05 - Calon Nenek Kakek

Mulai dari awal
                                    

"Nah, bagus. Nanti kalau udah ngerasain kontraksi asli, langsung bilang ke mama." Ratna tersenyum seraya mengelus bahu anaknya. Tidak disangka, anak perempuan satu-satunya yang manja ini sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. Setelah banyak rintangan yang terjadi, Melisa akan merasakan bahagia.

"Abang nanti mau langsung pulang?"

"Iya, Mel. Katanya besok masih ada pekerjaan. Padahal mama udah bilang nggak apa-apa kalau sendiri."

"Jangan, dong. Nanti kalau kenapa-napa di jalan gimana?"

"Kamu ini. Gini-gini mama masih kuat jalan-jalan."

"Kalau gitu Mbak Ambar biar bareng aja sama Abang, ya. Mbak Ambar mau pulang sebentar."

Ratna mengangguk. "Ya udah, suruh siap-siap aja si Ambar."

***

Malam harinya, Sintia, Hutama, beserta rombongan pengawal datang. Para pria berpakaian hitam itu menurunkan kardus berukuran besar. Dalam sekejap, ruang tamu rumah Melisa penuh dengan kardus-kardus dan plastik besar. Seperti biasa kalau keluarga ini datang, rumah mendadak ramai.

"Mami udah bilang bakal kasih barang-barang bekas punya Yusna. Untungnya masih ada beberapa yang bisa dipakai. Kayak stroller ini. Dulu mami beli langsung di Amerika. Masih awet sampai sekarang karena barangnya juga bagus banget."

"Bukan karena barangnya bagus, Mami. Tapi, nggak pernah kamu pake. Cuma beli," sela Hutama yang duduk di sebelah istrinya.

Sintia melirik tajam ke arah suaminya. "Ish, kan, emang dipakai sebentar. Lagian, dulu Yusna suka nggak betah ditaruh di stroller. Maunya digendong."

Wanita itu mengeluarkan beberapa baju anak-anak dari dalam kardus itu. "Mami juga masih nyimpen baju-baju bekas Yusna yang menurut mami masih bagus. Kemarin sudah mami cuci sendiri. Gimana? Kamu suka, kan?"

"Suka, Mi," jawab Melisa.

Tidak hanya pakaian dan kereta bayi, Sintia juga memberikan beberapa mainan bayi, juga beberapa perlengkapan bayi seperti peralatan mandi, peralatan makan, botol susu, bedong bayi, diaper, gendongan yang sepertinya baru saja dibeli. Terbukti masih ada banderol harga di bungkusnya. Padahal, Melisa sudah beli sendiri.

"Ini kebanyakan, Mami," kata Candra yang sejak tadi takjub melihat barang bawaan ibu sambungnya.

"Bagi mami, ini masih sedikit, Sayang. Mami itu exited menyambut cucu pertama. Mami, tuh, udah bayangin nanti kalau udah besar, mami mau ajak cucu mami ke salon, belanja, mami kenalin ke semua temen mami. Pokoknya seluruh dunia harus tahu kalau mami punya cucu."

Tahu tidak bagaimana perasaan Melisa sekarang? Tentu saja bahagia. Anak yang masih di dalam kandungannya begitu dicintai keluarga. Beruntung sekali. Melisa yakin suaminya juga merasakan hal yang sama.

Mereka lantas berkumpul di meja makan. Melisa, Candra, Ratna, Sintia, Hartanto, serta para pengawal menikmati ayam kecap buatan Ratna. Ambar sudah pulang tadi sore bersama Fyan. Jadilah Ratna yang menguasai dapur.

"Kamu masih ada jadwal terbang?" Hutama bertanya kepada anak lelakinya di sela-sela makan.

"Masih satu lagi, Ayah. Besok pagi aku berangkat."

"Pi, malam ini mami nginep di sini boleh, kan? Mami juga mau nemenin Melisa," sela Sintia.

"Yumna sama Yusna gimana?"

"Mereka udah bisa jagain diri sendiri, Papi. Lagian, di rumah udah ada Mbak Mirna sama pengawal."

"Ya udah, terserah Mami."

"Yes! Suami aku baik, deh!"

Melisa ikut tersenyum melihat tingkah mertuanya. Mereka persis seperti mama-papanya.

Setelah makan, Sintia menginstruksi para pengawalnya. Sebagian ikut Hutama pulang, sisanya ikut menginap di rumah ini. Melisa dan Candra sempat kebingungan karena tidak ada kamar yang kosong untuk pengawal. Tentu saja ini menjadi pengalaman pertama mereka.

"Kalian tenang aja, mereka sudah terlatih tidur di mana saja. Tidur di ruang tamu pun nggak masalah." Begitu kata Sintia.

"Ya udah, nanti saya kasih bantal sama selimut bersih buat mereka," ucap Candra.

"Kamu juga kayaknya butuh satu pengawal, deh. Biar kamu aman selama perjalanan."

"Jangan, Mi. Maaf sebelumnya, bukan maksud untuk menolak. Saya masih bekerja di maskapai komersil. Nggak mungkin bawa pengawal ke mana-mana."

"Atau Melisa aja?"

"Mel kayaknya juga belum butuh, Mi." Melisa meringis. Ia tidak bisa membayangkan setiap hari dibuntuti pengawal. Mirip-mirip seperti yang dilakukan para abangnya dulu.

"Oke, tapi kalau kamu berubah pikiran, jangan sungkan ngomong ke mami."

Melisa mengiakan.

Sebelum pulang, Hutama mengajak Candra bicara sebentar di teras.

"Ayah udah tiga kali menemani persalinan. Jadi, pesan ayah, kamu jangan panik. Kalau kamu panik, kamu nggak bisa dukung Melisa."

"Iya, Ayah."

"Nanti ayah ke sini lagi kalau urusan kerjaan ayah udah selesai." Hutama menepuk bahu sang putra.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah mendapat ilham dari kamar mandi dan inspirasi dari Quora, akhirnya aku buat special part lagi di Karyakarsa. Kumpulan ngidam-ngidam Melisa yang biasa aja sampai luar biasa wkwkwk. Yang mau beli cuma 20 kakoin aja. Ini aku kasih spoilernya.


Terbayang serempong apa calon ayah satu ini? 😂😂😂

Terus aku juga posting cerpen, ceritanya tentang Ahsan (bukan kakaknya Melisa) yang dapet kekerasan dari ibunya. Yang berkenan mau baca, sama harganya cuma 20 kakoin. (soalnya nggak bisa setting kurang dari 2000 😭)

Aku udah buat grup tele, lho. Emang nggak bisa masuk, ya?

Rencananya aku mau double update. Kalau udah 50 komentar. Hihi.

Hi, Little Captain! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang