Biarkan saja!

999 89 36
                                    

Haiiiiii guyssss!

I'm back🥳🥳🥳

Buat kalian yang nungguin cerita ini, maaf banget baru bisa update sekarang 😭🙏

Semoga kalian suka part ini dan gak lupa alurnya😃

Vote dan komennya jangan lupa yaa😉 GRATIS Kok! Gak harus bayar!

Jomplang banget soalnya antara yang baca sama yang vote🥺, jadi mager lanjutin🥺


Happy Reading

"Jam empat sore nanti kita berangkat ke Jakarta," ucap Axel memberitahu sekaligus membuka pembicaraan. Mereka berempat—Elena, Niall, Axel dan Max— tengah duduk di ruang makan, menikmati sarapan mereka.

Max berdehem karena tak ada yang menjawab. "Niall, tahu gak apa itu Jakarta?" tanya Max membantu Axel agar tak dikacangin, hehehe.

"Jakarta? Niall baru denger om. Itu nama makanan?" jawab Niall yang membuat Max terkekeh.

"Bukan Niall, itu sebuah kota yang nanti bakal jadi tempat tinggal Niall yang baru."

"Tapi, rumah Niall ada disini Om,"ucap Niall terdengar sedih.

Axel yang mendengar nada sedih putranya segera menyahut. "Di sana Niall nanti bakal sekolah dan punya teman-temen baru lho. Nanti kalau Niall kangen kita bisa sesekali liburan ke sini ya?"

"Sekolah? Beneran Pa?" tanya Niall antusias kepada Axel. Dari binaran matanya sudah terlihat jelas bahwa Axel begitu senang.

"Iya sayang. Niall mau kan sekolah?"

Niall mengangguk antusias. "Mau banget Pa! Udah lama Niall pengin sekolah, tapi kata Mama umur Niall belum cukup. Emangnya kalo di sana boleh ya Pa?"

Axel tersenyum menenangkan. "Tentu boleh, siapa yang berani melarang kalau Niall mau sekolah. Pokoknya, beres sama Papa," ujar Axel.

"Sudah, habiskan sarapanmu Niall," ucap Axel mengakhiri percakapan pagi mereka. Elena terlihat diam saja, hanya sesekali menanggapi dengan isyarat tubuh, itu pun hanya ketika Niall bertanya. Sepertinya, mental Elena masih terguncang dengan apa yang terjadi semalam kepadanya.

💎💎💎

"Aku pergi ke kantor sebentar. Kamu boleh pergi ke rumahmu jika ada barang yang ingin kamu bawa, nanti supir akan mengantarmu, tapi jangan bawa baju karena baju-baju kamu dan Niall udah aku siapin," ucap Axel kepada Elena yang tengah duduk di ruang tamu, menemani Niall yang sedang menonton kartun pagi favoritnya.

Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Elena membuat Axel menghela napas untuk menyabarkan diri. "Kamu dengar Elena?" tanya Axel dengan sedikit mendesis.

Elena hanya berdehem singkat, malas sekali dengan keberadaan Axel yang baginya begitu memuakkan. Kasihan sekali jadi Axel.

"Ya udah, aku berangkat dulu ya," ucap Axel mengecup kening Elena singkat sambil membisikkan. "Jangan berani-beraninya mencoba kabur El."

Elena yang mendengarnya hanya melengos dan segera saja mengusap keningnya berkali-kali seolah menghapus ciuman Axel.

Axel yang melihatnya hanya tersenyum masam. Bagus sekali! Elena makin menjauh. Ini konsekuensi dari perbuatannya.

"Papa pergi dulu ya boy, kamu baik-baik di rumah sama Mama," ujar Axel mengusap kepala Niall dan mengecupnya singkat.

"Yap Papa! Hati-hati Pa," jawab Niall singkat yang kemudian fokus kembali ke arah televisi.

"Niall sayang, hari ini Mama mau ke rumah dulu untuk ambil beberapa barang. Niall mau ikut?" tanya Elena.

Terlihat Niall yang berpikir sejenak sambil menaruh jari telunjuknya di bawah dagu. Begitu gemas. "Mau! Niall mau bawa mainan favorit Niall Ma," jawab Niall begitu ingat dengan robot dan boneka favoritnya yang bernam Dino. Bukan Dino Markono punya Cipung yaaa!

"Kalau gitu, kita pergi sekarang yuk!" ajak Elena yang ditanggapi dengan anggukan antusias Niall.

Setelah mereka bersiap-siap sekadarnya, akhirnya mereka pun pergi ke rumah lama mereka.

"Kita pergi sekarang ya Pak," ujar Elena ramah kepada supir yang sudah siap dengan mobilnya di depan rumah.

"Baik, Bu."

Selama di perjalanan, Elena memikirkan tentang suatu hal, lebih tepatnya mengingat apa yang terjadi semalam kepadanya. Bukan! Bukan bagaimana ganasnya Axel menyerangnya semalam, tetapi lebih kepada bagaimana jika nanti dia hamil kembali? Sebab, Elena masih ingat dengan jelas bahwa Axel mengeluarkannya di dalam dan Elena takut, apalagi hari itu masih dalam masa suburnya. Oleh sebab itu, Elena harus mencegahnya dengan cepat. Dia tak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, harus mengandung benih pria itu untuk kedua kalinya. Dia tidak mau!

"Ma, Mama kenapa?" tanya Niall yang melihat Elena melamun, padahal dia sudah berbicara panjang lebar.

"Ah, Mama tidak apa-apa, hanya sedikit pusing," jawab Elena dengan nada lemah sambil memegang kepalanya. Dia harus berakting dan menyakinkan supir di depannya karena dia tahu bahwa dia adalah salah satu mata-mata Axel yang akan melaporkan segala perbuatannya kepada Axel.

"Kalau begitu, Mama harus minum obat. Niall gak mau kalau Mama sampai sakit," ujar Niall.

"Iya sayang, anak siapa ini? Kok manis banget si sama Mamanya," ucap Elena sambil mengecup hidung Niall gemas.

Niall hanya tertawa geli akibat Mamanya yang mengecup seluruh wajahnya.

"Pak, kita mampir ke apotek dulu ya! Saya mau beli obat pusing," perintah Elena kepada sang supir yang ditanggapi. "Baik Bu."

"Niall tunggu di sini aja ya! Mama cuma sebentar," ujar Elena kepada Niall yang kini fokus melihat tablet ditangannya karena sudah diizinkan Elena.

"Oke Mama."

Setelah mobil berhenti di depan apotek, Elena segera turun dari mobil dengan membawa tas kecilnya. Dia berusaha bergerak santai, tidak terlihat mencurigakan. Hal itu semata-mata dilakukan agar supir tidak mencurigai dirinya. Sesudah berada di apotek, diam-diam Elena menghela napas leganya karena sudah merasa aman dari orang-orang Axel.

"Mba, saya beli pil pencegah kehamilan ya," ujar Elena pelan, tetapi tetap terdengar oleh seorang pria yang berada di sebelahnya. Seorang laki-laki bermasker yang pastinya sudah dapat ditebak dia siapa. Ya! Orang suruhan Axel yang menyamar dengan berpenampilan seperti seorang laki-laki biasa. Elena tidak tahu saja bahwa banyak orang yang ditugaskan oleh Axel untuk mengawasi dirinya, bukan hanya supir yang ia kira.

"Ini ya Bu, terima kasih sudah membeli di apotek kami. Ditunggu kedatangannya kembali," ujar petugas apotek ramah dan Elena hanya mejawabnya dengan anggukan singkat.

"Bos, Ibu Elena membeli obat pencegah kehamilan," ujar laki-laki tadi memberitahu Axel begitu melihat Elena pergi dengan mobilnya.

"Ya, biarkan saja," sahut Axel di seberang sana. Nada Axel memang terdengar datar, tetapi siapa yang tahu kecuali Max jika Axel langsung melemparkan ponselnya begitu saja.

"Lo gak papa Xel?" tanya Max begitu melihat wajah Axel yang nampak keruh.

"Gue okay. Mungkin emang bukan saat ini gue bikin Elena hamil lagi, tetapi gue yakin bisa bikin Elena hamil sebentar lagi," ujar Axel penh ambisisus.

"Asal jangan pake pemaksaan lagi Xel, gue kasihan sama Elena kalo lo paksa terus. Dia udah lama menderita Xel," beritahu Max mencoba mengingatkan Axel.

"Berisik! Sikap gue ke dia tergantung kelakuannya ke gue. Kalau dia nurut, gak membangkang udah pasti sikap gue bakal seribu lebih baik. Tapi kalau sebaliknya, kita lihat aja nanti, apa yang bisa gue lakuin," balas Axel dingin yang membuat Max menghela napas panjang. Susah sekali memberitahu Axel rasanya. 

Gimana sama part ini?

Mau part yang isinya tingkah gila Axel nggak?😃

Atau mau part Elena yang kabur dari Axel ajaa?😃

SPAM NEXT DI SINI!

SEE YOU NEXT CHAPTER🥳

Axel's ProtectionWhere stories live. Discover now