WANITA DI DEKAT JENDELA

19 6 3
                                    

Pagi Senin yang cerah, Zuzu berangkat ke kafe Bang Zav dengan semangat pejuang kemerdekaan. Langkah kakinya cepat, tak ingin terlewat sedikitpun waktu bersama Bang Zav.. eh... maksudnya, waktu untuk bekerja keras.

"Assalamualaikum!" sapanya riang begitu memasuki pintu kafe. Jam menunjukkan pukul 06.15. Pukul 07.00 kafe sudah harus dibuka untuk menyambut pelanggan yang ingin sarapan roti ditemani kopi hangat.

"Waalaikumsalam, teh Juju!" alih-alih dijawab oleh Bang  Zav, yang menjawabnya malah karyawan lain yang sudah datang duluan. Zuzu tersenyum sekenanya, mengambil apron, sambil matanya menyapu kafe. Tumben, Bang Zav kemana, ya? Biasanya sudah sibuk menata roti dan kopi.

"Nyariin Bang Jap, ya, Teh? Tuh lagi di halaman." Nita, alumni SMK yang juga kerja di kafe menunjuk taman bunga kecil di samping kafe. Bang Zav duduk di kursi panjang menemani seorang wanita dan seorang anak kecil, mungkin usianya baru lima atau enam tahun.

"Itu siapa, Nit?"

"Teh Juju nggak tahu, ya? Itu pelanggan kita, sering nungguin anaknya pulang sekolah sambil ngopi. Tumben, datang sepagi ini. Bang Jap baik banget juga, kita langsung disuruh siapin pesenannya walau belum buka."

Zuzu mengangguk-angguk. Ada perasaan aneh di hatinya melihat Bang Zav duduk bersama ibu dan anak itu. Harus diakui, ibu itu masih muda dan penampilannya sangat modis. "Pasti pelanggan spesial, ya?"

"Iya. Ibu itu selalu duduk di meja sana, yang dekat jendela itu. Dia juga sering ngobrol sama Bang Jap. Jangan-jangan... janda muda, Teh. Hi hi hi."

"Hush! Ngegosip aja deh kamu, Nit."

"Habisnya beliau itu kalau datang kesini selalu sendiri atau sama anaknya yang masih kecil itu. Nggak pernah keliatan suaminya. Lagian apa salahnya sih, Bang Jap nikah sama janda muda. Lihat deh, Teh, meni keliatan cocok gitu."

Zuzu menelan ludah melihat siluet mereka yang tengah duduk di kebun bunga, diterpa cahaya mentari yang menari malu-malu. Apalah Zuzu yang hari ini datang hanya berulas lip cream tipis dan rambut diikat ekor kuda, dibanding ibu itu yang kerudungnya saja sudah terlihat halus dan mahal.

"Teh, kok bengong. Ehh.. jangan-jangan, teh Juju cemburu yah? Teh Juju teh suka juga sama Bang Jap? Euleuh euleueh...!" Nita seolah mendapat siraman inspirasi pagi. Zuzu segera membekap mulut gadis itu sebelum mulai menularkannya ke karyawan yang lain.

"Jangan sembarangan ah, udah ah, hayu kerja, malah ngegosip begini!" ujar Zuzu galak, sementara Nita masih cekikikan sambil menjawil pundak Zuzu.

"Bang, ibu-ibu tadi itu siapa? VIP ya? Sampai dilayani sebelum buka." Sambil membersihkan gelas-gelas, Zuzu langsung menanyai Zav yang baru kembali. Sengaja dia tekankan kata 'ibu-ibu',supaya Zav jangan sampai lupa diri dan terjebak menjadi pebinor.

"Iya, VIP. 'Ibu-ibu' tadi rencananya mau ngadain pesta anniversary pernikahan kecil-kecilan di sini." Zav menjawab sambil senyum-senyum. Dia menyadari penekanan yang diberikan Zu itu, jadi ia juga melakukan hal yang sama.

"Oooo.... " tak sadar, Zuzu meniupkan nafas lega. "Akrab sekali kayaknya, Bang."

"Iya, memang...," jawab Zav santai.

Zuzu menghela napas lagi, tanpa sadar dia mengelap gelas terlalu keras sampai lolos dari tangannya. Untung Zav sigap menangkap gelas itu. Kalau tidak, Zuzu bisa kena denda karena memecahkan gelas.

"Eh, astaghfirullah, maaf Bang."

"Iya, hati-hatilah, Zu. Ngomong-ngomong, kafe kecil seperti kita memang harus bisa akrab sama pelanggan, supaya mereka nyaman dan datang lagi." Zav menangkap situasi yang kurang enak. Tak biasanya Zuzu pendiam seperti sekarang.

The Candidates Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang