"Maaf sekali telah mengganggu acara penting kalian. Aku ke sini hanya ingin membawa gadisku kembali dan memberikan hadiah kepada Alpha Axelle."

Lalu, kedatangan Diego dengan seseorang yang tak sadarkan diri dalam gendongannya, berjalan ke tengah-tengah altar. Nafas Axelle tercekat begitu melihat siapa seseorang yang di bawa Diego itu.

"... Gracia!"

"Ya, seratus untukmu! Ini adalah matemu yang telah kau sia-siakan demi seorang gadis milik orang lain. Bukankah wanita ini yang harusnya kau nikahi? Apa kau tidak malu pada rakyatmu? Kau akan memberikan Luna palsu kepada mereka saat kau sendiri masih memiliki mate. Ck ck ck, Alpha macam apa kau ini!"

Diego berbicara lantang di ruangan itu. Semua orang langsung terkejut dan saling berbisik. Tangan Axelle terkepal kuat sampai cakarnya menembus tangannya sendiri hingga mengeluarkan darah.

"DIAM!"

Axelle mengeluarkan Alpha tone nya, dan seketika itu semua orang terdiam dan menunduk. Diego meleparkan begitu saja tubuh lemah Gracia hingga membentur lantai dengan keras. Axelle langsung saja melesat mendekatinya.

"G-gracia, tolong bangunlah... Aku mohon! Buka matamu... GRACIA!"

Tangan Axelle tak sengaja menyentuh luka di tengkuk gadis itu yang membuat Gracia meringis. Axelle merasakan cairan lengket di tangannya setelah menyentuh bagian tadi. Dan, betapa terkejutnya ia saat tahu sesuatu yang terukir di sana. Tubuhnya mematung.

Giovanni berteleportasi ke tempat Amber berdiri sekarang. Ia langsung memeluk tubuh gadis itu dan di balas tak kalah erat oleh Amber. Gadis itu menangis sejadi-jadinya di pelukan orang yang ia cintai.

"... Hiks... Aku membencimu, aku membencimu!... Hiks... Kau jahat padaku, kau tidak langsung menyelamatkanku... Kenapa, hiks...."

"Sst... Sudah, sayang, sudah. Aku sudah di sini bersamamu, kau tenanglah."

"Kau jahat, Giovanni... Kau jahat!"

"Maaf, maafkan aku... Aku menunggu waktu yang tepat, sayang. Sekarang kita sudah bersama lagi, kau senang? Hm?"

Amber mengangguk lemah. Mereka bertiga yaitu Giovanni, Amber dan Diego langsung melakukan teleportasi menuju perbatasan wilayah mereka tanpa Axelle sadari karena pria itu masih sangat syok dengan yang dilihatnya sekarang.

"Giovanni..," Gumamnya pelan. Insting Alphanya bekerja melihat tanda pria lain di pasangannya. Alpha itu menancapkan taringnya tepat di tanda di mana Giovanni mengukir namanya di sana, menandainya.

"Sa... Kit..."

Axelle masih berfokus dengan tanda yang ia buat. Gracia terlalu lemas untuk memberontak, hanya mulutnya lah yang mengeluarkan ringisan. Semua orang yang menyaksikan itu, menahan nafas mereka.

Axelle menjauh dari tengkuk Gracia setelah ia rasa tanda yang ia buat telah selesai. Ia lalu menatap Gracia yang masih terlihat kesakitan itu, kemudian mengangkat tubuh lemah tersebut menuju kamar miliknya.

Axelle membaringkan dengan perlahan tubuh Gracia ke ranjang miliknya. Ia masih memperhatikan gadis itu, lalu muncul sebuah sinar dari tengkuk gadis itu. Axelle tersenyum puas. Tanda yang ia ciptakan telah sempurna. Tanda berbentuk kepala serigala yang di kepalanya terdapat lambang bulan.

Dirinya tidak bisa berpikir apa-apa setelah melihat tengkuk Gracia yang di ukir dengan nama pria lain. Jiwa serigalanya saat itu juga memberontak ingin menghilangkan tanda orang lain itu. Akhirnya tanpa pikir panjang, ia tadi langsung menandai Gracia sebagai miliknya.

Gracia akhirnya membuka matanya. Ia pun mampu menggerakkan tangannya. Axelle yakin semua itu berkat tanda yang ia buat sehingga pemulihan Gracia sangat cepat.

"Aku di mana?"

Gracia mencoba untuk duduk, namun segera di tahan oleh Axelle. "Tetap berbaring. Tubuhmu masih belum pulih sepenuhnya."

Gracia menolehkan kepalanya ke sumber suara yang begitu ia kenal. Ia terkejut dengan sosok Axelle yang menatapnya khawatir. Lalu pandangannya menyusuri sekitar. Axelle tahu bahwa gadis itu pasti sangat kebingungan.

"Kau ada di rumahku."

"Tapi, kenapa aku bisa ada di rumahmu? Kapan aku ke sini?"

"Itu tidak penting. Sekarang, berbaringlah kembali. Aku akan pergi sebentar membawakan makanan untukmu."

Axelle membantu Gracia kembali berbaring dan memasangkan selimut untuk gadis itu. Ia melangkah keluar dari kamarnya, akan tetapi jalannya di hadang oleh Beatrice yang sorot matanya penuh pertanyaan yang siap di tumpahkannya kepada Axelle.

Axelle mengibaskan tangannya, isyarat menyuruh Beatrice menyingkir dari jalannya. Namun Beatrice tak mempedulikannya sama sekali. Axelle menghela nafasnya.

"Dia mateku. Puas? Cepat minggir!"

"MATE!?"

"Hm."

"Kapan kau menemukannya?!"

"Tadi, kan?"

"Tidak! Kau bahkan sudah mengetahui namanya, pasti kau sudah mengenalnya lama!"

"Hah, bicaramu sangat tidak sopan sekali."

"Lupakan itu, kita teman masa kecil! Sepertinya kau saat ini sangat sibuk. Kalau begitu, aku nanti akan pergi ke ruanganmu. Aku mau penjelasan untuk semua ini!"

"Terserah."

Axelle mendorong tubuh Beatrice yang menghalangi jalannya. Ia pergi menuju dapur dan menyuruh salah satu koki memasakkan makanan untuk Gracia. Ia bahkan menunggu masakan itu sampai siap di sana. Matanya melirik sekitar dapur tersebut. Selama ia kecil, belum pernah sekali pun dia pergi ke dapur karena tidak ada kepentingan sama sekali yang mengharuskannya pergi ke sini.

Di tengah lamunannya, koki itu telah memberitahu bahwa makanannya telah siap. Axelle mengambil nampan berisi sepiring makanan juga minuman, lalu membawanya ke kamarnya.

Setelah kepergiannya dari dapur itu, para omega langsung berbisik-bisik. Tentu saja mereka terpesona akan ketampanan Alpha mereka yang di nilai sangat sempurna itu.

Alpha itu membuka pintu kamarnya dan melihat Gracia yang tidak ada di ranjangnya. Axelle buru-buru meletakkan makanan yang ia bawa di meja lalu mulai mencari Gracia di luar. Tapi bunyi pintu kamar mandi yang baru terbuka, menghentikan langkahnya.

"Kau!"

Axelle langsung memeluk Gracia yang membuat gadis itu kebingungan dengan tingkahnya. Gracia mencoba melepaskan pelukan erat Axelle padanya.

"Jangan pergi!"

"Ha? Aku hanya pergi ke kamar mandi. Kamu baik-baik saja?"

Axelle kembali memeluk Gracia erat. Gracia di buat semakin kebingungan. Dia teringat sesuatu yang ingin ia tanyakan kepada Axelle mengenai tanda yang ada di tengkuknya yang ia rasa ia sama sekali tidak pernah memilikinya.

Gracia melepas pelukan Axelle padanya dan menatap Axelle dengan mata penuh tanda tanya yang langsung di mengerti oleh Axelle. Axelle menelan ludahnya dengan susah payah. Ia tahu sesuatu yang akan ditanyakan oleh Gracia.

'Bagaimana pun, aku harus tetap memberitahu padanya siapa aku sebenarnya. Kau harus berpikir yang positif, Axelle. Berpikirlah dia tidak akan kabur dari mu setelah ini!'

AMBER and the vampire prince (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang