1. Semesta dan Cara Kerjanya

30 3 0
                                    

"Cara kerja semesta tentang pertemuan memang selalu manis."

    

            Jangan lupa vote+komen!

SELAMAT MEMBACA
.
.
.
.
.


“Sudahku bilang, ‘kan? Berhemat! Keuangan kita sedang tidak stabil.” Bentakan itu kembali terdengar di pagi yang cerah ini. Seperti biasanya, suara itu berasal dari meja makan.

“Aku sudah mengatur keuangan dengan sangat baik. Biaya listrik, air, sekolah anak-anak, dan belanja bulanan. Pendapatanmu saja yang tidak cukup untuk pengeluaran yang begitu banyak. Ini semua salahmu.” Suara lainnya yang terdengar membela diri.

Selalu saja begini.

Suasana di meja makan sangat-sangat tidak terkendali. Bahkan ketidaknyamanan itu sangat terasa. Mungkin, suasana pagi yang indah dan harmonis selalu menjadi impian semua orang, termasuk gadis yang sejak tadi diam menyaksikan pertengkaran antara kedua orangtuanya. Entahlah, pagi yang indah selalu menjadi buruk di hari-harinya.

Flora Bellvania

Hanya diam dengan tatapan datarnya seolah itu adalah hal yang biasa. Di sampingnya ada seorang gadis yang ikut menyaksikan pertengkaran itu. Adiknya—Aludra Elnara . Keduanya tak berniat melerai atau ikut campur.

Menyaksikan pertengkaran antara Papa dan Mamanya selalu membuat Flora muak. Untuk hal mendasar di dalam sebuah keluarga harusnya mereka bertukar pikiran untuk mencari solusinya bukan malah saling menyalahkan dan berakhir dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.

“Pa, Ma, aku berangkat.” Ia berdiri, memakai tas ranselnya dan berlalu dari sana. Mungkin itu cara pamit yang tidak sopan.

“Masih 30 menit, kamu tidak akan terlambat. Setidaknya sarapan du-“ Teriakan Sinta-mama gadis itu terpotong begitu saja ketika punggung gadis itu sudah tak terlihat. Sinta hanya bisa menghela napasnya.

Tak lama, Tommy-sang Papa juga bangkit lalu pergi begitu saja. Tentunya tanpa sarapan.

Sinta memandang sendu kepergian keduanya. Tak ada keharmonisan keluarga, rasanya sedih melihat kedua anaknya harus ikut terlibat perselisihan mereka setiap hari. Bukan tanpa sebab, tekanan yang ia rasakan begitu banyak. Emosi dibalas dengan emosi tentu saja tidak akan menyelesaikan masalah hanya akan memperparah. Tidak ada yang mau mengalah. Memangnya salahnya jika ekonomi mereka menurun?

Gadis yang sejak tadi turut diam, tiba-tiba berdiri. Menghela napas sejenak, lalu berkata, “Ma, Aludra berangkat juga. Mama jangan lupa sarapan. Jangan terlalu dipikirin. Ntar juga papa baik lagi, kok.”

Menghampiri Sinta, lalu mencium punggung tangan mamanya itu. Ia tersenyum sejenak lalu mulai melangkah keluar.

Flora menatap kosong jalanan ibu kota. Terjadi lagi. Selalu saja seperti itu, bukannya membenci keadaan hanya saja gadis itu terlalu pengecut. Tindakannya tadi, semata-mata hanya untuk menghindar. Ia tidak kuat menyaksikan semuanya. Sebenarnya Flora sudah terbiasa dengan pertengkaran itu tetapi entahlah ia selalu saja menghindarinya.

“Gue pengecut!” lirihnya pelan.

Gadis itu menengadahkan kepalanya ke atas melihat langit. Bisa terlihat bagaimana mentari di ufuk timur mulai menjalankan tugasnya menyinari bumi menemani manusia memulai aktifitasnya pagi ini. Flora memejamkan matanya sejenak.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 23, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Sky & Butterflies Where stories live. Discover now