17 - Informasi Baru

Start from the beginning
                                    

"Dari siapa, Mbak?" tanya Melisa.

Ambar kemudian membaca nama pengirim yang tertera di kardus itu. "Martin Stevan Lukas, Mbak."

"Oh, itu temennya Mas Candra kayaknya. Tolong taruh di kamar, Mbak. Biar Mas Candra nanti yang buka pas pulang." Ya, Melisa masih berharap Candra pulang. Suaminya tidak mungkin ada di pesawat itu.

"Nay, percaya, kan, kalau Mas Candra bakal pulang?"

"Iya, Mel. Aku percaya. Udah, kamu mending fokus menyusui aja. Jangan pikirin yang lain dulu."

Belum selesai menyusui, ponsel Melisa berdering. Ada telepon dari Sintia. Melisa tidak perlu menunggu sampai Xania selesai karena sudah tidak sabar dengan kabar yang dibawakan mertuanya.

"Mi, gimana?"

"Maaf, Sayang, mami lama telepon kamu. Tadi pihak maskapai baru merilis daftar manifest pesawat dan di loket banyak sekali keluarga yang mau lihat. Tapi, kamu nggak perlu khawatir lagi, ya. Candra nggak ada di daftar itu. Dia nggak tercatat sebagai salah satu kru pesawat itu."

Melisa terhenyak. Tercekat. Tangannya mencengkeram ponsel erat-erat. Ini sungguhan? Candra tidak ada di pesawat yang dipastikan jatuh di laut itu?

"Mami ... Mami nggak salah baca, kan, tadi? Ini beneran, kan?"

"Mami udah pastikan, nggak ada nama Candra. Maskapai juga mengonfirmasi kalau Candra ada pergantian jadwal sebelum berangkat. Nanti mami kirimkan manifest ke kamu, ya. Mami sama ayah bakal ke rumah kamu sekarang."

Kali ini, Melisa tidak dapat menahan air matanya. Mulutnya mengucapkan syukur berkali-kali. "Makasih, Mi. Makasih ...."

Inayah yang sejak tadi menyimak berdiri di belakang Melisa, kemudian mengusap bahunya. Bermaksud untuk menenangkan Melisa. Sementara itu, setelah Sintia menutup telepon, Melisa mencoba menghubungi suaminya lagi, tapi yang didapat justru suara mbak-mbak operator.

"Nay, kata mami, Mas Candra nggak ada di pesawat itu, tapi kenapa nomornya masih nggak aktif? Harusnya udah."

"Alhamdulillah. Mungkin ada urusan lain, Mel, makanya belum sempat hidupin HP-nya."

"Mas Candra, tuh, nggak biasanya begini, Nay. Udah lebih tiga jam, lho!"

Di balik nursing cover, Xania merengek. Melisa ingin menenangkan, tapi dirinya juga masih sibuk menghubungi suaminya. Akhirnya, Melisa memilih menenangkan anaknya dulu. Ia melepas nursing cover, lalu berdiri dan berjalan pelan. Perlahan tangis Xania berhenti dan mulutnya mencari sumber makanannya lagi.

"Kamu nggak mau ditutup, ya. Kita pindah ke tempat lain kalau gitu."

Melisa memilih sofa ruang tengah sebagai tempat menyusui. Inayah mengikuti di belakang, jaga-jaga kalau Melisa butuh bantuan.

Ponsel Melisa berdering lagi. Kali ini dari nomor baru. Melisa sempat ragu, tetapi Inayah menyuruhnya menerima panggilan itu.

"Kali aja dari Candra, Mel," kata Inayah.

Barulah Melisa berani menggeser tombol berwarna hijau, kemudian menempelkan layar ponsel ke telinga. "Halo?"

"Sayang, ini aku."

"Mas!" Tangis Melisa pecah lagi. Menular ke Xania yang terkejut mendengar suara mamanya. Inayah berinisiatif mengambil bayi itu, mengajaknya keluar agar tangisnya berhenti.

"Mel, kamu lagi sama Xania? Jangan nangis, Sayang." Di seberang, tentu saja Candra bisa mendengar suara anaknya.

"Mas, kenapa nggak bilang kalau jadwalnya berubah? Aku lihat di berita pesawat itu katanya hilang kontak, terus aku lihat di flight radar pesawatnya hilang di ketinggian 10.000 kaki, Mas. Kalau beneran Mas ada di sana, aku belum siap jadi janda anak satu," kata Melisa dengan suara tersendat. Tangannya satu lagi memegangi perut yang terasa nyeri akibat tekanan dari dada.

"Kamu tenang dulu, ya. Atur napas kamu."

Melisa menurut. Dia mencoba mengatur napas supaya nyeri di bagian luka operasinya itu hilang.

"Maafin aku, ya. Aku emang ada perubahan jadwal dan nggak sempat bilang ke kamu. Pas aku mau telepon kamu, aku baru sadar HP-nya nggak ada di saku. Aku pulang nanti malam. Kamu jangan nangis lagi, ya."

"Pokoknya Mas harus beli HP baru!"

"Iya, tapi kamu jangan nangis lagi, ya."

"Udah nggak nangis, kok. Ini cuma sisa ingus aja." Melisa menyeka sisa-sisa air mata di pipinya. "Mas beneran pulang malam ini, kan?"

"Iya, Sayang. Aku pulang malam ini. Kamu jangan nangis lagi, ya. Aku nggak apa-apa."

Jujurly, kalian mau aku double update nggak? Mumpung ada tenaga, nih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Jujurly, kalian mau aku double update nggak? Mumpung ada tenaga, nih. Syaratnya 200 vote 50 komen untuk part ini 💃💃💃

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now