Prolog

26.4K 1.3K 64
                                    

***

"Bertahanlah, Naemi!! Tarik nafasmu sekali lagi...!!" seorang wanita berusia di pertengahan tiga puluh tahunan tersebut, tampak dengan sabar terus memberi instruksi kepada pasiennya yang tengah berjuang untuk melahirkan.

"Dia sudah terlihat sangat lemah, Dokter. Tidak akan bertahan..." perawat itu memasang wajah ngeri. Sudah semenjak dua jam yang lalu ia membantu dokternya dalam proses persalinan seorang ibu muda. Seorang gadis muda yang mempertaruhkan nyawanya demi anaknya agar terlahir kedunia. Seorang diri. Tanpa ada yang menemani. Para perawat itu tahu, gadis ini adalah yatim piatu.

Mereka bertiga terlihat sedikit panik, ketika pendarahan mulai mengalir tak terkendali dari dalam tubuh sang pasien. Sontak wajah pasien yang pucat dan bermandikan keringat terlihat semakin memucat mendengar perkataan perawat itu.

Naemi menggeleng begitu pelan, menarik nafas sekuat yang ia bisa. "Huh...huh...huh..." namun nampaknya sang nafas pun tak banyak membantu. Naemi menarik udara di sekitarnya dengan tersengal. Tubuh lelahnya telah bermandi keringat dan ia jelas sudah sangat lelah. Tapi ia tak ingin kalah. Ia masih ingin terus berjuang melahirkan putranya kedunia. Walau kelak, tak ada jaminan bahwa kehidupan baru itu akan senantiasa berbalut kebahagiaan. Tapi Naemi tak ingin kalah pada rasa sakit ini.

Ia harus bertahan. Tak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk ayah dari bayinya. 'Kuatkan aku...' rintihnya dalam doa.

"Tekanan darahnya semakin menurun..." seorang perawat lainnya berbisik pelan pada si dokter.

"Tidak...!!" Naemi memekik dengan nafas tersenggal. "Aku masih bisa bertahan..." deru nafas terdengar semakin tak beraturan. "Aku akan bertahan..." ia akan berjuang, mati pun ia rela agar anaknya bisa terlahir dengan selamat.

Lalu kemudian pemikiran jika ia mati saat proses persalinan terjadi, akan seperti apa hidup anaknya kelak? Tidak. Ia tak ingin mati saat ini. Ia ingin hidup. Ingin hidup demi buah cintanya dengan orang terkasih.

Dokter wanita itu melihat Naemi dengan khawatir. Menatap sedih, gadis cantik yang telah mengalami derita selama mengandung bayinya. Masih terlalu muda, masih terlalu lemah, tapi Naemi tetap berjuang untuk membawa anaknya terlahir kedunia. Hwa Young nama dokter itu, melihat pilu perjuangan gadis delapan belas tahun ini. Betapa Naemi berusia bahkan lebih muda dari adiknya yang kini masih mengenyam pendidikan Sarjananya di sebuah Universitas terkemuka di ibukota Korea Selatan.

'Tuhan, selamatkan gadis ini. Selamatkan bayinya. Ia telah menderita cukup dalam Tuhan. Berikan ia penghiburan...' Hwa Young berdoa dengan tulus. Mata hazelnya tak sanggup untuk melihat penderitaan di wajah lemah gadis itu.

Naemi bisa saja melakukan operasi agar persalinan ini tak menyakitkannya. Tapi gadis itu tak memiliki uang untuk membayar biaya operasinya. Bahkan Naemi telah memberi tahu hal itu jauh-jauh hari sebelumnya pada Hwa Young.

Ia ibu muda yang di paksa melewati jalan pedih ini seorang diri. Tanpa keluarga... Tanpa suami... gadis itu bertekad untuk menghadirkan kehidupan baru untuk ia miliki kelak di masa depan. Naemi selalu mengatakan bayinya adalah harta berharga yang ia punya. Satu-satunya yang bisa menemani hidupnya di masa depan.

Sudut mata Hwa Young berair, ia sedih bukan kepalang. Ia tak bisa membantu gadis itu terlalu banyak. Pekerjaannya sebagai dokter desa tak memberinya cukup uang untuk membantu Naemi membayar biaya persalinannya. Kemudian setetes air mata itu meluncur tanpa ia perintah. Sudut bibirnya terangkat sendu, memberikan senyum miris pada gadis berambut hitam panjang itu. Gadis itu butuh semangat, gadis itu butuh dukungan. Tapi tak satu pun bisa gadis itu banggakan sebagai pegangan. "Kalau begitu berjuanglah." Seru Hwa Young menahan gemuruh di dadanya. "Setidaknya demi bayimu, keluarkan semua tenaga yang kau punya. Lahirkan dia Naemi. lahirkan putramu... lahirkan dia... milikmu yang paling berharga..."

 AYAH?Kau'kah itu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang