RUMAH RETAK

23 4 0
                                    

"Paket!"

Bia langsung mengenakan  kerudung 'buka pintu' andalannya dan turun ke bawah. Disebut kerudung buka pintu, karena didesain berlengan dan sengaja diletakkan di tempat strategis, khusus dipakai untuk menyambut tamu mendadak. Salah satunya kurir paket. Bia memang sedang menunggu paket alat peraga untuk acara pengabdian masyarakat nanti.
"Lho, kok ringan kardusnya ya Pak?"

"Ya, meneketehe Neng, bener kan alamatnya?"

"Iya bener, makasih ya!"

Takut paketnya salah alamat, Bia segera membuka bingkisan itu. Matanya membulat saat melihat isinya. Seperangkat alat rajut dengan benang warna-warni. Belum pernah dia melihat koleksi benang dengan pilihan warna sebanyak ini. Ukuran jarum rajutnya pun komplit dan bahannya jelas tak sembarangan. Sebuah kartu ucapan berwarna pink menempel di kotak,

Untuk Bia,
Sedikit oleh-oleh dari business trip ke Jepang, semoga waktu luangmu jadi lebih menyenangkan

-Nero

Seketika bulu kuduk Bia berdiri. Gila, nggak berhenti juga ini cowok. Udah lewat dua bulan, masih ngeyel aja. Dasar nggak tahu diri!

Segera dibungkusnya kembali kotak itu, lalu akhirnya dengan susah payah, dibuangnya ke tong sampah di depan rumah. Meskipun, ada sedikit rasa berdosa dalam hatinya, betapa mubazirnya kalau alat-alat rajut itu dibuang.

Baru saja Bia hendak mencuci piring, terdengar seruan dari pintu. "Biaaa! Ini paket kamu masuk tong sampah!"

Bia terkejut sampai piringnya hampir jatuh. Itu suara Ibu kos, memang sesekali beliau datang untuk inspeksi. Kalau Bia cerita asal usul kado itu ada di tong sampah, pasti diceramahi macam-macam. Duh, gagal dibuang deh.

Akhirnya Bia membawa kotak itu kembali ke kamar. Baru sempat duduk, Azzura tiba-tiba datang membawa seplastik besar keripik, "Biaa, bantuin bungkusin keripik dong, mau kujual ke warung". Seperti biasa, Zu masuk tanpa mengetuk pintu.

"Bia ... kamu kenapa, liat paket kok kayak liat nilai E?" Azzura menggerak-gerakkan tangannya di depan muka Bianca yang menatap kosong "Kotak yang kembali" itu.

"Ini kiriman dari si Nero itu. Aku mau buang tapi malah dibawa balik lagi sama Ibu Kos. Duh, harus diapain!"

"Buang kata kamu?" Azzura segera mengecek isi kotak itu. Karena sudah biasa berdagang aneka barang, dia langsung tahu kalau harga hadiah itu tak main-main. "Ini barang bagus, Bia. Mubazir lah kalau dibuang. Eh, gimana kalau kamu sumbangin aja buat acara besok?"

"Oh, betul juga! Ahh... Zuzu, kamu penyelamatkuu!" Bia memeluk Zu sampai gadis itu meronta-ronta sesak napas.

Acara yang dilangsungkan di sekolah yang cukup jauh dari kota itu, akhirnya selesai. Titan mengajukan program pengabdian masyarakat untuk pemberantasan buta huruf Al Quran dan proposalnya diterima. Menurut Bapak Ilmu Tajwid, Ibnu Al Jazari, Kemampuan membaca Quran dengan benar itu wajib bagi setiap muslim. Hal itulah yang memotivasi Titan memilih program ini.

Bianca betul-betul kagum pada kemampuan Titan mengajar mengaji. Anak-anak yang biasa hanya belajar dengan fasilitas minim itu, rupanya dapat paham dengan cepat. Dalam waktu singkat, dosen muda yang santun itu sudah jadi idola anak-anak dan para ibu.

"Bia, makasih ya sudah ikut. Kepala sekolah titip salam, beliau berterima kasih sekali atas hadiah darimu."

"Ah biasa aja, Kak. Malah aku yang berterima kasih sudah diajak. Aku seneng banget ikut acara seperti ini. Kalau ada lagi, aku diajak yah, Kak."

Sebuah senyum lebar segera menghias wajah Titan. "Pasti. Oh ya, kamu ada waktu akhir pekan ini? Aku ingin menraktir minum di kafenya Zav, ya, sebagai ucapan terima kasih sekalian  rapat evaluasi."

The Candidates Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz