BAB 9

60 11 2
                                    

Malam ini Rea harus ikut bersama Digo, pergi ke sebuah cafe, menunjukan pada Rea bahwa di cafe tersebut membutuhkan penyanyi untuk mengisi suasana di dalam sana.

"Suara gue jelek, Digo!" sebetulnya tidak, hanya saja Rea kurang percayadiri.

"Waktu kita sekelas, gue selalu suka denger lo nyanyi. Lo harus nyoba buat mulai terjun ke dunia musik sebagai vokalis. Lo harus berani Rea!"

"Tapi-" Digo tak perduli, ia tetap menarik tangan Rea agar segera menemui bapak pemilik cafe tersebut.

Disana mereka mengobrol banyak hal, dan Rea memulai karir'nya dengan tes vocal.

Pak Bruto bertepuk tangan, tersenyum senang setelah mendengar suara merdu milik gadis cantik itu. "Good, it looks like this cafe will be crowded with visitors if you are willing to work here."

Rea tak bisa menahan senyum'nya, ia bahkan tanpa sadar memeluk Digo. "GUE BENERAN KE TERIMA KERJA DISINI DI? AAAA GUE SENENG BANGET!!"

"Pak Bruto, thank you for trusting me to work at the cafe where this gentleman is. I hope I don't disappoint the visitors who are here, sir." ucap Rea tersenyum gembira. Pak Bruto hanya menanggapi dengan anggukan kepala.

"Besok malam pukul 8, kamu bisa memulai'nya Rea, hari ini jadwal dari band lain,"

"Baik pak, terimakasih."

Rea berkali-kali mengucap syukur dalam hatinya. Ia menerogoh ponsel dari saku'nya, kemudian mengetik sesuatu pada---

Mama, rea di terima kerja ngisi suara di kafe Lestary. Rea seneng bgt ma.

✓✓

Ya, Rea mengirim chat itu kepada Sinta, selaku mama-nya. Namun tidak ada balasan apapun, hanya di baca saja.

Sakit? Tentu saja. Tapi setidaknya ia sudah memberitahukan kabar gembira itu, walau tidak ada sedikitpun rasa bangga yang mama'nya rasakan atas kebahagia'an yang Rea ungkapkan.

Seharusnya, orangtua lain mungkin akan begitu senang dengan kabar anak kandungnya sendiri memiliki bakat yang suatu saat akan memposisikan si anak menjadi penyanyi yang sukses. Siapa sangka bukan? Berawal dari menyanyi di kafe, pada akhirnya bisa di kenal satu negara?

Tapi tidak untuk Sinta, ia berfikir masabodo, terserah saja dengan apapun yang anak gadisnya lakukan, karena dirinya tidak perduli sama sekali. Sampai detik ini, Sinta masih merasa terpukul atas kepergian Ria.

~

Sakti sejak tadi menunggu di depan rumah Rea, dan saat beberapa jam berlalu, Rea akhirnya pulang. Gadis itu turun dari motor Digo, dan setelah itu ia hendak memasuki rumahnya.

"Lo? Ngapain lo disini?" tanya Rea terheran.

"Ingin saja. Kau darimana?"

"Bukan urusan lo!" Rea melengos hendak masuk ke dalam rumah, namun Sakti mengikutinya dari belakang. Karena merasa risih, Rea menghentikan langkah berikutnya untuk menghentikan Sakti yang terus mengikutinya. "Lo mending pulang, kalau orangtua gue liat gimana? Gue gak mau mereka tembah benci sama gue, sakti!" Ada rasa sedih yang begitu dalam yang dapat Sakti rasakan saat melihat kedua mata gadis itu.

Ini semua salah ku Rea, dan aku berjanji akan memperbaiki semuanya. Kau tidak akan lagi di benci oleh kedua orangtuamu, percayalah!

"Rea, aku membuatkanmu ini--" Sakti menyodorkan kotak makanan yang berisi telur ceplok buatannya. Ini pertama kalinya ia memasak, dan ingin sekali jika gadis yang ia sukai mencoba'nya.

Rea menerimanya. "Ini udah gue terima, sekarang lo balik."

"Terimakasih. Baiklah, aku pergi." Bukan Sakti namanya jika ia benar-benar pergi.

Tentu saja saat Rea memasuki kamar, ia mengubah wujudnya menjadi se'ekor ular dan melata memasuki kamar Rea, kemudian bersembunyi di balik benda yang dapat menutupi ukuran tubuhnya.

Rea tak sama sekali membuka kotak makanan itu. Gadis itu sibuk dengan ponsel'nya, kemudian menelfon seseorang, yang rupanya itu adalah Aryan.

"Gue ke terima kerja Yan! Gila, gue seneng banget anjir." ucap Rea. Sepertinya mereka sedang melakukan video call, karena dapat Sakti lihat wajah pria itu di layar ponsel Rea.

"Waw, lo kerja?"

"Yaiyalah! Guekan udah bilang, gue mau kerja. Lo gimana? Udah mulai kerja ya?"

"Gue sih dari masih sekolah juga udah sibuk dengan file-file perusahaan haha. Btw, lo kerja dimana?"

"Di cafe Lestary. Kapan-kapan lo kesana ya? Jadwal gue nyanyi di kafe itu weekend sih, jadi lo bisa kali ada waktu kesana?"

Sakti telah mendapatkan informasi itu, dan ia menyimpannya ke dalam memori ingatannya. Kafe Lestary, kalimat itu Sakti simpan dalam otaknya, dan ia akan datang kesana pada setiap Rea memiliki jadwal menyanyi disana.

Sakti memilih pergi dari kamar Rea. Mendengar gadis itu nampak begitu bersemangat bercerita pada lawan bicaranya di telfon, bahkan telur ceplok buatannya di acuhkan, jelas membuat hati Sakti rasanya sakit.

~~

Jasmine, ular cantik ini sudah kembali ke Istana sejak kemarin. Ia di hukum tidak boleh pergi ke wilayah manusia sampai satu minggu lamanya.

Selama di Istana, fikirannya tak lepas dari memikirkan seorang pria yang menculiknya dan tidak sama sekali ia ketahui namanya.

Apa dia akan mencariku? Huh, mengapa aku berharap di culik kembali oleh pria brengsek itu?! Tidak, Jasmine, dia jahat! Dia sedang menunggu kematianmu.

Jasmine selalu mengingat bagaimana wajah itu mendekat, bagaimana perkataan pedas yang pria itu ungkap. Mengapa semuanya terkesan manis, dan memberi bekas kerinduan? Sungguh? Apakah Jasmine jatuh cinta pada pria kejam itu?

"Permisi tuan Puteri, ratu Vianka memberi hamba perintah, untuk memberikan makanan ini.." pelayan berdiri di depan pintu kamar Jasmine yang masih tertutup rapat.

"YA MASUK SAJA! SIMPAN DI ATAS MEJA!" teriak Jasmine dari dalam kamarnya.

Setelah memasuki kamar Jasmine, seperti perintah Jasmine, pelayan itu menyimpanan makanan yang ia bawa ke atas meja.

"Hamba permisi tuan Puteri."

"Ya."

Walau sedang galau merana akibat hukuman yang bunda-nya berikan, tetap saja Jasmine ini masih hobi makan. Ia bahkan meminta pelayan membawakan lagi makanan yang serupa.

Tanpa Jasmine ketahui, seseorang bersembunyi dengan mata memicing memperhatikan pergerakan gadis itu di balik pintu kamarnya.

Bahkan lo keliatan sexy walau saat makan, Jasmine.

SAKTI ✓Where stories live. Discover now