12. Hubungan Kekeluargaan

133 19 1
                                    

Tetesan air menetes dari rambut Jisoo, menandakan bahwa Jisoo baru saja membasuh diri. Ada setitik harapan dalam dirinya bahwa pikirannya bisa ikut luntur di bawah pancuran air. Tapi, dia salah besar. Setelah keluar dari kamar mandi pun, ia tetap memikirkan hal yang sama. Takdir Seokmin.

Dia bukan Tuhan, namun dia tak bisa lepas dari Seokmin. Dia tak tega melihat Soomin yang hidup sebatang kara, namun dia juga tak tega melihat apa yang akan terjadi jika Seokmin hidup sampai tahun 2022.

Jisoo terperanjat saat mendengar ketukan. Nampaknya dia terlalu dalam memikirkan cinta pertamanya itu. Langsung dibawanya kakinya menuju pintu, membukakan siapapun orang yang mengetuk pintu kamarnya dan mempersilakan orang itu masuk.

Mata Seungkwan melotot saat melihat rambut Jisoo yang masih basah seperti orang kehujanan, sementara Jisoo sendiri sudah memakai kemeja putih sesuai apa yang dikatakan Jihoon.

Tanpa perlu banyak omong, langsung Seungkwan rampas handuk yang ada di tangan Jisoo. Badan Jisoo didudukkan di atas kursi meja rias, menghadap cermin lalu kemudian secara perlahan mengeringkan rambut Jisoo.

"Kamu, nih, kebiasaan," omel Seungkwan, dengan fokus mengeringkan rambut Jisoo. Setelah lumayan kering, Seungkwan ambil vitamin rambut kemudian dipecahkan di tangannya. Secara perlahan Seungkwan oleskan vitamin itu ke ujung rambut Jisoo.

Selagi masih mengoleskan vitamin ke rambut Jisoo, Seungkwan mulai percakapan. "Maaf, aku nggak tau tadi ada Seungcheol," ucap Seungkwan, Jisoo menjawab dengan dehaman sedikit panjang.

Baru saja Seungkwan ingin lanjut menanyakan apa yang mereka perbuat, Jisoo sudah bercerita. "Tadi aku bilang ke Kak Seungcheol, kalau aku masih pacaran sama Seokmin."

Seungkwan yang kini sedang menunduk untuk mencolokkan kabel hair dryer langsung menoleh. "Kalau dia bocorin gimana, Soo?" tanya Seungkwan sedikit khawatir.

Jisoo baru mengenal Seungcheol beberapa hari dan sudah berani membeberkan rahasia yang bahkan dia mati-matian sembunyikan dari orang tuanya?

"Nggak bakal, aku percaya sama dia," jawab Jisoo pelan tapi yakin. Jisoo ingat, di masa depan, bahkan ketika dia tidak bisa melupakan Seokmin, tak sekalipun Seungcheol pernah membocorkan rahasianya.

Hawa panas mulai dirasakan Jisoo di area kepalanya, hawa yang digunakan untuk mengeringkan rambutnya. Biasanya, Jisoo menolak alat hair dryer sebagai pengering rambutnya.

Hanya saja, pada kesempatan kali ini Jisoo memilih senyap. Situasi hidupnya terlalu rumit untuk dipikirkan sehingga kata-kata pun tidak ada yang berhasil keluar dari mulutnya.

"Lalu kamu kok tiba-tiba cerita?" Seungkwan pisahkan beberapa helai rambut Jisoo agar kering sepenuhnya. Sehabis kering, rambutnya akan ditata menggunakan pomade.

"Awalnya dia nebak kalau aku masih pacaran sama Seokmin, eh bener. Jadi aku cerita deh sekalian pengen tau reaksi dia karena kita bakal dinikahkan," jelas Jisoo. Sedetik dua detik, Seungkwan masih sibuk dengan kegiatannya. Di detik ketiga, Seungkwan membelalak kaget.

"Hah?" beo Seungkwan. "Bentar, bentar. Maksudnya gimana?" tanya Seungkwan ulang.

"Aku dinikahkan, tapi nanti pas selesai kuliah." Seketika mulut Seungkwan membentuk huruf O. Sedikit lega karena mengira akan dinikahkan sekarang.

"Aku nggak mau pakai pomade, Seungkwan," sela Jisoo saat melihat Seungkwan membuka tutup pomade. "Gak usah, ya? Aku nggak suka."

"Ya udah," balas Seungkwan, merapatkan kembali tutup pomade. Disemprotnya hair spray agar rambut Jisoo tetap setia di tempat. Setelahnya, dia mengangguk puas. Jauh lebih bagus dari rambut ala orang kehujanan tadi.

Seungkwan raih jas yang seharusnya digunakan saat kelulusan nanti dan dipakaikan ke tubuh Jisoo guna menambah nilai formal. "Sip, turun gih," suruh Seungkwan, menarik Jisoo keluar dari kamar. Setelahnya, Seungkwan dorong sedikit bahu Jisoo ke arah tangga.

"Nggak papa, cuma makan malam aja kok," kata Seungkwan menenangkan Jisoo. Jisoo hela nafasnya, lalu melangkah menuruni tangga. Dia bawa dirinya menuju ruang makan, tempat dimana semua sudah berkumpul disana.

Semua mata tertuju padanya, seperti bintang utama di sebuah film. Jisoo tarik kedua ujung bibirnya, membuat lengkungan manis. "Nah, ini dia, Jisoo. Duduk, Nak," ujar Jihoon. Jisoo ambil tempat duduk yang tersisa, tempat duduk yang berhadapan langsung dengan Seungcheol.

Jihoon berdiri. "Makan malam ini saya selenggarakan untuk menjalin hubungan kekerabatan antarkeluarga. Saya, Hong Jihoon, mengucapkan selamat datang di acara makan malam ini," sambut Jihoon, mengundang tepuk tangan dari semua orang.

Jisoo menoleh sedikit ke arah Choi Seungri dan istrinya, Goeun. Mereka terlihat seperti orang dari dalam pemerintahan, padahal mereka hanya memegang perusahaan.

Walau begitu, perusahaannya berkembang pesat. Terbukti bahwa di masa depan, perusahaan mereka tidak gulung tikar dan malah membuat banyak cabang di kota lain.

"Silakan, dinikmati," ucap Jihoon mempersilakan orang-orang menikmati jamuan yang tersaji. Jisoo raih garpu dan pisau, kemudian melahap steak yang ada di hadapannya. Dia butuh makanan untuk mengisi ulang tenaganya yang hilang beberapa jam yang lalu.

Seungri teguk sedikit anggur merahnya, "Saya yang akan memberitahukan berita penting." Matanya bergulir, menatap wajah-wajah yang hadir dengan seksama. "Kita dikumpulkan karena ada suatu perjanjian antarkeluarga. Bukan perjanjian yang sudah dahulu kala, namun perjanjian yang diharapkan bisa mendekatkan keluarga kita."

Sadar namanya akan dipanggil, Jisoo berhenti memakan steak. Diraihnya sapu tangan yang tersedia dan mengelap ujung bibirnya setelah menenggak air putih. "Saya dan Hong Jihoon setuju untuk menikahkan satu-satunya penerus perusahaan kami, yaitu Choi Seungcheol dan Hong Jisoo," jabar Seungri. Semua mata langsung menatap Seungcheol dan Jisoo secara bergantian.

"Tentu tidak sekarang, kita tentu menunggu usia Jisoo mencapai usia legal. Seungcheol sendiri juga setuju. Jadi, saya harap bahwa kalian tidak menolak pernikahan ini," kata Seungri. Matanya tajam menusuk Seungcheol dan Jisoo secara bergantian.

Jisoo menangkap isyarat Seungcheol yang melirik ke arahnya. "Kita setuju," sahut Seungcheol. "Nggak perlu terburu-buru, kan, Jisoo?" Jisoo hanya melempar senyuman, berlagak seperti orang yang setuju. Padahal, dirinya diam-diam masih menjalin hubungan dengan Seokmin.

"Bagus. Silakan, dilanjutkan," ucap Seungri, mempersilakan kembali orang-orang menyantap makanan yang tersaji kembali.

"Wah, Shua! Kamu punya wajah yang manis. Rambut kamu juga lucu banget, dibiarin apa adanya. Nggak kayak Seungcheol yang dipakaikan pomade," puji Choi Goeun setengah merendahkan anaknya.

Tangannya tersatu, matanya berbinar, seakan-akan melihat artis terkenal di hadapan mereka. Tak ada kerutan sama sekali di wajahnya, berbanding terbalik dari umurnya yang hampir menyentuh umur 60 tahun.

"Terima kasih, Tante," sahut Jisoo. Di wajahnya masih setia terpatri senyuman manis.

"Ah, nggak usah panggil Tante! Bunda aja gimana? Biar kamu nggak ketuker sama Mama kamu," usul Goeun. Jina mengangguk setuju setelah menelan irisan steak-nya.

"Iya, Bunda," balas Jisoo singkat. Mereka kembali melanjutkan pembicaraan sembari menyantap. Jisoo kembali menghadap ke depan, menatap wajah Seungcheol.

Seungcheol berikan senyuman tulus yang bisa diberikan. Jisoo mengakui, bahwa senyum Seungcheol bisa menenangkan dirinya. Walau dia sudah tahu tujuan mereka dikumpulkan dalam acara makan malam, namun dia masih gugup dan takut hubungannya dengan Seokmin terkuak.

Tapi, Seungcheol benar-benar menepati janjinya untuk menjadikan itu rahasia diantara mereka. Jisoo balas senyuman tulus dengan kalimat 'terima kasih' tanpa suara. Balasan dari Seungcheol membuat Jisoo tersenyum lebar. Kalimat yang persis sama seperti yang Hansol bilang.

'Kamu berhak bahagia sama Seokmin'.

[✓] Lost Memories | SeokSooWhere stories live. Discover now