Di dalam ruangan itu, Melisa mulai mengecek tensi dan berat badan. Kalau melihat berat badan Xania senang, Melisa ngenes menyaksikan angka timbangannya sendiri yang belum kembali seperti sebelum hamil.

"Ada keluhan, Bu?" tanya Dokter Indi.

"Itu, sih, Dok, gatal-gatal di bekas jahitannya. Tapi, udah saya kasih krim yang Dokter kasih."

"Coba saya lihat, ya, Bu."

Dokter Indi kemudian menyingkap pakaian Melisa di area perut. "Wah, sudah kering. Memang wajar kalau terasa gatal. Jangan digaruk, ya. Kalau digaruk malah jadi infeksi."

"Iya, Dok."

"Kalau nifasnya bagaimana? Tidak ada keluhan?"

"Nggak ada, Dok. Nggak bikin sakit juga. Warnanya masih sesuai sama yang Dokter bilang."

"Syukurlah. Saya kasih vitamin, ya, Bu. Diminum setelah makan. Ke sini lagi bulan depan, ya, Bu."

"Terima kasih, Dok."

Sampai rumah, Xania dalam keadaan tertidur pulas setelah menyusui

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sampai rumah, Xania dalam keadaan tertidur pulas setelah menyusui. Melisa segera meletakkan bayinya di baby crib, lalu menutupnya dengan kelambu agar tidak ada serangga yang masuk. Pintu kamar sengaja tidak tertutup supaya tangisnya terdengar ketika Melisa di lantai bawah.

Tadi di perjalanan Candra sempat mengirim pesan, seperti biasa minta foto anaknya. Melisa kirim saja jepretan Xania yang terpejam di gendongannya. Balasannya, Candra mengirim foto dua pasang sepatu. Satu ukuran anak-anak, satu lagi ukuran dewasa.

Ayahnya Xania 👨‍👩‍👧: Menurut kamu bagus nggak buat Xania?

Anda: Kayaknya itu muatnya pas Xania udah gede.

Ayahnya Xania 👨‍👩‍👧: Tapi, lucu, Sayang. Makanya aku beli.

Anda: Terus, aku nggak dibeliin juga?

Ayahnya Xania 👨‍👩‍👧: Ada. Baju cantik. Kalo kamu udah selesai nifas, dipake, ya.

Anda: HEH!

Di mobil tadi, Melisa spontan geleng-geleng. Sudah punya anak satu, bapak satu ini masih terobsesi dengan baju cantik. Astaga, memangnya masih pantas? Badan Melisa tidak semulus waktu belum hamil. Melisa tidak yakin apa baju itu akan tetap terlihat cantik dengan tubuhnya sekarang.

Usai memastikan Xania aman, Melisa turun ke dapur. Mengambil buah alpukat dari dalam kulkas. Setelah dicuci, dikupas, dan dipotong, Melisa memasukkan potongannya ke wadah blender.

"Mbak, ada Bu Sintia dan Pak Hutama di depan." Ambar datang dan berkata seperti itu pada Melisa.

"Oh, sebentar." Melisa mematikan blender begitu buahnya halus, lalu dipindahkan ke gelas besar. Karena ada kedua mertuanya, Melisa langsung berinisiatif membuat minum untuk mereka.

Melisa melangkah lebar menuju ruang tamu. Ternyata benar, di sana sudah ada Sintia dan Hutama. Tentu saja dengan para pengawal yang setia.

"Mami, Ayah." Melisa mencium tangan dua mertuanya satu per satu.

Sintia yang melihat Melisa membawa nampan langsung berkata, "Kamu ngapain bikin minum, Sayang?"

"Sekalian, Mi. Mel tadi habis bikin jus."

"Xania mana?" tanya Hutama.

"Xania lagi tidur, Yah. Tadi habis imunisasi."

"Yaah, padahal ayah kangen mau gendong."

"Ish, Papi! Habis imunisasi itu pasti sakit. Jangan diganggu dulu," sela Sintia.

"Yumna sama Yusna nggak ikut?"

"Mereka, kan, lagi sekolah sekarang," jawab Sintia. Kemudian, menunjukkan sebuah paperbag kepada Melisa. "Oh, ya, kemarin mami habis pergi terus liat dress cantik banget. Mami jadi kepikiran beliin buat Xania. Buat hadiah satu bulan Xania."

"Ya ampun, Mi, kalau dikasih hadiah terus, Mel jadi nggak enak."

"Kenapa begitu? Mami seneng, lho, kasih hadiah buat cucu."

Melisa tersenyum kikuk. Sudah tidak terhitung banyaknya barang yang dibelikan Sintia. Dimulai Xania masih di dalam kandungan sampai sekarang. Bahkan, barang-barang tersebut belum pernah dipakai. Sungguh, Melisa jadi tidak enak. Dirinya belum bisa memberikan apa-apa ke Sintia. "Makasih kalau gitu, Mi. Nanti kalau cukup di badan Xania, Mel langsung pakein."

"Mami jadi nggak sabar, deh, ngeliat Xania pakai baju ini!"

Melihat tingkah istrinya, Hutama berkata, "Kayaknya bakal kebesaran di badan Xania kalau dipakai sekarang, dipakai nanti mungkin udah nggak muat."

"Ish, Papi, jangan bilang begitu, lah."

Tiba-tiba saja dari arah pintu seorang pengawal pria menghampiri Melisa. Membuat Melisa, Sintia, dan Hutama menghentikan obrolan.

"Maaf, Bu Melisa, di depan ada ibu-ibu ke sini dan ingin masuk," kata pengawal itu.

"Pakai sanggul?" Melisa langsung bertanya seperti itu. Lagi pula, siapa lagi ibu-ibu yang datang. Ratna tidak mungkin ke sini dan tidak pakai sanggul juga. Sudah pasti itu Sarina.

"Iya, Bu."

"Ya sudah, suruh masuk saja."

"Baik, Bu."

"Siapa, Mel? Kok, dibolehin masuk?" tanya Sintia setelah pengawal itu pergi.

Melisa tergagap. Lupa kalau masih ada Sintia dan Hutama di rumah ini. Seingatnya, mereka belum pernah bertemu, kan? Dia sudah telanjur mengizinkan Sarina masuk.

"Anu, Mi, ibunya Mas Candra yang ke sini," jawab Melisa dan setelahnya, Melisa melihat raut wajah Hutama berubah.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kita happy-happy lagi, ya. Eh, tapi ada Mbah. Kira-kira Mbah mau ngapain?

Yang belum baca spesial part 3 bisa mampir ke Karyakarsa, linknya udah aku taruh di bio. Dan ada voucher diskon sampai hari ini. Kode vouchernya MASPILOT.

Ini teh serius nggak ada yang mau double update? Cukup komen "mau" aja syaratnya kok 😘

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now