Bab 3 Wanita Yang Mulia

355 27 2
                                    

"Aku ingin dia masuk ke kamarku malam ini!" Claude mengatakan sesuatu hal yang sangat berbahaya didepan para prajurit. Ia menyenggol Maria dan menunjuk kearah Annabeth.

Annabeth melebarkan kedua bola matanya, ia agak terkejut dengan respon lelaki yang sudah merebut hatinya pada pandangan pertama. Tapi, bukan begitu caranya.

Annabeth menoleh kearah Maria, ia ingin menggelengkan kepalanya. Namun begitu ia menatap Claude, dunianya berputar lagi. Senyuman sehangat mentari itu melelehkan dirinya, ia jatuh cinta.

Maria menurunkan tangannya dari kepala Annabeth, ia menghela napas "Maafkan aku, Anna..." Maria menyentuh pipi gadis didepannya itu dengan wajah memelas, Annabeth ingin menangis.

"Yang Mulia, saya akan mengabari keluarga Annabeth secara prib-"

Claude mengangkat tangannya, menampari pipi Maria "Lancang, apa aku harus memerlukan itu jika menginginkan gadis dari keluarga manapun? Aku ini Kaisar! Semua hal di Kerajaan ini adalah milikku!" Claude berkata dengan suaranya yang angkuh, prajurit yang merupakan bawahan Maria hanya ikut menundukkan diri seakan pasti menghormati keputusan Claude. Walaupun dalam hati mereka sangat dongkol dengan kelakuan Kaisar tak tahu malu itu.

"M-maaf, Yang Mulia? S-saya ingin mencatat nama beliau kedalam Harem..." Judith yang sedari tadi berada dibelakang Claude mulai berbicara sendiri. Ia sudah siap dengan pena ditangannya.

"Hm?" Claude tampak berpikir, ia menoleh Maria dan Annabeth bergantian, "Ah, kau akan kujadikan Ratu saja"

"Yang Mulia! Bagaimana dengan Permaisuri Rose! Beliau akan marah Yang Mulia!" Rose adalah isteri pertama Claude dari ia berusia 14 tahun, perempuan itu merupakan hadiah pertama dari Baginda Raja yang sebelumnya kepada putera satu-satunya yang ia manjakan. Hanya Rose lah yang berhak untuk memutuskan apakah Kerajaan telah siap atau tidak untuk menerima Ratu yang baru.

"Jika kau bertindak seperti ini, akan menyenangkan untuk menurunkan Rose menjadi Ratu..." Claude berseringai, ide bodohnya itu berhasil membuat wajah Maria menggusar.

Maria meraih pedang emasnya dan menacapkan pedang itu ditanah kemudian berlutut, "Saya bersumpah, jika Yang Mulia tidak membuang Ratu Rose, Saya... Saya akan mengabulkan apapun permohonan Yang Mulia. Saya tidak ingin Kerajaan ini kacau, Yang Mulia..." Claude tersenyum puas. Akhirnya, sumpah itulah yang ia nanti-nantikan.

Claude lalu menarik Annabeth, "Aku akan memperistrinya, Maria kau harus menjadi saksi cinta kami!" Maria semakin menundukkan tubuhnya dan menaruh tangan di dada kirinya, "Daulat, Yang Mulia!"

_________

"Ada berapa banyak air mata yang mengalir Baginda? Anda bahkan memerintahkan hal tak masuk akal kepada Maria!" Annabeth melempar teko teh ke lantai dengan penuh amarah yang berkecamuk di kepalanya.

"Anda menyuruh Maria masuk ke kamar dan melihat persetubuhan kita! Dimana akal anda Yang Mulia!"

"Bukan hanya saya, tapi Maria... Betapa hancur hatinya melihat orang yang ia cintai memeluk wanita lain di kasurnya. Saya menyesal tidak melarikan diri saat itu!"

"Seharusnya saya mendengarkan saat Maria menyuruh saya untuk pergi. Dia telah membukakan jalan kebebasan untuk saya! Tapi anda! Bodohnya saya telah terjatuh oleh wajah lugu anda!" Annabeth memukul meja dihadapannya seperti orang gila. Kematian Maria, Sahabatnya, telah cukup menjadi akhir dari seluruh kesabarannya yang telah terkumpul selama ini. Cukup bagi Annabeth melihat leher itu terbelah oleh ujung besi yang mat tajam.
________

Annabeth mendesah sambil sesekali memandang resah kearah Maria, gadis itu masih berdiri kokoh di pojok ruangan sambil sesekali menyesapi teh hitam kesukaannya. Ia menatap kearah peraduan dua manusia yang saling memadu kasih tanpa berkedip.

"Y-yang Mulia, h-hamba merasa malu!" Seluruh pakaiannya telah dirobek oleh Claude tanpa tersisa, namun lelaki itu masih mengecup seluruh tubuhnya yang telah memerah di mana-mana.

"Apa yang kau malukan? Dia adalah prajuritku, mau aku berhubungan dengan wanita manapun dia harus menjagaku... Jadi, nikmati saja malam ini hm?" Annabeth tahu, lelaki itu hanya tertarik akan ekspresi macam apa yang dibuat oleh Maria. Namun sikap ogah-ogahan yang diberikan Maria seakan itu hanyalah sebuah kewajiban malah membuat Annabeth tertekan dan Claude juga semakin menjadi. Claude menjamah tubuhnya sedangkan Maria menontonnya. Seakan-akan ia adalah mainan yang sengaja lelaki itu lakukan.

"I-itu menyakitkan! Baginda!" Tanpa kelembutan ataupun merasa khawatir dengan teriakannya, Claude meneruskan kegiatan bercintanya, ia sama sekali tak memperdulikan Annabeth yang sedang meraung karena selaput daranya yang robek.

"Baginda! Anda harus memperlakukan Anna dengan baik! Jika seperti ini, Anna takkan lagi mau melakukannya dengan anda karena trauma!" Maria bangkit dari duduknya begitu melihat air mata jatuh dari mata abu-abu itu. Tangan Annabeth seakan ingin menggapai Maria namun Claude malah mengambil tangan itu dan menghempasnya kembali diatas kasur.

Claude menoleh kearah Maria yang menatap Annabeth dengan penuh kekhawatiran, "Kau harusnya mengamati tubuhku, Maria. Bukankah tubuhku ini adalah harta Negara? Bagaimana jika ada luka di tubuhku yang berharga ini?" Maria menundukkan kepalanya, matanya memejam.

"Atau?" Claude berhenti menggoyangkan dirinya dalam diri Annabeth, gadis itu seketika berhenti terisak dan mengambil selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Annabeth menangis pilu sambil menggigit kain dari selimut itu. Claude hanya terkekeh, tanpa memperdulikan seluruh tubuhnya yang dilihat secara langsung oleh Maria, Claude bangkit dari kasur dan menghampirinya.

Mendekatkan bibirnya pada telinga gadis didepannya yang menahan gejolak aneh pada dirinya, ia lalu berbisik seakan sedang menggodanya "Apa kau mau menggantikannya?"

Maria membulatkan kedua bola matanya, ia mundur selangkah "Yang Mu-"

Tok tok tok

"Madam Maria, Tuan Rosario memanggil anda ke kamarnya!" Judith, seseorang yang menjadi sekertaris pribadi Claude mengetuk pintu tanpa tahu apa yang sedang terjadi didalam kamar itu.

Maria tersenyum kecil tanpa ketahuan. Rosario menolongnya lagi.

"Hamba pergi, Yang Mulia. Semua ucapan dan tindakan Yang Mulia barusan, akan hamba lupakan saat ini," Maria menundukkan tubuhnya kemudian melangkah keluar dari ruangan itu tanpa menoleh kebelakang.

"Argh! Siapa yang menyuruhmu untuk pergi! Rosario sialan! Maria harus melihatku bercinta!" Annabeth menggigil begitu mendengar teriakan keras pria itu yang seakan sangat terobsesi dengan sesuatu yang tak lazim.

Annabeth menyesal pernah mencintainya.

Claude's ObsessionWhere stories live. Discover now