25 - Rencana Masa Depan

Start from the beginning
                                    

"Mau makan sendiri apa disuapin?"

Melisa mengangkat alisnya, menatap Candra yang duduk di hadapannya. "Kenapa pertanyaannya bukan 'kamu mau aku suapin nggak?'. Kalau ditanya begitu, kan, aku jawab iya."

"Ya udah, aku suapin kalau gitu."

Lagi-lagi Melisa kegirangan, apalagi saat Candra mulai menggulung mi, meniupnya sebentar, lalu mendekatkan garpu ke mulutnya.

"Mamanya Xania laper banget, ya, kayaknya."

Melisa mengangguk, kemudian menelan makanannya. "Malam ini Xania rajin minta susu sampai mamanya nggak sempet isi bensin."

"Xania udah kepengin cepet besar," kata Candra usai menyuapi Melisa yang kedua kali.

"Bisa nggak, ya, Xania kecil terus? Biar bisa dipeluk terus."

Candra terkikik. "Ya, mana bisa. Dia bentar lagi bisa minta jajan kayak mamanya."

Hening setelah itu karena Melisa sibuk mengunyah mi, Candra sibuk menyuapi sambil sesekali mengecek Xania. Anak itu tampak tenang.

"Mel, kita belum pernah ngomong soal KB lagi, kan? Terakhir, kita ngomongin ini pas masih di rumah orang tua kamu," kata Candra setelah beberapa saat sunyi.

"Iya. Jadi, mau aku atau Mas?"

"Aku, Mel. Aku mau coba pakai pengaman."

"Mas udah yakin?"

Candra mengangguk. "Aku nggak mau kamu lagi yang kesakitan gara-gara KB. Terus, sekarang kamu sambil menyusui juga, aku nggak mau ganggu produksi ASI. Ya walaupun ada KB yang nggak bikin produksi ASI terganggu, tapi aku tetep nggak mau kalau harus kamu yang KB lagi."

Baiklah. Kalau Candra sudah mengatakan seperti itu, artinya tidak ada ganggu gugat. Akan tetapi, masih ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati Melisa. "Terus, Mas mau punya anak lagi nggak setelah ada Xania?"

Sepi lagi, padahal Melisa sudah penasaran. Kalau Melisa sendiri masih ingin punya anak. Namun, sekarang dia tidak akan memaksakan kehendak lagi pada Candra. Melisa mau keputusan ini dibuat bersama-sama.

"Satu lagi tapi jaraknya jauh nggak apa-apa, kan?"

Dalam hati, Melisa senang. Jawaban yang aman. "Dua tahun gimana?"

"Itu kecepetan. Lima tahun."

Melisa terbelalak. Hampir saja tersedak saat minum cokelat. "Ya, umurku keburu tua, Mas. Lima tahun lagi aku 31, malah berisiko, dong. Tiga tahun, gimana?"

"Oke, deal, tapi habis itu, kita steril, ya. Dua anak cukup."

"Berarti fix, ya, adiknya Xania dibikin tiga tahun lagi. Kalau Mas di tengah jalan tiba-tiba berubah pikiran, aku mogok ngomong sama Mas." Melisa rasa sangat harus diberi ultimatum sejak detik ini. Mengingat Candra-lah yang memegang kendali sekarang. Takutnya laki-laki itu malah kepikiran mau steril diam-diam.

Melisa segera meralat pikirannya. Dia harus memberikan kepercayaan kepada suaminya.

"Untuk Xania, kalau dia nggak usah ditindik dulu kamu nggak keberatan, kan?"

"Nggak, lah. Menurut aku, apa pun yang menyangkut tubuhnya, itu terserah Xania. Biar Xania sendiri yamg memutuskan mau pakai anting apa nggak. Lagian, kalau pakai sekarang, aku yang ngeri."

"Terus, menurut kamu, Xania harus sekolah dini nggak?"

"Kalau sekolah dini, iya. Tapi, cari yang waktunya nggak panjang, Mas. Soalnya menurut aku, pendidikan yang paling utama ya pas dia lagi di rumah. Aku, kan, udah nggak kerja sekarang."

"Kamu beneran nggak mau pakai suster?"

"Untuk sekarang nggak dulu, Mas. Aku pengen ngerasain ngurus anak sendiri. Mas nggak usah khawatir aku capek. Walaupun capek, aku seneng karena akhirnya bisa punya anak. Makasih, ya, Mas."

Ucapan itu membuat Candra tertegun. Dahulu dirinya yang mengatakan akan menuruti semua keinginan Melisa, kecuali punya. Dahulu dirinya masih terbayang masa lalu yang kelam. Dahulu pikirannya sempit, berputar pada kemungkinan gagal. Sebelum bertemu Melisa, bayangan memiliki seorang anak benar-benar tidak ada di dalam kepala Candra. Dia mengira untuk apa menghadirkan anak ke dunia kalau akhirnya menjadi kepuasan orang lain.

Sekarang Candra akan mencoba menjadi ayah yang baik untuk Xania. Menjadi orang pertama yang Xania cari ketika sedih, senang, dan kecewa. Membimbing anaknya ke jalan yang benar. Seperti yang pernah dikatakan Martin, menciptakan keluarga.

"Harusnya aku yang bilang makasih. Makasih kamu udah mau temenin aku sampai sekarang."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Makasih udah nungguin :)

Gimana kesan2 setelah baca sampai sini?

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now