Bab 5 Perseteruan

249 19 0
                                    

"Yang Mulia tidak pantas menyebut keadilan! Keadilan macam apa yang menumpas seorang pahlawan yang berjasa pada Negara! Apa yang anda pikirkan Yang Mulia!"

"Anda merenggut orang yang pertama kalinya peduli pada hamba! Kenapa harus Maria! Kenapa dia!" Rose mencengkeram dadanya, rasa sakit menghujam di jantungnya. Tiba-tiba ia terjatuh tak sadarkan diri.

"Penyakit kronis Permaisuri kambuh!!"

_____________

"Apa yang telah kau lakukan, Maria?" Rose mengundang gadis itu ke kediamannya secara pribadi membuat Maria mau tak mau harus mengabaikan permintaan Claude untuk pergi ke kamarnya.

"Saya telah menghancurkan martabat anda, Permaisuri..." Maria berdiri dan berjalan pelan dengan wajah menunduk. Ia bersujud dan mencium kaki Rose.

Rose menatap ke bawah dengan tatapan berapi. Ia tendang wajah cantik gadis berzirah di depannya tanpa peduli itu telah menyakitinya atau tidak. Maria merangkak dan meraih telapak kaki Rose, ia menciumnya lagi.

"Gara-gara kau! Baginda menolak untuk bertemu denganku tadi malam! Beliau meminta jalang bernama Beth untuk tidur di pelukannya! Jelaskan padaku!" Rose bahkan menginjak kepala Maria dengan sepatu tingginya yang runcing.

Maria memiringkan kepalanya, matanya terlihat kosong. Tatapan menyedihkan yang tak sadar telah dipermalukan sedemikian rupa oleh orang-orang kepercayaannya. Maria telah kehilangan itu semua, membuatnya tak ragu untuk melakukan segala sesuatu tanpa takut mati.

"Permaisuri, hamba mengaku salah. Madam Maria ini, meminta maaf secara tulus. Apakah ada yang Permaisuri inginkan?" Kaki itu secara perlahan menjauh dari kepalanya, saat ia ingin mendongak Rose malah menginjak kepalanya kembali, "Siapa yang kau tatap? Beraninya!"

"M-maafkan hamba, Permaisuri!" Maria menggigit lidahnya sekuat-kuatnya, ia mengaku bersalah dan tak berniat untuk melawan.

Sejak kecil ia telah diberitahu untuk menjadi bayangan Kaisar. Keluarganya selama beberapa generasi telah melayani Kaisar tanpa komplen. Ia adalah boneka sempurna yang diraih dari hasil kekerasan dan perang yang cukup banyak. Maria telah mengalami kehidupan berat yang takkan pernah terbayangkan oleh siapapun di dunia ini.

Dengan kecaman kecil seperti itu takkan menggoyahkan Maria walaupun harga dirinya terluka sekalipun. Ia bukanlah seorang gadis yang akan merengek untuk dibelikan cokelat kepada ayahnya sendiri. Maria akan memperjuangkan semua miliknya sendirian.

"Taburi racun di teh milik Beth itu, aku benci dia! Aku tak ingin dia hidup dalam pelukan Baginda!"

Mata Maria terpejam, "Permaisuri, bukankah ini adalah keputusan yang bodoh? Jika ketahu-"

"Maka kau yang mati..." Maria membuka matanya dan melihat seringai licik wanita itu. Ahh, Rose hendak membuatnya terlihat sebagai seorang penjahat rupanya.

Maria menggelengkan kepalanya, gadis itu dengan segera bangkit dan menghela napas panjang. Ia sungguh kecewa dengan permintaan tak etis barusan, jika orang lain mendengarnya maka ini bisa menjadi hal yang sangat berbahaya. Maria menatap tajam Rose, "Anda sadar betul dengan ucapan tadi, Permaisuri?"

Rose tersentak. Ia menggigit jarinya sendiri, tapi tak lama ia mengangguk takut-takut.

Maria menunjukkan senyuman ramahnya, "Jika seperti itu, saya akan memberitahukannya kepada Baginda Kaisar. Bagaimana?" Rose langsung menghentak-hentakkan kakinya dengan keras. Ia berguling-guling di lantai, "Kau pembohong! Culas!" Teriaknya sambil menangis.

Maria menggelengkan kepalanya ketika melihat sendiri sifat kekanak-kanakan Permaisuri itu, Maria mendekati Rose dan mengambil dagunya, "Saya hanya bisa berjanji bahwa anda adalah satu-satunya Permaisuri milik Baginda. Dan Annabeth takkan bisa menggoyahkan posisi itu, saya bersumpah akan selalu mendukung kebijakan yang anda buat di masa depan" Maria mengangkat tangan kirinya yang menganggur ke udara.

Tiba-tiba Rose bangkit dari lantai dan meraih tehnya, "Aku akan percaya ji-"

Byurrrr

Maria mengambil teh panas yang masih mengepul dan mengguyur tubuhnya sendiri tanpa ragu. Rose yang tercengang tak bisa lagi berkata apapun saat Maria pergi meninggalkannya masih dengan senyuman yang sama. Gadis itu sedang diliputi oleh kemarahan yang sangat akan sumpah yang ia buat secara mendadak.

Tanpa berganti baju, Maria mendatangi Claude yang telah berpindah ke ruang kerja pribadinya. Lelaki itu katanya sedang membahas rapat yang penting bersama dengan para menteri namun, Annabeth ada didalam sana.

"Judith, mengapa kau tidak masuk?" Alis Maria tertaut, ia hampir saja mengetuk pintu jika Judith tak menghentikan pergerakannya.

Judith meletakkan jari telunjuknya ke bibirnya sendiri, "Yang Mulia sedang berencana membuat bayi, Yang Mulia Claude memiliki janji dengan selir Annabeth" Judith menjawab sesuai dengan yang diperintahkan.

Bibir Maria bergerak, tapi tak ada satupun suara yang keluar melainkan teriakan desahan dari ruang kerja di depannya itu. Maria mengepalkan kedua tangannya, Judith yang melihat itu hanya menepuk bahu Maria.

"Maafkan aku, Yang Mulia sangat berbeda akhir-akhir ini" Ucap Judith, Maria mengangguk dengan tatapan yang nanar. Jadi inilah maksud Claude, menunggunya untuk menyelesaikan persetubuhan di depan matanya sendiri. Untunglah Maria terlambat datang, ia jadi memiliki kesempatan untuk hanya mendengar dari balik pintu.

Maria mendongakkan kepalanya sambil tersenyum, "Tak apa Judith, mulai sekarang ini sudah menjadi tugasku. Kau boleh pergi, aku akan menunggu Yang Mulia..."

Judith malah menunjukkan ekspresi terluka, lelaki itu menarik Maria ke dalam pelukannya. Ia memeluk leher Maria dan menenggelamkan kepala gadis itu di dadanya, "Menangislah jika perlu, Maria"

"Judith..." Maria mendorong pelan lelaki itu, "Kau sangat perhatian pada orang buruk sepertiku," Jawaban gadis itu membuat Judith hampir saja menangis dan terisak dengan keras.

"Adikku yang malang..."

Claude's ObsessionWhere stories live. Discover now