Tanpa lebih lama lagi Gio segera menyambar bibir Rania. Gio menarik Rania yang tengah bersandar untuk lebih merapat ke tubuhnya, merengkuh tubuh mungil ini erat hingga dada mereka saling menempel.

Rania yang tak siap tidak bisa mengelak karena kakak kelas itu sudah terlebih dahulu menciumnya. Tangan Rania yang diinfus menyulitkan pergerakannya. Tapi ia memanfaatkan tangannya yang tak diinfus digunakan untuk mendorong bahu Gio.

Gio membuka paksa bibir Rania lalu melesakkan lidah panasnya dalam mulut favoritnya itu. Gio menghisap lidah Rania dan memaksa bibir manis ini tetap terbuka. Satu tangannya meremas pinggang Rania, lalu tangan yang lain menarik tubuh Rania lebih dekat dengannya.

"Emhh.. ka-kak mmh."

Gio begitu menyukai suara Rania yang terbungkam oleh ciumannya. Walau Rania meminta berhenti, ia malah menganggap Rania meminta dirinya untuk tidak berhenti.

Lidah Gio menari-nari dalam mulut Rania, membuat suara kecapan terdengar. Rania yang tak ahli berciuman sesekali tersedak. Ciuman Gio kali ini berbeda sekali. Ciuman ini lebih menuntut dan kasar, membuat Rania kesulitan.

"Ud-dah.. kakh." Rania mengerang antara kesal dan sesak.

Penolakan Rania membuat Gio semakin bersemangat. Kini tubuhnya sudah di tarik oleh Gio sampai-sampai tubuh mereka tidak ada jarak. Rania tidak nyaman karena dadanya menempel sekali, tapi tidak bagi Gio. Ia malah kesenangan.

Akhirnya Gio menghentikannya. Napas tersengal bersahut-sahutan. Gio tersenyum smirk melihat bibir Rania memerah merona, dan bertambah besar atau biasa disebut bengkak. Apalagi di bibir Rania terdapat air liur mereka, membuatnya menjadi mengkilap.

Gio kembali melumat bibir Rania. Dan sudah tentu ciuman ini akan berakhir lama. Rania mengerang, antara kesal dan nikmat. Rania tidak munafik, ia mengakui bahwa berciuman itu enak. Mulutnya dan akal sehatnya menolak ciuman Gio, tapi tidak dengan tubuhnya. Ia menginginkan lebih.

Perlahan-lahan Gio menidurkan Rania di ranjang dengan masih berciuman. Mereka saling berciuman ralat hanya Gio saja yang mencium bibir Rania.

Rania melenguh ketika Gio melembutkan lumatannya dari yang tadinya kasar menjadi lembut dan nikmat. Gio menggenggam tangan Rania yang mungkin butuh meremas sesuatu. Lalu tangannya yang menganggur mulai membuka kancing piyama Rania.

"Ah." desah Rania ketika Gio selesai membuka kancingnya lalu tangan Gio meremas payudaranya lembut.

"Mhh."

Rania tak bisa mengendalikan desahannya yang semakin menjadi-jadi karena Gio meremas payudaranya bergantian. Biasanya ia tidak begini, dulu ia tidak merasa senikmat ini ketika Gio meremas dadanya. Sebab saat itu ia begitu ketakutan sehingga yang ada dalam pikirannya hanya pemikiran tentang bagaimana caranya menghentikan Gio.

Tok tok tok..

Bunyi ketukan pintu mengagetkan Rania. Namun Gio masih belum melepaskan ciuman sepihak ini. Rania kembali mendorong-dorong bahu Gio panik dengan satu tangan saja, tapi cowok itu tetap tenang.

Gio memperdalam ciumannya dan menindih Rania sampai-sampai tubuh Rania tenggelam di ranjang ini, lalu kepalanya memiring untuk lebih leluasa melumatnya.

Tangan Gio mulai menurun, dari dada Rania merambat ke perutnya lalu tangan Gio mendarat di paha Rania. Karena paha Rania masih di balut dengan celana panjang khas rumah sakit, ia jadi tak suka. Maka tangan itu masuk ke dalam celana Rania, lalu mengelus paha Rania yang lembut.

Tok tok tok..

"BOLEH MASUK GAK NIH?"

Sekali lagi, pintu di ketuk. Orang di luar sana berteriak meminta ijin masuk. Dari suaranya seperti suara Daniel.

Possessive GioWhere stories live. Discover now