"Sel--" Jehan langsung menghampiri tatkala netra coklat nan tajamnya melihat sosok yang ia cari sedari tadi sedang duduk di sofa kecil pojokan dan memeluk kedua kakinya yang ditekuk sambil menangis.

"Dari tadi gue cariin ternyata disini.." gumam Jehan.

Helaan lega keluar dari hidung mancung Jehan. Ia duduk di depan Rasel seraya mengelus lembut puncak kepala wanita itu. Entah apa yang membuatnya terisak begini. Jehan juga tidak akan langsung bertanya sampai Rasel sendiri yang membuka suara.

Isakan tangis yang memenuhi ruangan malah semakin kencang sejak pria itu mengelus kepalanya. Hal ini membuat Jehan panik tetapi ia menyelipkan sedikit rambut ke belakang telinga, berharap wanita itu menunjukkan wajahnya.

"You had a bad dream?" tanya Jehan berhati-hati dan mendapat gelengan sebagai responnya. "Terus kenapa, hm?"

"Can you stop being sweet to me, please?!" jawab Rasel dengan nada yang cukup tinggi. Atau bisa dibilang wanita itu membentak Jehan dan suaminya itu terkejut bukan main.

"Kalo pada akhirnya kita pisah, berhenti bersikap baik, manis dan peduli ke gue. Jangan bikin gue makin jatuh cinta sama lo, hati gue ngga sekuat itu."

"G-gue denger, Je. Gue denger semua omongan lo--" ucap Rasel dengan suara serak. Ia membuka suaranya tanpa mengangkat kepala.

Mulanya Jehan mengernyit tak paham namun tidak lama kemudian dia menghembuskan nafasnya. Ketakutan yang Jehan rasakan sebelum tidur tadi nyatanya terjadi juga.

Dari sini Jehan menyimpulkan bahwa penyebab Rasel menangis di dini hari seperti ini karena wanita itu mendengar semua monolog Jehan tentang hubungan mereka sekitar sejam yang lalu.

"Lo serius mau kita cerai?"

Rasel sedikit mengangkat kepalanya namun tetap menghindari bertatapan dengan Jehan. Menopang dagunya pada tekukkan lutut dan memandangi lantai dengan sorot sendu.

Ingatan bagaimana kedua orang tuanya pergi atau bagaimana keluarganya menelantarkannya kembali terlintas dipikirannya. Rasel tersenyum kecut mengingat itu semua.

"Pada akhirnya gue sendirian lagi.."  Satu kalimat ini sukses menusuk hati Jehan hingga yang terdalam.

"Liat gue, Sel" Rasel tidak bergeming. Dia tidak menuruti perkataan Jehan karena dia masih tidak mau bertatapan dengan suaminya.

Tentunya Jehan tidak diam saja. Dengan satu tarikan, Jehan berhasil mengangkat Rasel ke pangkuannya. Dan bisa dilihat ekspresi kaget terlukis jelas di wajah sembab Rasel.

Akhirnya mereka pun bertatapan.

Rasek sontak memundurkan wajahnya. Jarak mereka berdua sangat tipis sehingga mereka bisa melihat detail wajah satu sama lain. Rasel kembali dibuat takjub oleh pemandangan yang sedang ia lihat, begitupun Jehan.

Saking takjubnya, pikiran Rasel teralihkan untuk sementara. Ditambah jantungnya yang kini sedang berdegup kencang membuat persoalan yang menjadi penyebab Rasel menangis terlupakan.

Jehan tersenyum manis sambil menatap lekat sang istri dipangkuannya. Wajah tembamnya basah, kedua mata coklatnya membengkak dan hidungnya sedikit memerah.

Tangan kiri Jehan memegang pinggang Rasel, menjaga supaya wanita itu tidak terjatuh dari posisi ini. Sementara tangan kanannya bergerak membelai lembut rambut panjang Rasel.

Rasel tersihir oleh tindakan dan ketampanan suaminya. Namun setelah kembali tersadar, ia mencoba turun dari pangkuan Jehan. Tapi tak dipungkiri tindakan Jehan tadi berhasil membuat tangisan Rasel berhenti.

"I told you to stop act being sweet to me--"

"Kita ngga akan cerai, Rasel" cela Jehan yang membuat Rasel diam terpaku. "Gue udah terlanjur sayang sama lo soalnya,"

The Fate of Us | JaerosèWhere stories live. Discover now