Bengkel21: Cemburu

3.9K 133 3
                                    

Ada prasangka yang tidak bisa dihilangkan oleh Yanto tentang Mang Saki dan perempuan itu. Pikirannya menebak-nebak ada hubungan apa di antara mereka.

Mereka pasti pacaran!

Tapi kenapa Mang Saki enggak pernah membahas soal perempuan itu?

Sisi lain Yanto merasa kalau ia sudah dibohongi Mang Saki. Tapi kesadarannya mengingatkan kalau tidak ada kejujuran yang harus dibeberkan, toh selama ini mereka bukan pasangan. Mereka hanya.... pasangan senang-senang.

Jangan-jangan tadi itu mereka habis ngewe?

"Arrrkkkkk!!! Arkkkkk!!!" Teriak Yanto di dalam bak mandi.

Dan yang terdengar hanya gelembung yang pecah di permukaan air.

Blubuk! Blubuk! Blubuk!

Sedatangnya Yanto dari rumah Mang Saki, ia langsung menuju kamar mandi. Ia membasuh wajahnya agar lebih dingin dan lebih tenang tapi ternyata tidak berhasil. Sakit di dadanya menggumpal dan Yanto yang rasanya ingin berteriak kencang, kepikiran untuk melakukannya di dalam air. Yanto membenamkan wajahnya dan mulai berteriak. Apalagi saat ia ingat apa yang barusan dilihatnya, Mang Saki dan perempuan itu seperti habis mandi, Yanto makin kesal dan marah.

Yanto kembali membasuh wajahnya yang panas. Sebenarnya bukan wajahnya yang kepanasan, tapi hatinya. Tapi masa iya hatinya yang dibasuh. Yanto cemburu makanya ia jadi resah dan uring-uringan.

Jam dinding menunjuk ke angka tiga. Masih sangat siang. Yanto belum cukup puas untuk menuntaskan kekesalan dan keresahan di dalam hatinya. Ia masih ingin berteriak lebih kencang. Hanya saja tidak mungkin ia melakukannya di rumah. Bisa-bisa kepalanya dikeplak Ibuk pakai piring seng.

"Buk, Yanto mau cari angin ke mungkal gede ya. Mumpung cerah," pamitnya pada Ibuk yang sedang menjahit celana Bapak yang belakangnya robek.

"Sama siapa?"

"Sendiri saja, Buk. Deket ini. Dan Yanto juga enggak akan lama kok."

"Ya sudah, yang penting hati-hati."

"Iya, Buk."

Yanto menggunakan sepeda menuju mungkal gede yang berada di tengah kebun tebu. Terakhir dia kesana bareng Aa Rusdi. Banyak jalan yang bisa membawa Yanto ke sana. Tapi ia memilih mengambil jalan yang melewati kebun singkongnya, tidak jauh dari situ ia belok ke sebelah barat. Kanan-kiri hanya kebun-kebun dan Yanto tidak berpapasan dengan satu orang pun. Sepi banget.

Yanto jalan lurus terus, dan di ujungnya nanti bakal ketemu langsung dengan hamparan pohon tebu yang sudah tinggi. Tidak jauh dari situ, akan ditemukan jalan agak lebar yang alurnya membelah di tengah kebun tebu. Jika mengikuti jalan itu, nanti akan ketemu juga dengan batu besar yang disebut mungkal gede.

Belasan menit yang dibutuhkan untuk sampai di mungkal gede. Yanto menyandarkan sembarangan sepedanya di pinggir batu. Ia bergegas memanjat mungkal gede dan sampai di puncaknya yang lebar. Berdiri di atas situ, Yanto mengedarkan pandangan, yang terlihat adalah hamparan hijau pucuk-pucuk daun tebu. Angin sore menerpa wajahnya. Cukup menyegarkan.

Yanto menghembuskan nafas kuat-kuat dan ia hirup oksigen banyak-banyak sampai dadanya mengembang. Ia melakukannya berkali-kali sampai hatinya mulai lebih tenang walau sakitnya masih tetap terasa. Yanto membentuk corong dengan kedua telapak tangan dan didekatkan ke sisi mulutnya. Setelah menghirup udara, Yanto melantangkan suaranya.

"Arrrrkkkkkk!!!! Arrrrrrkkkkkkk!!! Arrrrrkkkkkk!!! Arrrrrkkkkkkk!!!"

Setelahnya ia ngos-ngosan. Berteriak juga butuh oksigen. Tapi Yanto merasa puas. Sesak di dadanya berkurang seperti dilonggarkan barusan.

MONTIR KETAR-KETIRWhere stories live. Discover now