56. Wanita di Dalam Mimpi

ابدأ من البداية
                                    

“Duke Elgar, apa perintah mu?”

Prajurit itu nampak kebingungan karena Elgar tak merespon. Orang di depannya memiliki tatapan seperti ikan mati.

“Duke Elgar?”

“Siapkan kuda ku!”

“Baik!” sigap prajurit itu kemudian beranjak.

“Aku harus kembali. Ya, aku harus—“

“Panglima! Kompi tiga telah dibobol! Seorang mata-mata melakukan bom bunuh diri dan memporandakan tenda pertahanan. Mohon arahan—“ prajurit pelapor itu seketika bungkam. Raut Elgar tampak mengerikan. Ia meraih pedangnya kemudian beranjak tanpa perintah apapun.

“Pa-Panglima….” Prajurit itu ditahan oleh si pembawa pesan. Ia menggeleng singkat sebagai tanda untuk tidak mengganggu laki-laki yang tengah ditelan kemurkaan.

Elgar melaju dengan gagahnya. Bohong jika ia tidak memikirkan tempat ini juga. Walaupun pikirannya selalu meminta untuk pulang. ia tidak bisa meninggalkan bawahannya begitu saja.

Pedang itu sudah menbas ribuan tubuh manusia. Dalam balutan darah, kilaunya tampak memukai tanpa karat setitik pun. dan kini, pemilik pedang itu dilanda amarah. Persetan dengan strategi, Elgar akan mengerahkan semuanya. Selesai hari ini juga!

“Hah, hah, hah….”

Deru nafas seolah teras diujung kerongkongan. Peluh bercampur bau anyir darah menguar dari tubuh gagah yang kini mendongak ke atas. Tumpukan mayat di bawahnya seolah menjadi saksi betapa buasnya ia beraksi di medan perang.

“K-Keren….” puji salah satu prajurit yang menemani Elgar dalam penyerangan membabi buta.

“Apa dia monster?”

Ungkapan kekaguman diiringi rasa takut terucap dari mereka. Namun bukan itu intinya, kini Elgar telah terbebas! Ya, Elgar bebas!

Seringainya tampak seraya menjunjung sebuah tombak ke atas yang di sudutnya tertancap kepala manusia. Dia adalah Panglima pasukan musuh. Perang ini telah berakhir!

“Huaaaaaa!”

“Woaaaa!”

“Hidup Panglima Elgar!”

Sorak-sorakan mengisi derasnya darah bercucuran. Bermandikan darah dan keringat. Para prajurit itu menemui titik ujung perjuangan.

***

Sisi lain dunia.

Tetesan infuse tampak teratur menjalani fungsinya. Bau antiseptic menguar. Namun tak sedikit pun menganggu tidur seorang gadis yang terdapat banyak selang medis di tubuhnya. Padahal ia dikenal sebagai gadis yang sangat tidak menyukai aroma rumah sakit.

Ketika dirinya patah tulang saat kecil. Ia rela menjalani pengobatan tradisional sangkal putung demi tidak bertemu dengan dokter. karena ia trauma disuntik dan berbagai hal mengerikan yang Kakaknya pernah ucapkan dengan tujuan menakuti.

Memang sialan Kakak macam Aldi. Ya, Aldi Sarluga, Kakak kandung Restia Wardani.

“Hush! Kamu ini! Suara gamenya kecilkan! Kalau adik mu bangun bagaimana?!” seru seorang paruh baya, Winda Astuti, Ibu kandung Restia di dunia nyata.

“Ya justru baik dong. Biar dia tidak tidur terus,” dengus Aldi seraya menaikkan volume gamenya.

“Oh iya juga ya,” sahut Winda.

“Hah, nak, kapan kamu bangun nak. Mau sampai kapan kamu tidur? Tidak kasihan sama Ibu?” rintih Winda. Terbilang sudah dua bulan Restia koma sehabis kecelakaan saat itu. Operasi berjalan lancar namun Restia tak kunjung sadar. Setelah satu bulan berlalu, barulah Dokter menyimpulkan. Restia masuk kondisi vegetative. Di mana jantungna tetap berdetak normal namun otaknya tak mampu menarik kesadaran.

“Dengarkan tuh! Mau jadi anak durhaka?! cepat bangun!” bentak Aldi. Walau terkesan kasar, namun Aldi lah yang paling panik saat pertama kali dikabari adiknya kecelakaan.

Saat itulah ada setitik harapan. Entah keajaiban dari mana. Bentakan Aldi membuat Restia tersentak hingga jemarinya sedikit mengangkat.

“Bu!” sahut Aldi girang.

“Cepat panggil dokter Di!”

***

“Kau akan pergi ke sana?” ucap suara wanita.

“Humm, karena itu dunia ku.”

“Kau yakin akan mengakhirinya seperti ini?”

“Kenapa aku harus peduli? Toh itu tubuh mu.”

“Baiklah, aku tidak punya hak menahan mu lagi. Tapi—“

“Apa lagi? Pasti kau akan membujuk ku dengan segala cara supaya aku kembali ke dunia itu kan?”

“Emh… iya!”

“Kau saja yang kembali ke tubuh mu. Aku akan kembali ke dunia ku. Beres kan?!”

“Tidak bisa, sejatinya aku, Restia Adler De Freya sudah mati. Kau ingat, saat pertama kali kau datang ke dunia itu. Saat itu aku meminum obat tidur yang diberikan Duke Elgar. Tapi karena kecerobohan ku, aku jadi tidur selamanya. Hehe.”

“Wah, benar-benar tuan putri satu ini.”

Duke Elgar ya? Ah, Restia kan punya janji melihat lavender di rumahnya. Apa Restia akan mati sebagai pendusta? Menyebalkan! Tapi, itu tak mengubah pendirian Restia sama seklai. Ia tetap mau pulang ke dunianya! Titik!

"Apa kau menikmatinya? Menjadi diri ku," sahut Restia Adler.

"Tidak. Sama sekali tidak! Menjadi diri mu sangat susah dan serba salah!"

"Hehe, benar kan? Makanya aku memilih pergi."

"Lali kau menyerahkan bagian susahnya pada ku? Begitu?!"

"Woo, jangan marah begitu. Kau menyeramkan saat marah."

"Hah, sebenarnya apa motivasi mu menarik ku ke dunia ini. Di pikir logika saja tidak masuk akal. Tapi aku mengalaminya sendiri. Kau itu apa? Makhluk dunia pararel?"

"Emh... entahlah, aku tidak tahu rahasia semesta. Aku diberi pilihan dan aku memilih mati. Bagaimana dengan mu? Apa kau juga pernah menyentuh kematian?"

Ah, benar juga. Kondisi Restia Wardani saat ini adalah di ambang kematian.

"Yah, ku pikir begitu. Tapi aku berbeda dengan mu. Aku masih mau hidup. Karena aku ada interview kerja. Aku baru saja mulai. Tapi justru harus berkahir."

"Hemm... mungkin karena itu lah jiwa mu memasuki tubuh ku."

"Tapi kan aku tidak menginginkannya!"

"Restia, percayalah. Setiap perkara sudah diatur. Mungkin ada maksud lain kenapa kau harus jadi diri ku. Bisa saja kan, kau datang untuk misi menyelamatkan jiwa seseorang? Aku tidak tahu rahasia apa di balik semesta. Tapi ku harap kau mau menyelesaikan sesuatu yang telah kau mulai di dunia itu."

"Aku tidak memulai apapun!"

"Oh ya? Kau yakin?"

Oh sial! Restia langsung teringat dengan apa yang Livius lakukan sebelum Restia masuk ke dunia mimpi ini.

"Hah, baiklah aku menyerah. Aku sudah mengacaukan semuanya."

"Bertanggung jawablah dan selesaikan kisah mu!"

"Lalu bagaimana dengan mu? Setelah selesai. Apa yang akan terjadi pada mu?"

"Emh... entahlah. Itu bukan ranah ku menentukan."

"Hah, sepertinya aku harus bertahan di dunia novel lagi," dengus Restia. Ia pun membulatkan tekat dan perlahan kesadarannya mulai kembali.









Bingung gak?

Komen sini kalo bingung.

Vote yak

The Villain Want to Die (END)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن