"Perkenalkan, Linda." Marco membungkukkan tubuhnya kearah tengkorak itu.
Linda. Kalau tak salah itu nama perempuan yang menjadi korban pertamanya. Tapi... bukankah Linda tewas dalam peristiwa kebakaran? Mengapa dia mengatakan kalau tulang belulang ini adalah Linda?
"Kau tahu, Lucile?" Tanya Marco. Iris onyx-nya memancarkan aura yang dingin dan hangat pada saat yang sama. "Dia memiliki ekspresi yang sama denganmu saat itu, kengerian yang murni."
Aku langsung menyadari kalau hidupku dapat berakhir kapan saja. Aku bisa berakhir seperti Linda yang malang itu, digantung dan dibiarkan membusuk layaknya daging sapi yang tidak laku di pasar.
"Jangan takut..." senyuman lebar Marco menunjukkan kalau dia tidak lagi waras. "Aku belum ingin membunuhmu, kok."
Kata-kata itu lebih membuatku takut daripada membuatku tenang. Dia belum ingin membunuhku, berarti suatu saat nanti dia akan membunuhku.
"Apa yang kaulakukan selama Lima tahun terakhir ini?" Tanya Marco, dia mengambil sebuah bangku pendek dan duduk di depanku.
Luka sepanjang sepuluh sentimeter itu masih berdenyut, masih mengirimkan rangsangan rasa sakit yang luar biasa ke otakku.
Rasa sakit itu hilang sejenak, namun kengerian tampak jelas di wajahku saat aku menyadari kalau pisau yang dipegang Marco kini tertancap di tempurung lutut-ku.
"Aku sedang bertanya, lho." Senyum Marco, ekpresinya sangat kontras dengan apa yang baru saja dilakukannya. Dia memasang raut wajah 'aku tidak bersalah' terlalu sering.
Aku berusaha menghiraukan rasa sakit yang lebih menyerupai Shock Therapy di lututku, dan mencoba menjawab pertanyaanya.
"A-aku... aku menyelesaikan... menyelesaikan kuliahku."
Marco mencengkram gagang pisau yang masih tertancap di lututku. "Begitu... Lalu bagaimana dengan ayahmu?" Diputarnya gagang pisau itu seratus delapan puluh derajat, bilah besi pisau itujuga ikut berputar di dalam lutuku.
Mataku terbelalak, aku merapatkan gigiku dan berteriak sekuat tenaga.
"Ayah... ayah masih... masih menjabat."
Dengan santai dan cepat, Marco mencabut pisau itu dari lututku, yang mengakibatkan darah mengucur dari lubang menganga tempat pisau itu tadi tertanam.
"Wah..." Marco tampak takjub akan jawabanku barusan. "Kau masih belum menyewa pembunuh lain untuk membunuh ayahmu?" Dijilatnya darahku yang berada di bilah pisau itu.
"Be-belum...."
Bilah pisau itu menembus pahaku layaknya pisau panas memotong mentega. "Apa kau merindukanku, Lucile sayang?"
Jeritanku memecah sunyinya malam.
"T-tidak... kumohon... hentikan." Jawabku pelan.
Marco nampaknya tidak puas dengan jawabanku, mata kirinya menatapku kosong. Dia memutar tubuhnya, mengobrak abrik kotak perkakas.
Tuhan. Kenapa aku harus mengalami semua ini?!
Aku menjerit dalam hati.
Jeritanku keluar dari dalam hati begitu martil itu menghancurkan jari kakiku.
"Aku merindukanmu, lho." Marco menatapku, tatapannya sangat mengerikan. Ditambah dengan senyuman lebar yang tertoreh di wajahnya, kurasa aku dapat menjamin kalau dia bakal membunuhku.
Martil itu terus menghantam ibu jari kakiku, dengan daya yang semakin kuat setiap pukulan. Perlahan demi perlahan, aku dapat merasakan rasa ngilu yang luar biasa selagi tulangku dihancurkan menjadi serbuk-serbuk.
"Kenapa kau tidak merindukanku?" Marco tertawa terbahak-bahak, tangan kanannya terus mengayunkan martil selagi tangan kirinya mengorek-ngorek luka di lututku.
Aku hanya bisa terdiam, sudah tak mampu menjerit lagi. Aku hanya bisa diam melihat semuanya terjadi. Aku hanya bisa diam, menerima semua penderitaan yang begitu dahsyat.
....
.....
.......
.........
Cukup.
Marco masih sibuk mencabuti jari-jari tanganku satu persatu dengan tang miliknya.
Aku tidak bisa lagi.
Dia memasukkannya kedalam sebuah toples kecil berisi cairan dengan sebuah label bertuliskan 'Jari Lucile'.
Barusan dia merobek perutku dan mengambil ginjal kiriku, dia memasukkannya kedalam sebuah toples dengan label 'Ginjal Kiri Lucile (Jangan dijual ke pasar gelap)'.
Sudah dua minggu sejak dia memulai 'panen' kecilnya. Dia menceritakan banyak hal padaku, selagi dia menyiksaku tentunya.
Dia berkata kalau kedua orang tuanya dibunuh oleh seorang perampok yang masuk kerumahnya saat ia masih bocah berusia tiga tahun. Dia juga berkata kalau dia yang membunuh hewan peliharaannya sendiri dan menyimpan bangkainya di kotak mainannya. Dia diadopsi oleh keluarga Gillard pada usia empat belas tahun, kemudian dia dikabarkan meninggal saat bekerja dengan seorang kontraktor di usia enam belas tahun. Dia juga berbicara kepada dirinya sendiri soal membunuh seorang pria bernama Lamorak beberap hari yang lalu.
Setiap kali dia mengambil sesuatu dariku, dia akan bercerita soal sesuatu sebagai gantinya.
"Lucile sayang, matamu untukku yah?" Tawa Marco pelan.
"Iya." Jawabku singkat.
.
.
.
Aku tidak sabar mendengar cerita apa yang akan dia ceritakan selanjutnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
End of File 08
.
.
.
.
.
.
((Akhirnya! Inside-ku update lagi! Maaf lama, maklum aku sedang UKK. -.-" Jadi bagaimana chapter yang penuh darah ini? Aneh? Membingungkan? Jelek? Atau bahkan menarik? Ahahah~ aku tunggu kritik dan saran kalian dalam comment! Jangan lupa untuk vote kalau kalian menikmatinya yah! Terimakasih sudah meluangkan waktu berharga kalian! Arigatou gozaimasu! -danchandr))
YOU ARE READING
Inside [ON REVISION/REWRITE]
Mystery / ThrillerSemua orang yang bernafas di muka bumi ini mengenakan topeng dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Topeng yang digunakannya untuk menutupi kegelapan yang bersarang di dalam hatinya. Sampai kapan kau bisa menyembunyikan 'dirimu' dari dunia? Seber...
File 08
Start from the beginning
![Inside [ON REVISION/REWRITE]](https://img.wattpad.com/cover/37064320-64-k786579.jpg)