(Masih di jalan, Bang, macet.)

Pram kembali membuka pintu, keluar dari kamar dengan cepat. Dia lupa. Tadi tiba-tiba mengantuk, Pram pulang begitu saja tanpa melihat lagi handphonenya. Haisshhhh... !!!

-

Sampai di lokasi tempat Deki berada; Pram memasuki cafe yang bernuansa alam itu. Cafe outdoor dengan pohon-pohon rindang yang rapi dan panggung live music di hadapan. Deki duduk sendiri dengan secangkir kopi di meja dan sebatang rokok di tangan.

"Nyasar lo?" tanya Deki.

Pram terkekeh, duduk di kursi.

"Pesen belom?"

Pram menggeleng. "Belom."

Deki mengangkat tangan, memanggil pelayan.

"Gimana, Bang?" tanya Pram setelah mengucapkan pesanan dan pelayan pergi untuk menyiapkannya.

"Susah banget, Pang, gak bisa nyontek gue. Lulus gak lulus, harus lulus pokoknya."

"Bukan Ujian. Rencana lo?"

"Hoo, belum nemu gue."

"Yaelah... kabur jadi?"

Deki mengedikan bahu. "Bokap masih di luar kota sama nyokap tiri. Di rumah ada adek tiri gue doang. Yakali gue tinggal."

Pram menaikkan sebelah alisnya dengan senyum tersungging, menggoda. "Udah sayang lo sekarang?"

"Dia mau masuk sekolah kita. Tar gue titip ke lo, ya." Deki tidak menyahut secara langsung, tapi dari tutur katanya itu mengartikan 'ya'.

"Hah? Gimana? Gue kan mau ikut lo pergi."

"Kagak usah deh, Pang. Tar lo bisa temuin gue kapan aja, tapi jangan ikut pergi. Lagian, lo lagi gak sehat, gue gak mau sampe kejadian apa-apa sama lo."

Bibir Pram langsung mengatup saat diingatkan hal itu. Tidak menyangkal. Karena memang ada kemungkinan; dia akan jadi orang yang sangat merepotkan.

"Adek tiri gue itu agak cupu. Anak baek-baek. Jadi gue titip ke lo, takutnya ada yang gangguin."

"Kalo anggota geng lo tahu itu adek lo. Adek lo aman kali, Bang. Mereka yang jaga."

"Tetep aja. Ya... kali aja lo juga mau ngerasain punya adek."

Pram melirik dengan mata sedikit melebar. "Mm, menarik tuh. Gak pernah gue punya adek-adekan. Kalo gue jadi abang, bakal baek kagak, ya?"

"Ya, mana gue tahu. Lo sama Dante tuaan sapa?"

"Si Dante lah, bokapnya kan nikahin nyokap gue pas nyokap dia hamil."

"Tapi lo bisa deh jadi abang dia, soalnya lebih jagoan lo."

"Ogah ya, Bang, punya adek kek dia, beban."

Deki tertawa. "Parah lo, Pang, saudara sendiri disebut beban."

"Bukan saudara gue, kita keiket darah doang."

"Darah itu gak doang, Pang, lebih kentel dari apa pun."

Pram mengedikan bahu. Terserah. Nyenyenye... aliran darahnya yang punya kesamaan dengan Dante ataupun Jhona, tidak berarti apa-apa.

-

Kalau sudah nongkrong, memang pantang pulang sebelum larut malam. Pram turun dari motornya, melangkah menuju rumah. Dia sudah lama tidak bertemu Jhona, sepertinya orang itu sedang sibuk dengan tugas kuliahnya. Biasanya sering merokok di teras malam-malam, sekarang sudah lama tidak pernah terlihat lagi.

PUNK (Selesai) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant