Jika Nanti Berakhir Baik

16 2 0
                                    

Ethan tidak hanya orang yang aneh tapi juga suka tersenyum. Bukan, Kinandita yang menyimpulkan sendiri tapi Ethan yang mengatakannya sebelum pergi siang itu setelah menghabiskan banyak waktu bersama Kinandita.

Lalu hari-hari berlalu, Kinandita tidak ke cafe untuk menonton Ethan dan bandnya seperti biasa. Papanya melarang. Kinandita juga tidak mau mengecewakan orang tersayangnya demi perasaan cinta sesaat yang akan hilang bila terbiasa tak melihat Ethan.

"Kayaknya takdir deh, kita ketemu lagi tanpa sengaja gini." Starbucks tengah kota sore itu nyaris penuh tapi masih tersisa beberapa meja, namun mengapa laki-laki yang tak diharapkan hadir ini malah ada di hadapan Kinandita.

Gadis itu celingak-celinguk melihat apakah meja di sana telah penuh, tapi ternyata tidak. "Gue emang sengaja duduk di sini, soalnya ini telah menjadi tempat duduk gue secara tak tertulis. Selama ada gue, gak boleh ada yang duduk di tempat ini. Tapi karna itu lo, jadi gapapa."

Kinandita mengerti, lalu membereskan laptop dan tasnya berniat untuk pindah ke meja ujung yang lebih kecil. Tapi baru akan mengambil pena dan kertas di atas meja, tangannya ditahan Ethan.

Tatapan bingung laki-laki itu berubah perlahan menjadi jahil setelah melihat Kinandita berhenti dan menatapnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tatapan bingung laki-laki itu berubah perlahan menjadi jahil setelah melihat Kinandita berhenti dan menatapnya. "Kata nyokap gue, kalau seorang wanita menghindari laki-laki tanpa alasan itu bisa jadi ada perasaan suka dari si wanita ke si laki-laki. Lo begitu emang?"

Tidak ada jawaban apapun yang keluar dari bibir Kinandita, hanya tatapan lurus tanpa perasaan. Hati gadis itu berteriak mengatakan 'iya' tapi tak ada yang bisa dikatakannya karena Papanya telah melarangnya untuk kembali berhubungan dengan dunia panggung dan musik.

"Jangan bilang jawabannya 'iya'?" Kinandita tak menjawab lagi, masih dengan tatapan lurusnya.

Gadis itu melepas pena dan kertas di tangan yang pergelangan tangannya masih dipegang Ethan erat. "Kenapa emang kalo iya?"

Seorang pelayan yang baru menyadari kedatangan Ethan, langsung buru-buru menghampiri meja mereka. "Maaf sekali, Mas Ethan. Saya kira gak akan datang hari ini jadi saya biarkan Mbaknya duduk di sini, sekali lagi saya minta maaf. Mbak, maaf, ini tempat yang telah ditempati jadi tolong ikut saya untuk pindah tempat."

Laki-laki itu takut-takut menatap keduanya yang juga menatapnya dengan pandangan yang sangat berbeda. Kinandita melongo kebingungan mendengar perkataan laki-laki itu tadi, sedangkan Ethan hanya tersenyum kecil.

"Gapapa kok. Biarin dia duduk sama saya aja." Ethan lebih dulu berbicara sebelum Kinandita mengeluarkan perotesannya. "Bawain saya Hazelnut Dolce aja satu."

Pelayan laki-laki dengan nametag 'Hans' itu menunduk sekilas tanda permintaan maaf lalu pergi meninggalkan keduanya. Sedangkan Ethan kembali menatap Kinandita seksama.

"Jadi, An kenapa lo gak ke cafe?" Ethan duduk bersandar pada sandaran sofa sambil menyilangkan tangannya ke depan. Oh– dan jangan lupakan senyum jahilnya itu.

 Oh– dan jangan lupakan senyum jahilnya itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mau tau aja lo."

Ethan berdecih kecil lalu tersenyum sampai giginya terlihat setengah, "Gue kangen aja ngeliat lo duduk tepat di depan gue. Mata lo itu selalu tertuju sama gue, gak mungkin gue gak sadar. Gue sampe heran, ini orang dateng mau nikmatin lagu dan kopinya atau cuma mau liatin gue main gitar?"

"Lo yakin gak mau ke cafe lagi? Ini bulan Oktober, tandanya gue hanya akan manggung di cafe sampai dua bulan lagi. Tahun depan gue akan mulai mengembangkan karir solo gue, jadi lo gak akan ngeliat gue sedeket waktu di cafe lagi, An."

Kinandita tak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya meski sudah berusaha. Wajah angkuhnya teredam dengan keterkejutannya. "Lo bilang akan tetap jadi bagian Saturday Night apapun yang terjadi?"

"Emang jadi bagian dari Saturday Night harus terus jadi gitarisnya? Gue bakal terus jadi bagian mereka sebagai pendukung aja di belakang panggung, karena mau bagaimana pun mereka adik-adik dan temen-temen gue."

"Kata siapa si 'pelukis senja' setia?" Ethan tersenyum manis, tak membalas hanya membiarkan gadis di depannya berbicara. "Ethan, lo itu jiwanya Saturday Night. Posisi lo adalah posisi utama di band, masa lo ninggalin mereka gini aja?"

"Semua orang udah setuju, An. Semua bagian dari band udah setuju, mereka bahkan mendukung gue. Gue gak harus terus ada di sana kan? Lagipula, pelukis gak harus terus diam di studionya dan melukis dengan imajinasinya, dia juga harus keluar untuk melihat semuanya dengan lebih jelas."

Keduanya terdiam saat minuman Ethan datang, Ethan meminumnya sampai setengah sambil terus memandangi Kinandita yang malah fokus– atau sok fokus dengan ponselnya. "Gantian, sekarang gue yang ngeliatin lo terus, An."

Kinandita hanya bisa terdiam, jari dan matanya yang fokus pada ponsel langsung kaku tak bisa digerakkan. Dia bahkan harus meminum esnya yang ada di atas meja dulu baru dapat kembali seperti biasanya.

Semuanya baik-baik saja sampai, Ethan mengajaknya secara paksa untuk ikut naik motor bersama laki-laki itu. Kinandita tidak menolak bukan hanya karena tidak dapat kesempatan menolak tapi tidak mau menolak. Pikirnya tak apa bila berhubungan baik dengan Ethan, toh dia tak berhubungan baik dengan panggung yang ditakuti Papanya.

Moge yang dikendarai Ethan melambat ketika berada di jalan yang berada di antara hutan-hutan yang tak terlalu rindang di tengah kota. "An, gimana kalau lima tahun lagi kita jalan-jalan lagi kayak gini di sini?"

"Ethan! Lo bisa diem gak sih? Gue tuh gampang baper banget, kalau lo terus ngomong hal-hal aneh kayak gitu bisa-bisa gue jadi suka sama lo. Yang jatuh cinta itu gue, yang capek gue, bukan lo, Than."

Ethan tertawa. Tapi tawanya berubah menjadi kepanikan saat dia mendengar ringisan kecil dari Kinandita. "Kenapa, An?"

"Gak tau, waktu truk yang tadi lewat lutut kiri gue jadi sakit gitu. Entah kena batu atau kena bara rokok yang dia buang." Reflek tangan kiri Ethan memegang lutut kiri Kinandita.

Kali ini Ethan salah, salah sekali. Karena ucapan Kinandita memang benar adanya, dia tidak mau jatuh cinta pada Ethan tapi perlakuan laki-laki itu benar-benar membuatnya mau tidak mau jatuh cinta.

Sekuat apapun Kinandita menolak, Ethan seolah terus menghancurkan pertahanannya. "Than, udah gue bilang. Yang jatuh cinta itu gue."




































To be continued.

The Sunset Is Beautiful, Isn't It? Where stories live. Discover now