BAB 21

56 9 2
                                    

"Kamu gak bosan di dalem kamar terus?" tanya Sakti yang memasuki kamar tempat Rea saat ini berbaring. Setiaphari gadis ini hanya menghabiskan waktunya dengan menangis.

Rea melirik sinis, "Gue udah bilang buat jangan temuin gue!!"

Tentu bukan hal yang sulit bagi se-ekor ular melewati celah memasuki ruangan, jadi Sakti bisa datang kapanpun yang ia inginkan.

Jika Rea ingat kembali, memang sejak awal Sakti mencurigakan, pria itu bisa kapanpun memasuki kamarnya tanpa izin bahkan pada saat pintu terkunci rapat. Seharusnya Rea menyadari sejak dulu, dan mencaritahu siapa Sakti sebenarnya.

"Aku mau ajak kamu keliling Istana, di belakang ada kolam renang, ada pemandian air panas, ada taman yang luas. Kamu akan nyaman disini, apalagi kalau kita menikah." Sakti mendekat duduk di samping Rea.

Rea menghindar dengan menggeser posisi duduknya. "Biarin gue balik!"

"Untuk apa kamu pulang, mereka gak perduli."

Apa yang Sakti katakan benar. Tapi bukan itu alasan Rea ingin pulang, ia merindukan kamarnya, ia merindukan kehidupannya, ia merindukan pekerjaan-nya. Sudah hampir satu bulan, Sakti mengurungnya di ruangan yang megah itu.

Seberapa bagus, seberapa mewah dan megah'nya sebuah Istana, tetap saja rumah yang biasa di tempati adalah tempat ternyaman.

"Baiklah. Kamu ingin pulang?" Rea mengangguk. "Tapi kamu inget kan janji'nya apa?"

"Gue janji bakalan bebasin bangsa kalian," dan gue sendiri yang akan bunuh lo Sakti! Nyawa di balas dengan nyawa.

Sakti tersenyum. "Cium aku dulu!"

Mata Rea melotot tak terima. "GUE GAK MAU!!"

"Baiklah, kalau begitu aku tidak akan membiarkan mu keluar dari Is--"

Cup.

Benda kenyal itu menempel di pipi Sakti walau hanya sesaat. Kemudian dengan gerakan cepat Sakti menarik Rea, memaksa gadis itu berciuman walau hanya 3 menit.

"Puas lo?!" ketus Rea.

"Makasih sayang."

Itu adalah ciuman terakhir kita Sakti. Setelah ini, gue gak akan liat pembunuh lagi di muka bumi ini.

~~

Perkembangan se'ekor ular dalam rahim ular betina tentu lebih cepat, daripada anak manusia.

Saat ini perut Jasmine sudah mulai membesar padahal usia'nya belum satu bulan.

"Apa aku terlalu banyak makan? Sampai-sampai perutku ini seperti mau meletus ya?" gerutu Jasmine.

Tangan kekar seseorang melingkar pada pinggangnya. Jasmine menoleh ke belakang, dan menciutkan bibirnya sebal. Si ular hitam tampan itu, selalu saja tiba-tiba datang menghampiri, memeluk dan menciumnya sesuka hatinya.

"Kangen," bisik Shion.

"Kau ini! Setiaphari kau datang ke Istanaku, dan kau masih mengatakan rindu padaku?"

"Gue selalu kangen, setiap detik."

"Tinggalkan dunia manusia, kita ini ular Shion. Dan berhenti menggigit manusia, mereka berhak melanjutkan hidupnya!"

"Disana lebih seru. Disini cuman duduk santai, makan, dan tidur. Disana ada club malam, ada kampus, pokoknya lebih seru! Dan soal gigit manusia, gue cuman gigit manusia brengsek aja."

Shion melepaskan pelukan itu, ia kemudian berdiri di hadapan Jasmine, menatap wajah cantik itu dengan saksama.

"Gue cinta sama lo, Jasmine." Kemudian ia membungkuk menyamai wajahnya di hadapan perut wanitanya itu. "Dan sama anak kita,"

"Maksudmu, tikus? Kau mengira tikus yang ada dalam perutku ini adalah anak kita?"

"Anak kita ya sebangsa kita sayang! Lo lagi bunting anak gue,"

"Bunting itu apa?"

"Hamil sayang" Shion mengusap perut Jasmine lembut.

Jasmine terkejut dengan pernyataan itu, "TIDAK MUNGKIN! KAU BERBOHONG KAN?"

"Gue serius. Gimana gak hamil, hampir tiaphari tempur. Lo gak lupa kan, setiap malem nganu?" Di tanya seperti itu jelas membuat kedua pipi sang empu memerah karena menahan malu.

"Dasar tidak jelas!"

Shion merajuk dan terus memeluk Jasmine posesif. "Jasmine, sebentar lagi kita bakalan menikah."

"Lalu?"

"Apa lo gak seneng?"

"Kau tidak perlu menanyakan hal bodoh. Tentu saja aku senang, bisa menikah dengan pria yang aku sukai walaupun kau begitu brengsek."

"Gue brengsek tapi lo cinta kan?"

"Sial'nya, iya." Shion tertawa. Sungguh wanita kesayangan'nya itu sangat menggemaskan. "Aku membuat sup daging curut, apa kau ingin?"

"Aku gak suka. Aku suka'nya ayam kampung. Tapi ada yang lebih aku suka daripada itu,"

Jasmine mengernyit, "Apa?"

"Wanita cantik yang saat ini sedang aku peluk."

Blush. Wajah Jasmine kelihatan begitu memerah karena malu. Apa-apaan Shion ini? Kenapa suka sekali menggombal? Kalau seperti ini terus kan, Jasmine jadi tambah cinta.

SAKTI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang