Diabo feminino branco

8 3 0
                                    

Hafeez berdiri tegak mengamati puncak bukit dikejauhan, matanya yang awas menyadari ada sesuatu yang mencurigakan disana. Beberapa kali dia melihat kilatan pantulan cahaya dari atas sana. Dia memanggil komandan peleton, dan menunjuk kearah puncak bukit sambil memberikan perintah untuk memeriksa keadaan diatas sana. Hazeer Wan Ali, seorang komandan peleton pasukan kesultanan Melaka, maju mendekati Hafeez. Laki-laki melayu yang gagah rupawan, dengan wajah klimis itu melangkah gagah mendekati Hafeez. Wajahnya yang dihiasi kumis tipis, dan sorot mata tajam dibawah sepasang alis tebal, tampak menebarkan pesona kewibawaannya.

Selain dikaruniai fisik yang rupawan, Hazeer juga diberkahi dengan otak yang cerdas. Dengan kombinasi lengkap yang saling menunjang tersebut, karir Hazeer di pasukan kesultanan Melaka melesat cepat meninggalkan rekan-rekan seangkatannya. Dapat dikatakan Hazeer Wan Ali adalah contoh ideal prajurit elit kesultanan Melaka. Dia cerdas, berkharisma, dan tangguh. Hafeez dapat melihat karir pemuda rupawan itu dimasa depan akan cerah.

"Baik Tuan", kata Hazeer membungkuk memberi hormat. Hafeez menganggukkan kepala membalas hormat Hazeer.

"Hazeer, cuba awak tengok sekejap situasi di puncak bukit itu. Ambik satu regu dalam lapan orang dan tengok baik-baik ada apa disana. Ada sebarang cabaran dari mana-mana pihak, awak layan selagi boleh", perintah Hafeez.

"Baik Tuan", jawab Hazeer singkat.

Hazeer berjalan menghampiri kompinya. Dengan cepat dia menunjuk delapan orang dan memberikan briefing singkat. Hanya dalam waktu yang singkat, Hazeer sudah menyiapkan pasukannya. Delapan orang tentara Melaka berseragam lengkap, dengan keris terselip dipinggang dan pedang dalam genggaman, melangkah membelah dataran rumput tempat dimana pasukan kesultanan dan pengungsi berlindung dari gempuran meriam kapal-kapal perang Portugis.

Dataran yang berlokasi di sebelah utara kota Melaka tersebut sangat luas, cukup untuk menampung sampai lima ribu orang penduduk kota yang mengungsi. Lokasi yang cukup jauh dari tepi laut tersebut, tidak dapat dijangkau oleh meriam-meriam kapal Portugis. Di dataran itulah mereka membangun tenda-tenda dan barak-barak tentara. Hafeez memandang ke sekeliling dataran. Dilatar belakang dataran tersebut, tampak kota pelabuhan Melaka membara dihujani peluru meriam Portugis.

Sultan Mahmud Syah masih bertahan di istana kesultanan. Meskipun bangunan istana tampak hancur dan berasap disana-sini, Sultan Mahmud Syah tetap berada didalam istana. Memberikan contoh teladan yang bagus kepada rakyat Melaka. Sultan Melaka tidak akan lari, dia akan selalu berada ditanah kelahirannya sampai mati, begitu kesan yang didapat oleh Hazeer.

Hazeer Wan Ali bersama delapan orang pilihannya, berjalan melintasi hutan lebat, menuju ke arah bukit kecil yang dicurigai oleh Tuan Hafeez. Mereka berjalan berjajar dengan hati-hati, tanpa menimbulkan suara yang berarti. Mereka maju perlahan-lahan penuh waspada. Dari pengamatan dan pengalamannya, Hazeer sudah menyadari bahwa mereka tidak sendiri. "Waspada", bisiknya kepada seluruh anggota regu. Mereka semua mengangguk merespon peringatan Hazeer. Hanya dalam beberapa menit saja, pasukan itu sudah bergerak naik diantara pepohonan yang rimbun. Mereka melintasi sebuah ceruk kecil, dan tiba di sebuah tebing rendah.

"Tuan, ada orang", bisik salah seorang anak buahnya sambil menunjuk kearah seseorang berambut hitam panjang yang tampak sedang berdiri diam, diujung tebing. Orang itu tampak sedang mengamati aktivitas pengungsian di dataran luas, dibawahnya.

Mereka mengamati orang tersebut. Tidak pernah dalam seumur hidup mereka, melihat pakaian yang dikenakan orang itu. Pakaian itu tampak liat dengan rajutan benang tebal yang kuat. Warnanya merah gelap, dengan lambang tiga garis didalam lingkaran pada setiap sisi bahunya. Sebilah pedang panjang terselip pada bagian pinggang, dan tangan kiri mengapit sebuah tombak panjang.

Chiaki 1511 - Buku SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang