Bengkel7: Serangan Subuh

8.8K 192 20
                                    

Saat Mang Saki mengantarnya pulang, Yanto sadar kalau motor dilajukan ke arah yang lain, justru mereka melaju kembali ke jalan besar.

"Mang, bukannya tadi mau antar Yanto pulang, ini kok ke sini arahnya?" Tanya Yanto heran.

"Kita mau makan dulu, Nto. Enggak apa-apakan kalau pulangnya agak malaman?" Tanya Mang Saki.

"Oh, iya, Mang, enggak apa-apa." Yanto juatru merasa senang di dalam hatinya sebab bisa tambah lama berdekatan dengan Mang Saki.

Motor melaju keluar dari jalan desa dan menuju jalan besar. Lalu lalang yang biasanya ramai kini terlihat sepi pada malam hari. Warung-warung rumahan sudah pada tutup. Yang buka sekarang hanya warung tenda nasi goreng, ketoprak, dan warung pecel.

"Kita makan di sini saja ya," ujar Mang Saki setelah memarkirkan motor di pinggir sebuah warung tenda pecel.

"Iya, Mang." Yanto turun dari boncengan.

Mang Saki dan Yanto memesan menu sama; pecel lele dan es teh manis. Mereka duduk di tikar yang digelar untuk yang mau lesehan. Sambil menunggu makanan matang, Mang Saki menyelonjorkan kaki karena merasa sedikit pegal. Yanto duduk bersila. Keduanya malah terdiam.

"Maaf ya, Mang, soal yang tadi di bengkel," Yanto jengah dan membuka obrolan lebih dulu.

"Soal ciuman tadi, Nto?" Tebak Mang Saki dengan nada tenang.

"I-iya, Mang. Harusnya Yanto nggak ngajak nyoba."

Mang Saki malah tersenyum kaku.

"Mamang tadi kaget, Nto, hehe." Mang Saki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Belum terbiasa."

Di bengkel tadi, saat bibir mereka menempel, Yanto sengaja mendiamkan sebentar. Karena Mang Saki tidak lantas menarik diri, jadi dia memberanikan diri untuk menggerakan bibirnya. Awalnya Mang Saki masih diam membiarkan namun lama-lama ia terbawa suasana dan bibirnya merespon membalas ciuman Yanto.

Tapi mendadak dia mendorong tubuh Yanto menjauh. Wajahnya panik. Mang Saki menghapus cepat bekas ciuman di bibirnya dengan punggung tangan.

"Maaf, Nto, maaf. Mamang kebablasan. Maaf ya," ucap Mang Saki gelagapan.

Yanto mematung kaget. Ia takut Mang Saki marah.

"Mamang mau melanjutkan dulu menata barang-barang ini, nanti kita langsung keluar aja ya," ucap Mang Saki menghindari situasi kagok.

"I-iya, Mang." Yanto kembali ke kursi dan memperhatikan Mang Saki yang sedang beres-beres.

Kadang kalau kita sedang diperhatikan orang, ada getaran yang membuat kita bisa tahu kalau sedang diperhatikan. Secara otomatis kita akan menengok mencari dan menemukan orang itu. Ini juga yang terjadi dengan Yanto dan Mang Saki. Pandangan mereka secara tidak sengaja bertubrukan beberapa kali. Kalau sudah begitu, Mang Saki hanya tersenyum dan ditanggapi Yanto dengan senyuman juga.

Mang Saki dan Yanto melahap menu yang dipesan. Tidak banyak obrolan di antara keduanya. Mang Saki hanya menanyakan apakah menunya cocok dengan selera Yanto dan dijawab Yanto kalau ia bukan orang yang pilih-pilih makanan jadi baginya semua makanan enak.

Setelah menandaskan makanan di piring, motor kembali melaju ke arah pulang. Udara malam tambah dingin dan Yanto agak gemetaran kedinginan.

"Peluk aja, Nto, kalau dingin," ucap Mang Saki yang menarik tangan Yanto dan dibawa melingkari perutnya.

"Memangnya boleh, Mang?" Yanto memastikan lagi. Ia teringat adegan ciuman di bengkel yang membuat Mang Saki terkaget-kaget.

Mang Saki mengangguk. Yanto langsung melingkarkan kedua tangannya memeluk perut Mang Saki dan menyandarkan pipi di punggungnya. Tubuhnya bisa merasakan kehangatan sekaligus kenyamanan. Yanto mengeratkan pelukan tanpa sadar.

MONTIR KETAR-KETIRWhere stories live. Discover now