"Tapi kalau diingat-ingat lagi, kayaknya karirku yang sekarang adalah bukti pemberontakan aku di masa remaja.

"Keluargaku sudah punya planning untuk anak-anaknya. Mereka sudah bersiap membangun jenjang karir yang bagus untuk kami, anak-anaknya. Dika termasuk produk kesuksesan orang tuaku.

"Dia kompeten, penuh ambisi, karirnya bagus, punya jabatan tinggi di perusahaan dan disegani dalam dunia bisnis. Sebagai adiknya, aku tau kesulitan-kesulitan yang harus dialami Dika sebelum meraih kesuksesannya saat ini. Aku tau pola belajarnya yang tidak pernah berhenti, aku tau tuntutan-tuntutan orang tua kami yang harus dia penuhi, aku tau kesulitan-kesulitan yang Dika alami dan aku memilih untuk tidak mengambil jalan yang sama seperti Dika.

"Dan saat itu, akademi kepolisian muncul di pikiranku layaknya suatu pertanda. Akademi kepolisian adalah my exit way."

Maura terlarut dalam cerita Devan dan menyadari bahwa ada beberapa cerita dalam hidup Devan yang sama dengan miliknya. Namun Maura masih enggan berkomentar. Ia tahu bahwa cerita Devan belum habis sampai disitu.

"Sayangnya, tidak mudah menghentikan Mama yang keras kepala. Dia memang tidak banyak mengganggu hidupku, tapi ia menjadi lebih protektif dari sebelumnya. Mata dan telinga yang Mama punya lebih banyak dari yang aku miliki sebagai detektif di kepolisian. Tapi sepertinya, setelah aku dalam keadaan mengenaskan begini, Mama akan menarik mata-matanya karena menganggap dia tak berguna. I feel bad for him."

Pernyataan Devan diluar dugaan Maura. Pandangan Maura diam-diam melirik ke arah penjaga yang berdiri tegap beberapa langkah dari tempatnya duduk. Dirinya tahu bahwa Tante Reyna memang sangat mencintai putranya, ia bahkan memberikan penjagaan yang ketat bagi Devan selama Devan dirawat. Tapi mata-mata? Itu benar-benar diluar dugaan Maura. Namun, bukan kapasitasnya untuk ikut campur dan memberikan komentar atas sikap protektif Mama Devan. Jadi, Maura hanya bisa diam dan mendengarkan keluh kesah dari Devan.

"Setelah perceraian Dika, aku yakin mereka akan lebih selektif lagi dalam memilih menantu. Kamu siap dengan kemungkinan ditolak oleh mereka?"

Mendengar pertanyaan yang melenceng jauh dari mulut Devan itu seketika membuat Maura tersedak salivanya sendiri.

"Kenapa tiba-tiba pertanyaannya gitu, sih?" seru Maura kemudian setelah meredakan rasa terkejutnya.

"Loh? Apa yang salah? Tujuan kamu tetap ada disini untuk itu, 'kan? Ditambah dengan fakta bahwa kamu sedang taruhan dengan teman-teman kamu yang lain.

"Atau kamu menyerah dan mencari calon lain? Yang lebih sempurna dan bisa diandalkan tidak seperti aku yang cacat ini?"

Maura terdiam. Ia nampak memikirkan jawabannya sendiri.

"Itu tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah juga. Yang jelas, aku masih belum menyerah dengan taruhan itu dan sedang tidak mencari calon pengantin pria yang lain. Dan bukannya dari awal tujuan aku sudah jelas? Aku ingin memastikan sesuatu dalam diriku sendiri."

"Memastikan sesuatu yang kamu sebut itu cinta? Bukannya kemarin-kemarin itu..."

Ucapan Devan terhenti seketika saat melihat tatapan tajam milik Maura yang mengisyaratkannya untuk diam. Devan terkekeh pelan sambil mengangkat kedua tangannya ke udara, tanda menyerah. "I'll stop, I stop!"

"Tapi, pertanyaan aku soal yang tadi belum kamu jawab."

"Yang mana?" balas Maura berpura-pura lupa. Devan berdecak pelan.

"Tentang kamu yang kemungkinan ditolak oleh orang tua aku."

Maura menatap manik mata Devan dengan tatapan geli. "Kamu gak percaya sama kualifikasi aku? Aku itu representasi menantu sempurna bagi semua mertua di dunia ini tau!" jawab Maura besar kepala.

Devan tak dapat menahan tawa. Ia lantas mengacak puncak kepala Maura sekilas sebelum bangkit dari duduknya. "Yuk ah kita ke ruangan. Aku mau rebahan!"

Maura yang sempat membeku untuk sepersekian detik seketika tersadar. Ia lantas berdiri dan mengikuti Devan sambil berteriak pelan ke arah bodyguard yang berjaga di belakangnya, "Tolong bawain barang-barang Devan ya, Pak!"

Sedangkan dirinya sendiri sudah berjalan berdampingan dengan Devan. "Berani-beraninya nyuruh bodyguard level A buat bawain barang-barang aku," omel Devan pelan yang tak diindahkan oleh Maura. Maura tahu kalau ucapan Devan itu hanya bermaksud untuk menggodanya saja. Terlebih saat tiba-tiba saja lengannya berada dalam gandingan Devan, ia tahu pasti bahwa keputusannya mempercayakan barang-barang Devan ke bodyguard itu merupakan pilihan yang tepat.

Dan keduanya melanjutkan perjalanan mereka ke ruangan Devan dengan saling bergandengan satu sama lain lengkap dengan senyum tipis yang terukir di bibir keduanya.

Dan keduanya melanjutkan perjalanan mereka ke ruangan Devan dengan saling bergandengan satu sama lain lengkap dengan senyum tipis yang terukir di bibir keduanya

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Note: Gamau bilang ceritanya bakal tamat sebentar lagi, tapi kayanya sedikit lagi beres ya?  

Lover In War | ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt