00

219 12 0
                                    

"Perempuan sepertimu memangnya layak dicintai, huh?! Kau bahkan tak punya nilai apapun sejak dulu!!"

"Bisa-bisanya kau berkata begitu setelah aku memberikan segalanya padamu?! Aku bahkan hancur begini semua karena kebodohanmu!"

"Beraninya kau mengataiku bodoh!? Dasar jalang!!"

"APA YANG KAU LAKUKAN!? AAARRGGH!!"

" ... Aku sudah bilang kalau pernikahan hanya modal cinta itu takkan berujung bahagia. Rasakan sendiri akibatnya."

"Sebentar, nampaknya kau sudah salah paham. Aku memang menyukaimu. Semua orang juga pasti menyukaimu, kok. Aku hanya beruntung karena kau percaya padaku. Itu saja. Aku sudah tak butuh kau sekarang."

Membuka mata, peron kereta didepannya masih lenggang. Tampaknya kereta kali ini akan sedikit terlambat. Inginnya memejam sejenak guna meringankan lelah, ia malah ketiduran bahkan sampai bermimpi sekilas. Bangun dari kursi duduk, ia mendekati salah satu pilar bangunan dan menyandarkan bahu disana. Mengusak ringan wajah di dalam syal, maniknya mengerjap lemah karena masih sedikit mengantuk.

Sial, mimpi itu benar-benar buruk sekali. Tapi kenapa aku masih ngantuk? Keluhnya dalam batin.

Dua menit kemudian, hening peron kereta bawah tanah itu di pecahkan oleh suara pemberitahuan disusul kemudian desing roda kereta yang mengerem perlahan. Bersiap untuk naik, ia maju beberapa langkah dan berhenti tepat di depan pintu masuk bersama penumpang lain yang menyebar sepanjang peron. Begitu kereta tiba dan pintu terbuka, ia segera duduk di kursi dekat pintu dan memangku tasnya. Tak memedulikan orang-orang yang lalu lalang, ia menyandarkan kepala dan memejamkan matanya kembali sembari menyugesti diri agar tidak pulas dan pasang telinga. Bisa gawat jika nanti stasiun tujuannya terlewat karena ketiduran.

Pekerjaannya hari ini sungguh mengerikan sekali. Tidak hanya beberapa murid di kelasnya membuat masalah, bahkan tiga diantaranya menjadi dalang pembullyan terhadap adik kelas. Hanya karena wali mereka adalah orang berpengaruh mereka menjadi sesukanya. Kalau kepalanya adalah balon, mungkin sudah pecah sejak dulu sekali. Ia benar-benar bersyukur akan adanya murid pemberani yang melaporkan murid-murid nakal itu kepadanya.

Tadi ... Siapa, ya, namanya?

Memorinya secara spontan mengingatkannya pada suasana ruang guru yang ricuh oleh para wali murid, dirinya dan beberapa para guru, serta satu anak murid yang berdiri di depannya seraya menunjuk anak-anak muridnya sambil meraung marah.

"AKU YANG YATIM PIATU SAJA BISA MEMBEDAKAN BAIK DAN BURUK, KENAPA KALIAN YANG PUNYA ORANG TUA LENGKAP TAK BISA MEMBEDAKAN HAL ITU?! BUAT APA KALIAN SEKOLAH, HUH?!"

Saat itu, ia tercenung dan mematung. Menatap punggung murid di depannya penuh kagum disaat guru-guru yang lain justru berdiri di belakangnya dengan wajah was-was. Manik hijaunya dengan jelas memantulkan punggung pemuda bersurai wolfcut silver yang tak gentar berhadapan dengan rombongan beraroma kekuasaan itu.

Namanya ... Siapa ya?

Kalau bertemu lagi, ia akan mengingatnya dengan baik.

TING!

"Stasiun Shibuya! Shibuya!"

Kelopak lentik itu sedikir terangkat. Ah, tiga stasiun lagi. Pikirnya.

Dan ia kembali melanjutkan kembali istirahatnya.












Utaite Fanfiction
Main Pair
SouEve

[ YOKU ]

START

YOKU  ||  SouEveWhere stories live. Discover now