BAB 17

49 8 5
                                    

"Lo gila ya? Ngapain ngaku-ngaku jadi pacar gue di depan Aryan? Emang kita pernah jalin hubungan? Gue tau ya, lo suka sama gue, tapi gue belum bales perasaan lo. Harusnya lo sadar diri Sakti, bukan malah bikin malu diri lo sendiri. Lo yang bilang, buat gapapa kalau kita temenan aja, tapi nyatanya? Lo ngarep buat kita jadian?"

"Aryan gak baik buat kamu, Re."

Rea berdecih. "Lo tau apa soal dia? Lo bahkan gak kenal dia. Gak usah nyari keburukan oranglain, buat nutupin sifat jelek lo. Sumpah gue gak suka cara lo ngaku-ngaku kaya tadi!"

Karena aku ular. Aku tau, pria itu mennghilang bukan karena bisnis, tapi karena wanita lain.

Sakti terdiam sesaat. Setiap kalimat yang gadis itu ungkap di hadapannya, sungguh sangat melukai hatinya.

"Aku ngalah, aku pergi dari sini. Tapi besok, kita jadi kan--"

"GAK! gue udah gak mau liat muka lo lagi di hadapan gue!"

Sakti menatap Rea tak percaya. Apa begitu fatal'kah kesalahannya, sampai gadis itu tak ingin lagi melihat dirinya?

"Aku minta maaf Rea.. aku gak bermaksud seperti itu. Cuman mau lindungin kamu, biar dia gak nyari kesempatan buat deketin kamu lagi dan berniat gak baik sama kamu."

"BERHENTI JELEKIN ARYAN DI HADAPAN GUE, SAKTI!!" Rea berbicara dengan nada tinggi di hadapan Sakti.

"Tapi itu kenyataannya Rea!!"

Plak!

Rea menampar Sakti cukup keras. "Kayanya sampe kapan juga gue gak akan punya perasaan sama cowok kaya lo! Egois! Lo lebih mentingin perasaan lo sendiri, daripada perasaan gue."

Sakti memegang pipinya yang masih terasa perih atas tamparan Rea. Walau tidak sakit, tapi berbekas di hati. Ini sangat menyakitkan.

"Kamu yakin gak akan punya perasaan sama aku?"

"Ya gue yakin!!"

"Mulai detik ini, aku bakalan bener-bener pergi dari hidup kamu kalau emang itu mau kamu. Kamu bilang aku egois mentingin perasaan aku sendiri? Selama ini aku biarin kamu sama Aryan. Tapi ketika kamu bilang, kalau kamu udah gak ada harapan buat sama dia, apa salah kalau disitu aku sedikit percayadiri bahwa ada kesempatan buat sama kamu?"

Rea terdiam. Ia merasa sedikit bersalah, karena saat ini pria yang ada di hadapannya sedang meneteskan airmata untuk kesekian kali karena dirinya.

"Ketika dia balik, kamu kaya buang aku gitu aja. Kamu bahkan lebih belain dia, kamu tampar aku dan kamu terus-terusan nyakitin aku dengan omongan-omongan kamu tadi! Aku sakit Rea! Sakit!!"

"Sakti, gue--gue minta maaf. Ki-kita bisa ngomong baik-baik, lo gak perlu nangis. Plis, gue semakin ngerasa bersalah banget. Maaff--" Rea mendekat mencoba menenangkan Sakti yang semakin banyak mengeluarkan airmata walau dalam diamnya menatap lekat Rea.

"Kamu gak salah. Aku pergi, dan aku janji gak akan nemuin kamu lagi."

"Sakti..."

Sakti berjalan lebih cepat meninggalkan halaman rumah Rea.

Gadis itu mengejarnya, mencoba menahan Sakti pergi tanpa perduli dengan Aryan yang masih setia duduk di teras menunggu dirinya selesai bicara dengan Sakti.

~

Rea menahan pergelangan Sakti. Pria itu diam, tak menepis.

"Gue tau ucapan gue keterlaluan tadi, gue minta maaf.. gue cuman gak suka Sak, cara lo berbohong. Lo boleh akuin gue cewek lo, atau lo cowok gue, itu kalau kita beneran jadian."

"Tapi hatiku sakit hiks...."

Oh astaga! Pria ini, betul-betul menggemaskan dengan menangis seperti anak kecil, bahkan sampai sesegukan begini.

Rea memeluknya. "Maafin gue udah nampar lo. Gue juga gak berubah fikiran, gue udah gak punya harapan sama Aryan dan itu benar. Gue gak bela Aryan saat lo berkata dia gak bener, tapi gue cuman pengen lo gak bicara seperti itu. Sikap lo terlalu ke-anak-anakan Sakti. Lo boleh cemburu, tapi gak boleh ngomong di luar batas."

"A-aku hiks...hikss..."

"Jangan nangis lagi ya?" Rea mengusap airmata Sakti dengan tulus.

Namun ada hal yang membuat ekspresi wajah Rea berubah seketika.

Rea melihat wajah Sakti bersisik, bahkan sekarang semakin jelas.

Rea mundur perlahan. Ia nampak ketakutan dan mencoba menghindar.

"Re? Kamu kenapa?" Sakti terheran.

Seketika Rea tak melihat lagi wajah bersisik itu. 'Apa gue terlalu capek ya, sampe halusinasi Sakti berubah jadi ular?'

"Re kamu kenapa?" Sakti mendekat menyentuh kedua bahu Rea.

"G-gue gapapa. Hm, yaudah sekarang lo balik ya? Gue mau ngobrol sama Aryan kaya biasa."

"Kamu tetap mau usir aku Re?" wajah polos Sakti membuat Rea terkekeh.

"Gue gak usir lo, gue cuman minta kasih gue ruang buat bisa temenan sama siapa aja termasuk Aryan. Posesif banget sih lo? Pacar juga bukan." Kalimat terakhir Rea seperti sebuah sindiran.

"Emang kamu mau jadi pacar aku?"

"Hm, gimana ya? Mau gak ya?"

"Mau aja. Apapun yang kamu mau aku turutin,"

"Nanti deh fikir-fikir dulu!"

"Kenapa harus berfikir? Kenapa tidak sekarang saja?" Rea semakin gemas dengan tingkah Sakti saat ini. "Rea, kenapa tertawa?"

"Ck! Udah sana lo balik!"

"Tap-"

"Atau gue gak akan mau ketemu sama lo lagi!!"

"Baiklah aku pergi. Tapi nanti kalau kamu udah selesai ngobrolnya, jangan lupa kabarin aku ya?" Rea mengangguk. Keduanya kini berpisah arah, dengan Sakti yang pergi ke lawan arah.

Bukan Sakti namanya jika tidak kepo. Ia merubah wujudnya menjadi se'ekor ular saat Rea sudah masuk kembali ke rumahnya. Perlahan Sakti bergerak melata lewat semak-semak yang ada di sudut jalan, kemudian ia masuk ke dalam rumah Rea dengan berhati-hati.

Di ruang tengah, Rea memang sedang berbincang dengan Aryan. Namun obrolan tersebut hanya obrolan biasa.

Sakti merasa lega, karena rupanya Rea tak berbohong.

Namun, seketika perasaan lega itu hilang saat obrolan keduanya mengarah pada Sakti.

"Cowok tadi, beneran cowok lo?" tanya Aryan.

"Bukan! Yakali gue mau punya cowok kaya gitu? Aneh, kaku, dan kalimatnya juga gak enak di denger. Lo tau kan, tipe gue yang badboy. Bukan kaya dia, yang tingkahnya ke bocah! Dia bukan siapa-siapa gue, tapi begitu kelakuannya. Gue malah ilfiel."

"Haha udah gue duga sih."

Hati Sakti terasa sakit, sangat sakit. Ia memutuskan pergi dari sana, daripada semakin sakit lagi dengan obrolan berikutnya.

SAKTI ✓Onde histórias criam vida. Descubra agora