PART 1

18 4 2
                                    

Pagi yang sejuk dan mentari pagi menyapa lubang hidungku dengan ketenangan. Aku melangkahkan kakiku menyusuri lapangan sambil melihat orang ramai ke sana kemari. Sampai aku tiba di ruang kelasku, sepuluh MIA 1. Kuletakkan bokongku di atas bangku yang tepatnya berada di banjar pertama dan saff ketiga dari pintu masuk.

Hari ini aku akan menerima raport, semester duaku. Tahun lalu bisa di bilang rankingku sangat jelek dan begitu juga nilainya. Jadi untuk semester dua ini aku sudah mempersiapkannya dengan matang, aku yakin aku pasti bisa.

Suara bel sekolah berbunyi, suara ketua osis terdengar ke seluruh penjuru sekolah meminta kami untuk berbaris. Aku melangkahkan kakiku dengan cepat dan masuk ke dalam barisan. Setelah semuanya berbaris dengan rapi, suara wakil kepala sekolah mulai terdengar untuk membacakan kejuaraan.

"Perhatian untuk anak didik kami, jadi hari ini saya akan mengumumkan hasil kejuaraan semester ini dan untuk raportnya akan diberikan kepada anak didik sekalian di ruangan kelas masing-masing oleh wali kelas," ucap Pak Dika.

"Saya mulai dari kelas 10 MIA 1. Juara ketiga adalah Sheila angelysha,"

"Juara kedua Lyra Permata,"

"Dan juara pertama adalah Tanisha Ophelia."

Entah kenapa seketika aku merasa runtuh kala mendengar dari ketiga sang juara tak ada satupun yang menyutarakan namaku. Tapi tak apa aku masih memiliki harapan untuk masuk sepuluh besar.

Setelah pengumuman dan memberian hadiah, para siswa kembali ke kelas untuk menerima raport masing-masing. Aku yang berada di dalam kelas merasa gerah. Ini sangat menggugupkan, aku hanya berharap semoga kerja kerasku untuk semester ini tidak sia-sia.

Bu Jeanelle sebagai wali kelasku masuk ke ruangan kelas dengan membawa raport di tangannya. Tampa pikir panjang Bu Jeanelle langsung menyebut nama-nama yang masuk sepuluh besar dan langsung memberi raportnya. Hingga namaku tersebut di ranking ke tujuh.

Dan parahnya lagi saat raportku diberikan aku bahkan mendapatkan nilai yang lebih buruk dari sebelumnya. Sesak sekali dadaku melihat nilai di raportku, sudah tidak sesuai target dan menurutku ini jauh dari apa yang aku perjuangkan selama ini. Tanpaku sadari air mataku menetes, ku usap dengan cepat dan aku ijin ke kamar mandi. Sampai di kamar mandi pipiku sudah dihujani air mata, ku puaskan semua rasa sakit itu di sana. Rasa tak adil, emosi, sedih, semuanya bercampur menjadi satu.

"Lain kali gak usah sok ngambis ya sayang ya, sampai kapanpun lo itu gak bakalan bisa masuk sepuluh besar. Lagian lo kan si paling gagal, usaha lo sia-siakan semester ini? Ranking lo makin jelek dan nilai lo turun. Kasian banget," ucap Tanisha Ophelia yang tak lain adalah ranking pertama di kelasku.

"Intinya aku udah ngelakuin yang terbaik, kalaupun ranking dan nilai aku buruk itu bukan urusan kamu. Kan yang dapat nilai aku," balasku lantas pergi meninggalkan Tanisha dan teman-temannya di ruangan kelas yang sudah lumayan lempang karna yang lain sudah pulang.

Setelah sampai di kamar aku merebahkan diriku di atas kasur big size lalu menangis tanpa suara. Aku bingung letak kesalahanku saat mengerjakan tugas itu dimana sampai nilaiku tidak sememuaskan yang aku harapkan. Mungkin egois untukku menuntut kepuasan, tapi bagaimana lagi aku juga di tuntut untuk berjuang mati-matian oleh tugas yang selalu menghantuiku setiap harinya.

***

Teriakan Mama dari arah bawah membangunkanku untuk bangkit dari tempat tidur. Jam ternyata telah menunjukkan pukul tujuh. Jam segini biasanya Mama dan Papa pulang bekerja.

"Astaga aku dalam bahaya!" gumamku.

Dengan cepat aku bangkit dan merapikan diri secepat mungkin. Di bawah, Mama dan Papa sudah menungguku dengan wajah yang masam.

"Kamu ngapain aja, kenapa rumah gak beres?" tanya Mama dengan suara datar yang berhasil membuat aku ketakutan.

"Aku tadi-"

"Jangan beralasan, kamu malas-malasankan? Eunoia kamu itu bisanya apa sih?" tanya Mama pada ku yang hanya bisa menunduk.

"Oh iya, hari ini kalian nerima raport kan? Kamu ranking berapa? Papa harap nilainya gak malu-maluin," ucapan Papa yang tiba-tiba membahas raport membuat aku diam membisu dan tidak berkutik sedikitpun. Jawab Eunoia! sambung Papa.

Akupun tak tahan hingga mengeluarkan air mata tanpa ada aba-aba. "Pa, Ma, maafin Eunoia. Hiksss hiksss," celetukku. "Eunoia ranking tujuh dari tiga puluh orang dan hiksshiksss nilai Eunoia nurun."

Plakkk

Satu tamparan jatuh ke pipi kananku. Akupun tergusur ke belakang. Sangat sakit rasanya seperti ini, mereka tidak tau seberapa besar perjuangan yang aku lakukan untuk mendapatkan yang mereka inginkan?

"Pa, Eunoia udah berusaha tapi usaha Eunoia sia-sia,"

"Ingat ya Eunoia kamu itu anak seorang Natta Navarro, pengusaha terkenal di Indonesia. Jadi kamu gak boleh malu-maluin saya jika kamu masih ingin saya sebut anak," desis Papa lalu pergi dari antara aku dan Mama. Ya, seperti itulah Papa, memiliki sikap egois tanpa memikirkan anaknya sendiri. Tampangnya memang seperti Papa yang baik, tapi tidak dengan perilakunya padaku.

"Ma-"

"Jangan panggil saya Mama, seorang Shireen Hyuna sangat malu punya putri yang bodoh seperti kamu. Kemarin ranking empat sekarang malah ranking tujuhgak bisa ranking satu gitu?" sembur Mama yang juga pergi meninggalkan aku sendiri. Mamaku juga sama seperti Papa. Bahkan kasih sayang ibu sepanjang masapun masih kontra dalam hidupku.

Seperti inilah orang tuaku, aku selalu dituntutku ini itu. Mereka selalu bilang kalau aku harus dapat ranking satu, menang olimpiade, pintar publicspeaking, dan menjadi anak yang benar benar sempurna. Semuanya yang sangat sulit aku miliki.

Kadang aku bingung sebenarnya aku itu anak mereka atau bukan. Aku tau dan aku sadar jika aku adalah anak tunggal tapi bukan berarti aku harus terus menghadapi kekerasan jikalau aku tidak sesuai seperti yang orangtuaku harapkan bukan. Gak ada manusia yang sempurna di dunia ini, dan aku cuman manusia biasa yang boleh aja melakukan kesalahan dan kegagalan dalam hidup.

IT'S OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang