Kiba no nai Tora

6 2 1
                                    

Malam hari, setelah serangan frontal pasukan Portugis mereda, Hafeez, komandan pasukan kesultanan Melaka, berkeliling mengawasi pasukan kesultanan Melaka yang berjaga di gerbang Timur kota Melaka. Dia berkeliling menyapa dan menanyakan keadaan mereka.

Secara kasat mata dapat diketahui bahwa, kondisi pasukan di gerbang timur tampak lebih baik dari pada pasukan yang berada di gerbang barat. Tidak banyak korban yang jatuh di gerbang Timur. Situasinya sangat berbeda dengan kondisi pasukan yang berada di gerbang barat, terutama pasukan yang bertempur di sisi seberang sungai. Banyak anggota pasukan yang gugur saat penyerangan terjadi, dan tidak sempat menyelamatkan diri masuk ke dalam benteng kota.

Komandan pasukan kesultanan Melaka itu memberanikan diri mengendap-endap keluar gerbang timur, untuk mengawasi kondisi dan keadaan diluar tembok benteng. Dikejauhan, Hafeez dapat melihat sinar lampu suluh berkelipan dari dalam kamp pasukan Portugis. Hafeez menyadari, tentara Portugis berani membuat kamp di sebelah timur kota Melaka, karena mereka mengetahui dengan pasti kondisi meriam-meriam pertahanan kota, yang sebagian besar sudah rusak, sehingga pihak kesultanan Melaka tidak bisa menyerang kamp mereka dari jauh, dengan tembakan meriam.

Deretan meriam pertahanan kota Melaka sudah tidak mampu membalas tembakan meriam dari kapal perang Portugis. Meriam kapal-kapal perang Portugis tersebut dikhawatirkan sekarang sudah bisa menjangkau istana Sultan. Hafeez juga menyadari, bahwa kesultanan Melaka tidak akan mampu bertahan, apabila Portugis melakukan serangan besar-besaran sekali lagi. Sebagian besar penduduk Melaka sudah mengungsi ke dataran utara, dan sebagian lagi memutuskan untuk terus berjalan kaki menembus hutan, lalu berputar kearah timur laut, untuk menghindari penjagaan pasukan Portugis di perbukitan sebelah timur, kemudian berbelok menuju muara sungai Muar, dan melanjutkannya dengan sampan atau perahu menuju Johor. Sebuah perjalanan panjang dan melelahkan, yang harus ditempuh oleh penduduk Melaka.

Kesultanan Melaka juga sudah mengirimkan kurir-kurir, untuk menyampaikan permintaan bantuan kepada kesultanan dan kerajaan lain, disekitar selat Melaka sejak dua minggu yang lalu, tetapi tidak ada balasan satu-pun dari kurir yang telah dikirim. Dikhawatirkan, kurir-kurir yang ditugaskan untuk menyampaikan permintaan bantuan, tidak sampai ke tujuan, karena blokade dan kepungan yang dilakukan pasukan Portugis. Atau untuk menghindari kepungan pasukan Portugis tersebut, kurir-kurir menempuh rute yang lebih jauh, yang membutuhkan waktu lebih lama untuk tiba ditujuan.

Di sudut kanan gerbang, Hafeez menemukan sesosok wajah yang dikenalnya, sedang berkonsentrasi menjaga wilayah diposisi terluar dari gerbang. Orang itu seorang pasukan penjaga pelabuhan, yang pada saat penyerangan pertama pasukan Portugis, berhasil menyelamatkan banyak orang dari terjangan peluru meriam di pelabuhan.

"Azeez... Azeez," panggil Hafeez dengan suara rendah. Orang yang dipanggil menoleh kearahnya, dan bergerak menghampirinya sambil merangkak.

"Aih... Tuan Hafeez. Apa hal boleh datang kesini?', kata Azeez sambil berbisik sambil bertanya.

"Saya lah yang hairan boleh tengok pasukan pelabuhan disini", jawab Hafeez sambil tersenyum. Azeez dikenalnya karena nama anggota pasukan pelabuhan Melaka tersebut, belakangan ini, sering disebut-sebut. Keberhasilannya menyelamatkan banyak orang dari pelabuhan itu, bahkan sering kali dikaitkan dengan kesaktiannya, yang diceritakan mampu menghalau laju peluru meriam. Dikalangan pasukan kesultanan Melaka, nama Azeez sering disebut-sebut sebagai calon kuat pengganti komandan pasukan penjaga pelabuhan, yang sudah gugur.

"Tuan tidak rehat? Sekarang sudah larut Tuan", kata Azeez masih sambil berbisik. Tangan kirinya memegang teropong tunggal yang terbuat dari perunggu.

"Tak apa... Saya dah cukup rehat. Ada hal apa yang nak cuba awak tengok guna teropong ni?", tanya Hafeez.

Azeez dengan wajah bersemangat bercampur takut, lalu memberikan teropong itu kepada Hafeez dan menunjuk arah puncak sebuah bukit kecil, tidak jauh dari kamp pasukan Portugis.

Chiaki 1511 - Buku SatuWhere stories live. Discover now