Home (8)

7 1 12
                                    


Leo mengelus pelipis Elia yang tengah berbaring menghadapnya.

"Kamu nggak laper?" tanya Leo tanpa menghentikan jemarinya mengelus Elia.

Gadis cantik itu menyengir lucu,

"Hehe, iya....."

"Mau makan apa?"

"Adanya apa?"

"Macem-macem, kamu maunya apa?"

"Aku bukan picky-eater kok. Apa yang kakak belikan pasti aku makan,"

"Hmmm..... mie kuah jawa?"

"Boleh, tapi emang sekitar sini ada yang jual? Jam segini?"

Leo tersenyum tipis, mengusak rambut sang gadis karena gemas dengannya.

"Justru jam segini ini, penjual makanan kayak gitu lagi rame-ramenya. Kamu emang ga pernah jajan malem-malem?"

Elia dengan polos menggeleng,

"Aku selalu makan masakan mama. Mama dulu selalu kasih makanan 4 sehat 5 sempurna, tiga kali sehari cuman buat aku sama ayah. Mama juga punya aturan kalo nggak boleh makan dan ngemil di atas jam 7 malam......"

Gadis itu berhenti mengoceh sejenak.

Leo menggeser badannya semakin dekat pada Elia. Menopang kepalanya dengan satu lengan, sehingga ia dengan leluasa dapat memandang sang gadis.

"Kamu kangen mama?"

Pertanyaan Leo sukses membuat kelopak matanya tergenang. Air mata yang tanpa di sadari sudah menumpuk dan siap tumpah kapan saja.

"K-kenapa.... kenapa kakak bisa tahu...?"

Pria itu mengusap bulir-bulir jernih yang sudah jatuh di pipi Elia.

"Cara kamu bercerita. Detail sekali."

Senyum pria itu terlihat ambigu. Antara haru dan juga sedih.

Elia tidak kuasa menahan tangisnya. Ia terisak, dengan telapak tangan menutupi wajahnya.

Gadis itu tampak rapuh. Merindukan ibunya, satu-satunya harta terbaik dalam hidupnya.

Leo membiarkan Elia untuk menangis sepuasnya. Pria itu bahkan tetap pada posisinya sambil terus memandang sang gadis.

Selang beberapa saat kemudian, Elia berhenti terisak.

"Uh.... maaf kak. Aku–"

"Makan mie jawanya jadi?"

"Huh?"

"Nangis itu butuh tenaga, Arcelia. Kamu masih pengen makan mie jawa?"

Hati Elia mencelos. Leleh seperti mentega kala Leo mengajaknya berbicara tentang makanan dengan wajah dan tatapan yang sangat teduh.

"Aku anggap mau,"

Leo bangkit dari kasur, membungkus badan telanjangnya dengan pakaian dan segera keluar kamar motel membawa dompet dan ponsel.

Belum ada beberapa detik, pintu kamar terbuka lagi. Menampilkan sosok Leo yang kembali masuk.

"Ketinggalan,"

Rasa lapar Elia tiba-tiba hilang begitu saja saat Leo mengecup dahinya cepat, lalu meninggalkan kamar lagi tanpa sepatah kata pun.



End of part 8, to be continued.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 15, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Taekwoon's UniverseWhere stories live. Discover now