KUCING KUNING BELANG

9.6K 1K 35
                                    

Sepanjang mengobrol dengan Wisnu, berkali-kali Mara melirik kerah kemeja Gintang yang ternoda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepanjang mengobrol dengan Wisnu, berkali-kali Mara melirik kerah kemeja Gintang yang ternoda. Mara gelisah ingin secepatnya menyuruh Gintang melepaskan kemeja itu. Sumpah! Gincu merahnya kontras banget sama kemeja putih Gintang.

"Senang bisa berbincang dengan kalian. Anak-anak muda yang smart dan bersemangat," ucap Wisnu sesaat setelah membubuhkan tanda tangan digital di tablet Gintang.

"Sama-sama, Pak. Saya juga senang bisa menjalin kerjasama dengan bapak. Semoga kedepannya hubungan bisnis kita terjalin semakin baik. Sukses selalu, pak ..." sahut Gintang menyalami Wisnu.

"Pasti. Sukses juga buat kalian. Iya kan, nona Mara?" Wisnu mengedip centil pada Mara.

"Hah? Sukses? I - iya," sahut Mara canggung.

Gintang mengernyit curiga. Merasa ada yang tidak beres dengan Mara yang sejak tadi dia perhatikan, lebih dari sekali mencuri-curi pandang ke arah lehernya.

"Kalau begitu saya permisi dulu. Sudah jadwalnya main sama cucu," ucap Wisnu. "Oh ya, sebagai informasi tambahan, proyek apartemen ini akan diteruskan oleh keponakan saya. Jadi saya ijin memberikan nomor kalian kepada dia. Boleh kan?"

"Oh tentu saja boleh, pak." Gintang menyahut cepat.

"Baiklah. Kalau begitu saya pamit dulu. Bisa dimarahin cucu kalau sampai terlambat. Maklum, eyang kesayangan." Wisnu bangkit berdiri diikuti Gintang juga Mara. Sekali lagi Wisnu menoleh Mara dan berdehem ke arah kerah kemeja Gintang.

Mara meringis. Dia sama sekali belum memikirkan akan bilang apa kalau sampai Gintang tahu tentang noda itu. Kata Reno, dia harus merahasiakan dari Gintang kalau dirinya sudah tahu tentang rahasia itu.

Rahasia yang dirahasiakan! Astaga, udah kayak judul sinetron tentang perselingkuhan. Dan ini baru hari pertama kerja, Mara. Otak masih aman?

"Sampai jumpa lagi, pak ..." Gintang membungkuk melepas kepergian Wisnu. Mara mengikuti gerakan Gintang dengan canggung.

"Emm ... kita ke mana lagi, pak?" tanya Mara.

"Anter saya ke coffee shop sebentar. Saya masih agak ngantuk. Bisa kan?" tanya Gintang merapikan kerah kemejanya.

Mara terpana. Ikut menatap kerah Gintang. Oh, wow! Setelah diperhatikan lagi, sebagai seorang pekerja kantoran yang terbiasa duduk di balik meja dan berhadapan dengan layar, pria di depannya ini lumayan punya leher yang kekar. Menerawang kemeja slim fit yang dia pakai, Mara seketika membayangkan pundak kekar yang berotot bagus.

"Hei!" Gintang menjentikkan jari di depan wajah Mara. "Kamu mau nganterin saya apa ngga?" tanyanya ketus.

"I - iya, pak. Mau ... saya mau bapak ..." jawab Mara tergagap.

"Hah? Kamu mau apa?"

"Maaf, maksud saya - mau nganterin bapak. Coffee shop kan, pak? Mau yang di mana?" Mara buru-buru mengalihkan pandangan dari leher Gintang.

Bantal, Kopi dan Teman TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang