholat. Kamipun sholat bersama.

Hari ini tidak ada yang istimewa, kami melakukan pekerjaan masing-masing, ayah juga sudah berangkat kekantor bersamar mas Arif.

Mas Arif selain menjadi supir ayah, juga bekerja dikantor ayah, ayah yang menawarinya langsung, sekalian membantu ayah.

Ayah merupakan seorang Direktur Utama di perusahaan kami. Sejak ayah memutuskan keluar dari militer, kakek menyuruhnya melanjutkan perusahaaannya dan menjadiakan ayah seorang pengusaha yang sukses.

Sejak awal memang kakek tidak menyetujui ayah masuk dunia militer, ayah merupakan anak satu-satunya kakek, jadi satu-satunya pula harapan kakek untuk meneruskan bisnisnya, tapi malah ayah lebih tertarik masuk kedunia militer seperti kakeknya, papa dari ibunya ayah.

Sedangkan aku? Seperti biasa aku sedang bekerja. Aku bekerja sebagai seorang manager di sebuah Yayasan amal.

Yayasan Dewangga adalah yayasan amal yang didirikan oleh perusahaan ayahku Dewangga Corporation, bertujuan untuk menjadi wadah serta tempat orang-orang yang ingin menyalurkan kebaikan mereka. 

Yayasan kami menampung banyak donasi dari banyak orang untuk kemudian disalurkan ke berbagai tempat yang membutuhkan, beasiswa serta bantuan untuk sosial lainnya

Selain didalam negri yayasan kami juga bekerjasama dengan organisasi-organisasi kemanusiaan dibawah naungan PBB, salah satunya untuk menyalurkan bantuan-bantuan kepada rakyat-rakyat korban perang diberbagai tempat dibelahan dunia, tidak jarang kami akan menurunkan relawan untuk langsung diterjunkan ke daerah-daerah yang membutukan.

Aku sangat menyukai pekerjaanku, selain bisa membantu orang-orang aku juga bisa belajar banyak hal, bahwa dunia ini begitu luas dan banyak hal-hal yang kita tidak ketahui sebelumnya.

"Abella, kamu ingatkan rapat kita kemarin? Tentang rencana yayasan kita untuk menurunkan relawan di daerah konflik di Timur Tengah. Mbak sudah tawarkan ke beberapa relawan kita, ternyata banyak sekali yang ingin ikut, mbak bingung milihnya gimana. Bantuin dong." Pinta seorang wanita berusia sekitar 30an bername tag Ristiana Azziza yang merupakan seorang diretkur itu kepada Abela.

"Iya mbak, Abella inget, coba sini Abela lihat," sambil meminta daftar nama-namar relawan dari tangan mbak Risti.

Sambil membaca, Abela menuliskan referensi nama-nama yang ia rekomendasikan kepada Risti.

"Hmmmm......" sambil menghela nafas panjang, Risti menatap kearah Abela yang tengah nyengir kepadanya. "Kog ada nama kamu lagi sih?" tanya Risti yang mulai jengah karna ada nama Abella sendiri daftar nama relawan itu.

"Ayolah mbak, boleh ya, ya, mbak Risti kan tahu aku suka banget jadi relawan dari dulu, yah yah, please..." mohon Abella dengan tatapan memohon dengan poppie eyes andalannya.

"Kamu ini ya, bukannya mbak gak mau ijinin, tapi kamu tahu sendiri ayah kamu gimana, kamu itu sudah dilarang buat ikut-ikutan kayak gitu, mbak bingung harus alasan apa lagi sama Ayahmu, mbak takut ayahmu tahu, nanti mbak dipecat gimana? Yang dulu-dulu aja mbak udah setengah mati nyari-nyari alasan pas kamu ikut jadi relawan. Engga, kali ini mbak ga acc pokoknya, mbak masih sayang nyawa mbak." Jelas Risti panjang lebar agar Abella mau menyerah.

"Mbak tolonglah, Abella janji ayah ga akan tahu deh, Abella akan buat alasan sendiri, nanti Abella bilang mau liburan gitu pasti Ayah percaya, ya mbak ya plissss..." tak mau kalah, Abella semakin giat memohon pada Risti, direktur sekaligus seniornya dikampus yang dijadikan direktur oleh sang ayah atas kemauan Abella karna Abella menolak menjadi direktur utama Yayasan Dewangga.

Ahh sial, kalau sudah memohon begini, Risti pasti akan lemah.

Benar saja, setelah perdebatan sengit keduanya berlangsung lama, akhirnya dengan amat terpaksa Risti menyetujuinnya. Tapi dengan syarat ia tidak mau bertanggung jawab kalau sampai ayahnya tahu, ia juga meminta pada Abella untuk berhati-hati dan selalu mengabarinya, walau bagaimanapun dia sangat menyayangi Abela seperti adiknya sendiri.



Terima kasih :)

LullabyWhere stories live. Discover now