08. Memulainya kembali

25 5 0
                                    

"Den Naren? Ayo masuk Den."

Naren tersenyum kala Pak Adhi membukakannya pintu gerbang setelah bel berbunyi dua kali.

"Makasih, Pak."

"Mau jenguk non Nia kan?"

Cowok itu menguerutkan keningnya. Nia, siapa? Akhirnya dia mengingat nama belakang Rania.

"Iya, Pak. Rania nya ada?"

Pak Adhi mengangguk. "Ada, mari saya antar, Den."

Ini kali keempat Naren memasuki kediaman Ananta. Kedatangannya pertama kali memang kurang diterima, namun sekarang rasanya seperti sudah sangat lama kenal dengan keluarga Ananta ini.

Sesampainya di ruang tamu, pak Adhi memanggil sang istri untuk menyambut kedatangan Naren.

"Bu... ada tamu!"

Tak lama setelahnya, bi Mina datang.

"Den Naren? Ayo silahkan duduk, Den. Mau minum apa?" tanya Bi Mina.

"Kopi item aja, Bu," jawab Pak Adhi.

"Bukan kamu lho Mas yang Mina tanya. Udah sana balik lagi."

"Kopinya, Bu?"

"Nanti dibikinin. Jangan gitu ah, malu ada tamu."

Naren sejak tadi terkekeh melihat interaksi dari kedua pasangan suami istri ini. Sangat lucu dan menggemaskan. Apakah nanti dirinya dan Rania akan seperti ini?

Naren menggelengkan kepalanya kuat, apa yang ia pikirkan? Terlalu kejauhan.

"Jadi mau minum apa, Den?"

Pertanyaan dari Bi Mina membuat Naren kembali tersadar dari lamunannya.

"Air putih aja, Bi. Oh ya, Ranianya ada?"

"Ada dong, Den. Nanti Bibi pangilin, sebentar ya, Den."

Bi Mina naik ke lantai dua, tak lama kembali turun dengan diikuti Rania di belakangnya. Di lantai dasar keduanya berpisah, Bi Mina ke dapur sedangkan Rania ke ruang tamu, di mana Naren berada.

Naren langsung berdiri ketika Rania menampakan dirinya.

"Ran, lo gak papa kan? Ada yang sakit gak?" tanya Naren seraya menangkup kedua pipi Rania.

Reaksi Rania benar-benar di luar dugaan Naren. Cewek itu memeluknya sambil terisak.

"Ran, hei? Lo kenapa?" Pertanyaan dari Naren membuat isakan Rania semakin terdengar.

"Ran... Duduk dulu." Rania sama sekali tidak menggubris ucapan Naren.

"Maaf...." Hanya kata itu yang keluar di sela isak tangin Rania.

Akhirnya Naren hanya bisa menunggu tangisan Rania reda. Setelah tangisan Rania reda, Naren segera membawanya untuk duduk.

Dipandangnya wajah Rania yang memerah karena menangis. Ibu jarinya menghapus air mata yang jatuh dari pelupuk mata Rania.

"Udah ya, jangan nangis. Gue gak suka liat air mata lo jatuh," ujar Naren.

Rania benar-benar tidak bisa menanggapi apa-apa, rasa bersalahnya sangat besar saat ini.

"Maaf, Den, Non. Ini minumnya." Di tengah keheningan itu Bi Mina datang membawa air putih seperti apa yang diminta Naren.

Melihat air yang sekarang ada di hadapannya, Naren segera menyambar gelas berisi air itu.

"Minum dulu, abis itu baru cerita," kata Naren seraya menyodorkan air putih pada Rania.

Naren tersenyum kala Rania meminum air itu hingga tandas.

"Jadi, apa yang bikin lo kaya gini?"

Perntanyaan dari Naren membuat Rania gugup. Tapi ia harus meminta maaf atas apa yang telah dilakukannya.

"Soal kemarin, gue bener-bener minta maaf. G-gue saat itu lagi emosi, Ren. Terus-"

Naren mengusap pucuk kepala Rania, hal itu membuat pembicaraan Rania terputus.

"Gue tahu kok. Dan lo gak perlu minta maaf, karena harusnya gue yang perlu minta maaf udah maksa lo jadi pacar gue. Mulai sekarang, gue gak akan maksa kalau lo gak mau."

Tidak, bukan ini yang Rania inginkan. Tapi perkataannya semalam lah yang membuat Naren bisa berkata seperti itu.

"Ren," panggil Rania.

"Kenapa? Lo gak mau maafin gue? Gue perlu--"

"Gue mau tanya sama lo." Rania menyela ucapan Naren hingga ucapannya terhenti. "Lo beneran suka sama gue?" lanjutnya.

Naren tersenyum menatap Rania yang menatap dirinya dengan mata sembab. Kenapa jika seperti ini Rania semakin lucu?

"Lebih dari itu, Ran. Gue bukan lagi di level suka, tapi udah di level cinta."

Jawaban dari Naren membuat Rania mengembangkan senyumnya. "Setelah apa yang gue ucapin semalam, apa rasa itu masih sama?"

"Masih. Kenapa lo nanya gitu? Lo raguin perasaan gue?"

Rania menyandarkan kepalanya pada pundak Naren. Entah apa yang membuatnya berani seperti ini. "Makasih ya, udah cinta sama gue. Gue ngerasa kembali menjadi orang yang sepesial. Jadi Ren, l-lo mau gak ngulang semuanya dari awal?"

"Maksud lo?"

"Kita mulai dari awal. Gue akan berusaha tumbuhin rasa yang sama seperti perasaan lo ke gue." Akhirnya kata itu terucap dari mulut Rania. Rania benar-benar takut Naren menolaknya.

"Lo mau kan, Ren? Kalau nggak--"

Ucapan Rania terhenti ketika Naren memeluknya erat. "Gue bakal bantu lo agar rasa itu cepet tumbuh."

Rania membalas pelukan Naren tak kalah erat. "Sekarang kita beneran pacaran tanpa pemaksan."

"Jadi kemarin lo ngerasa terpaksa banget ya?"

"Nggak sepenuhnya. Pacaran sama lo ternyata seru juga," ucap Rania diakhiri dengan kekehan.

"Ini mungkin emang udah saatnya gue lupain masa lalu. Gue harap lo gak kaya bokap sama dia, Ren..."

Di tengah dua orang yang sedang berpelukan itu, ada Bi Mina yang melihatnya dari dapur dengan perasaan yang ikut bahagia melihat dua remaja itu.

Anak dari tuannya itu sudah cukup menderita. Setelah ini  Mina berharap Naren biasa membuat Rania bahagia.










Akhirnya bisa update lagi...

Setelah Badai RedaWhere stories live. Discover now