16

758 111 7
                                    

Setelah puas menangis dan merusak kamarnya, Sasa jatuh tertidur. Ia bahkan tidak menghiraukan kakinya yang terus mengeluarkan darah. Tidurnya terlihat tidak nyenyak sekali. Ia terus merubah posisi nya dan sesekali mengeluarkan gumaman dan ringisan.

Tok tok tok

Tidur Sasa terusik oleh ketukan pintu. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali.

Tok tok tok

Ketukan pintu semakin intens membuat Sasa cepat-cepat bangkit dan membuka pintunya. Ia tidak menyadari kamarnya yang seperti baru di terjang angin puting beliung dan kakinya yang terluka. Bahkan darah berceceran di lantai.

Jisung sebagai orang yang mengetuk pintu terlihat syok melihat penampilan Sasa yang sangat berantakan. Matanya melirik kedalam kamar Sasa dan itu membuatnya semakin membulatkan mulutnya.

"Sa, lo abis ngapain sampe berantakan gitu?" Jisung meneliti penampilan Sasa dari atas sampai bawah. Matanya terpaku pada darah yang mengalir dari telapak kaki Sasa.

"Kaki lo berdarah," pekik Jisung. Ia segera jongkok di hadapan Sasa. Ia mengangkat sebelah kaki Sasa dan menapakannya di paha kirinya.

"Hah? Sejak kapan?" Sasa bingung melihat kakinya yang berdarah karena ia tudak merasakan sakit sama sekali. Ia hendak mengangkat kakinya karena mengotori celana jeans yang di pakai Jisung namun segera di tahan oleh Jisung.

"Ini gak sakit?" Jisung mendongakan kepalanya menatap Sasa.

Sasa menggeleng yakin.

"Kita ke bawah yuk obatin lukanya. Kayaknya udah lama lukanya karena udah ada yang kering darahnya." Jisung bangkit dari posisi jongkoknya dan merangkul bahu Sasa.

Sasa menggeleng rusuh. "Gue obatin sendiri aja di kamar," tolaknya.

Jisung mendorong pintu kamar Sasa sehingga semakin terbuka lebar. Dapat di lihat banyak pecahan kaca dari botol skincare yang pecah. Ada juga jejak darah mengering di lantai dan di kasur Sasa. Sebenarnya apa yang di lakukan Sasa di kamar setelah tadi ia menangis di ruang keluarga.

"Yakin masih bisa di tempatin kamarnya?" Sasa meringis. Ia juga baru menyadari kamarnya sudah tidak berbentuk.

"Ayo, yang lain udah berangkat kok. Di sini cuma ada gue." Jisung terus membujuk Sasa.

"Sekarang jam berapa?" Desak Sasa. Ia lupa harus menemani member ke agensi untuk berlatih.

"Jam 3. Kayaknya lo nyenyak banget tidurnya sampai lama banget."

"Gue harus ke agensi." Sasa melepaskan rangkulan tangan Jisung. Ia hendak ke kamar untuk bersiap.

Jisung menahan tangan Sasa. "Gak perlu. Lo di suruh temenin gue di sini."

Tanpa banyak kata Jisung langsung menuntun Sasa menuju ruang keluarga. Dua orang itu berjalan dengan langkah pincang. Jisung yang lututnya cedera dan Sasa yang telapak kakinya terluka.

Sasa di dudukan di sofa depan televisi. Dengan langkah pincangnya Jisung mengambil kotak P3K di lemari dekat televisi.

Dengan telaten Jisung membersihkan darah Sasa yang terus mengucur deras.

"Kenapa darahnya enggak berhenti keluar?" Jisung mulai panik. Kapas yang tersisa sudah habis dan semuanya sudah terlumuri darah Sasa. Bahkan darah itu menetes hingga ke celana jeansnya karena ia meletakan kaki sasa di pangkuannya.

Sasa terkekeh melihat Jisung yang panik seperti itu. "Gue benarnya mengidap hemofilia," aku Sasa.

Jisung menatap wajah Sasa penuh tanda tanya. "Apa itu?"

"Penyakit gangguan perdarahan karena kurangnya faktor pembekuan darah. Singkatnya sih darah gue lebih lama membeku dari pada orang yang gak sakit itu, makanya darah gue terus-terusan keluar. Agak lama sih biasanya lukanya nutup," terang Sasa Singkat.

Saranghaeyo Manager  || NCT 2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang