Kebetulan Belum Tentu Takdir

17 3 0
                                    

"Meja atas nama Kinan dimana ya?" Gadis cantik dengan balutan kaos putih dan celana pendek jeans itu bertanya tapi tatapannya masih lekat dengan sang ponsel. Baginya pekerjaan masih sedikit lebih penting dari waktu sendirinya ini. "Sekalian saya pesen es kopi susu gula aren-nya satu sama brownies cokelatnya satu."

Laki-laki yang sepertinya beberapa tahun lebih muda darinya itu menuntun langkah Kinandita menuju halaman terbuka yang berada di belakang cafe ini. Kinandita tidak memiliki hal khusus sampai-sampai dia ada di cafe ini sekarang, pada siang hari. Hanya saja di kantor terasa sangat suntuk dan membosankan.

Dikarenakan tidak menjalani bangku kuliah atas pilihannya sendiri dan langsung memilih bekerja di kantor Papa-nya, Kinandita tidak memiliki banyak teman. Sehingga dia selalu pergi sendirian ke tempat-tempat yang ia inginkan. Meski terasa nyaman dan bebas tapi Kinandita juga suka merasa kesepian karena tidak memiliki teman.

Ketika orang lain bercerita dan bercanda tawa dengan teman-teman mereka di cafe, dia hanya duduk berdiam diri sambil bermain ponsel atau sekedar menonton sesuatu di ponselnya. Orang-orang kantor agak menjauhinya karena tahu Nick sangat posesif terhadap anaknya ini, meski begitu Nick juga merasa agak lega karena tidak ada lagi yang mempengaruhi anaknya untuk mengejar mimpinya menjadi seseorang yang tampil di atas panggung.

"Permisi." Laki-laki dengan balutan masker, topi, kaos dan celana hitam itu berdiri di hadapan Kinandita. Namun sang gadis hanya melihatnya sekilas lalu lanjut meminum kopinya. "Semua meja lagi penuh disini. Kata Mas-Mas di kasir kamu cuma sendirian jadi kalau kamu boleh saya mau—"

"Iya-iya boleh, duduk aja." Ada penyesalan dalam diri Kinandita karena lagi-lagi tidak bisa mengontrol dirinya sendiri untuk tidak berucap ketus kepada orang yang baru dikenalnya. Baru saja mau meminta maaf, tapi saat melihat orang yang duduk dihadapannya ini Kinandita tidak lagi bisa berkata-kata. Laki-laki dihadapannya juga langsung terdiam menatap mata gadis di depannya.

"Lo yang selalu duduk di meja nomor sebelas di setiap band gue perform kan? Sama orang yang liat perform gue malem itu." Ternyata Ethan yang lebih dulu berbicara disaat gadis di depannya sedang memproses hal yang terjadi.

"Hah?" Oh, ini dia. Gadis pintar yang menjadi sangat bodoh di depan orang yang disukainya ini kembali beraksi. Entah elakkan apa lagi yang akan dia ungkapkan sekarang, "Lo salah orang gak?"

Tak menggubrisnya, Ethan duduk di hadapan Kinandita. Laki-laki itu mengeluarkan gitar akustiknya dari tas gitarnya, menatap Kinandita yang masih tidak bisa memproses semuanya. "Gue bikin sebuah lagu. Karena gue yakin lo ini yang selalu ada di setiap penampilan band gue, jadi gue rasa lo tau sedikit tentang musik. Lo harus kasih masukkan ke gue setelah gue nyanyiin."

Petikkan gitar itu sepertinya menyadarkan Kinandita karena sekarang gadis itu sudah kembali duduk dengan baik di kursinya sendiri. Menatap laki-laki dihadapannya yang sepertinya adalah kebetulan. Tidak tahu apa yang direncanakan semesta, tapi dia akan memanfaatkan waktu ini sebaik-baiknya.

Menurut pengakuan Ethan, lagu itu berjudul 'Ungkap'. Kalimat yang digunakan laki-laki itu berbentuk kalimat yang bermakna tersirat. Tapi intinya, Ethan sedang mengungkapkan kesendiriannya di tengah keramaian, kesesakkannya di antara dunia yang sangat luas ini. Dia seperti sedang mencari dan mengikuti sesuatu tapi tidak tau apa dan mengapa, jadi dia memutuskan untuk berjalan tanpa arah mengikuti takdir yang membawanya.

"Waktu gue kecil, seseorang pernah bilang kalau membuat lagu itu lebih baik mengungkapkan perasaan lo sendiri dan ceritakan segalanya dengan indah maka akan menjadi lagu yang sangat baik

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

"Waktu gue kecil, seseorang pernah bilang kalau membuat lagu itu lebih baik mengungkapkan perasaan lo sendiri dan ceritakan segalanya dengan indah maka akan menjadi lagu yang sangat baik. Jadi kalau ini lagi berasal dari pengalaman lo atau cerita lo, ya bagus. Karena selain menciptakan lagu yang indah lo juga gak lagi memendam perasaan sesak kayak gitu lagi."

Ethan tersenyum, tapi belum membalas perkataan Kinandita. Dia memetik gitarnya untuk mengalunkan sebuah lagu, Kinandita kenal lagu itu. Sangat kenal. Hingga tanpa sadar bibirnya menyanyikan lagu itu, membuat Ethan yang sedang menunduk itu tersenyum lebar.

Terbawa lagi langkahku ke sana
Mantra apa entah yang istimewa
Ku percaya selalu ada sesuatu di Jogja

Dengar lagu lama ini katanya
Izinkan aku pulang ke kotamu
Ku percaya selalu ada sesuatu di Jogja

"Gue pernah mimpi untuk tinggal dan hidup tenang di Jogja."

"Kalau gue pernah dan masih bermimpi begitu, hidup layaknya manusia yang tidak punya kenangan."

Laki-laki dihadapannya menambah lebar senyum itu hingga sepasang gigi taringnya terpampang jelas, "Jogja memang cocok jadi tempat pelarian ya."

"Ayo temenan." Kinandita melongo mendengar ajakan spontan dari Ethan tersebut. "Biar suatu hari, kalau dunia kita lagi gak baik-baik aja atau kenangan buruknya kembali mencuat, kita bisa lari sama-sama ke Jogja. Ketawa lagi di sana, lalu pulang ke tempat masing-masing. Lalu terus mengulangi hal yang sama sampai kehidupan kita membaik, sampai kita bisa berdamai dengan kehidupan dan kenangan."

"Kita bahkan belum kenalan?" Oh, Ethan baru menyadarinya. Ternyata dia seperti orang bodoh yang sedari tadi tersenyum kepada orang yang belum berkenalan dengannya.

"Oh iya. Gue Ethan, kalau lo?"

"Kinandita, lo bisa panggil gue Kinan."

"Gue panggil lo 'An' aja gimana? Kan kinANdita." Kinandita tersenyum tipis menjadi jawaban untuk Ethan yang masih saja tersenyum lebar.

Perasaan bahagia Ethan bertemu Kinandita ternyata tak dirasakan Kinandita. Kebetulan ini terasa bukan menjadi takdir biasa, tapi rasanya seperti akhir. Kinandita berharap dia benar-benar bisa mengandalkan Ethan dan bertahan dengan laki-laki ini sampai akhirnya datang.

Setidaknya dia mau bahagia dan menyatakan sendiri kepada Papa-nya kalau hidupnya bisa lebih baik dari kedua orang tuanya.





















To Be Continued.

The Sunset Is Beautiful, Isn't It? Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin